DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 Nopember 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1075/PJ.32/2006 TENTANG SOSIALISASI PERPAJAKAN OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN NEGARA MENGENAI PPN DAN PPh PASAL 22, 23, 26 DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT NEGARA TANGGAL 18 SEPTEMBER 2006 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat undangan Kepala Biro Keuangan, Sekretariat Negara Nomor B4017/Setneg/09/2006 tanggal 15 September 2006 tentang Permohonan Narasumber dalam Sosialisasi Perpajakan Mengenai PPN dan PPh Pasal 22, 23 dan 26 di lingkungan Sekretariat Negara, dengan ini kami sampaikan beberapa hal berikut : 1. Sosialisai dilakukan dalam dua sesi, yang pertama adalah presentasi tentang Mekanisme Perpajakan dalam Pelaksanaan Anggaran oleh para pejabat KPPN dan yang kedua adalah presentasi tentang pemotongan atau pemunutan PPh dan PPN oleh Badan Pemungut (dalam hal ini para bendaharawan Sekretariat Negara), yang dipaparkan oleh wakil subdit Peraturan PPh dan Subdit Peraturan PPN (materi presentasi terlampir). 2. Dari presentasi KPPN dan DJP diketahui bahwa terdapat perbedaan mendasar antara Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan (yang menjadi dasar KPPN dalam mengadministrasikan SSP dan Faktur Pajak) dengan peraturan perpajakan (yang menjadi acuan dari para pegawai di KPP dalam melakukan administrasi SSP dan Faktur Pajak), khususnya tentang siapa yang harus menandatangani SSP. a. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER 66/PB/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 4 angka 6 huruf a nomor (7) menyebutkan bahwa : "Surat Permintaan Pembayaran (SSP) untuk penerbitan SPM, kelengkapan persyaratan khusus untuk SPP-LS non belanja pegawai untuk pembayaran pengadaan barang dan jasa adalah Faktur Pajak beserta SSP yang ditandatangani oleh Wajib Pajak (PKP rekanan). b. Menurut lampiran KMK Nomor : 548/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Bendaharawan Pemerintah Sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai jo. KMK Nomor : 550/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemungutan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, sebagaimana telah diubah terakhir dengan KMK Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya menyebutkan bahwa : 1) PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. 2) SSP sebagaimana dimaksud di atas diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah. c. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 541/KMK.04/2000 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-417/PJ./2001 tentang Petunjuk Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan, serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya,antara lain diatur bahwa : - Pasal 1 butir 2 menyebutkan bahwa : "Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 diantaranya adalah : Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang." - Pasal 6 ayat (3) menyebutkan bahwa : "pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 2 dan 3 harus disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak." 3. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa: a. Terdapat perbedaan perlakuan antara peraturan perpajakan dan peraturan yang menjadi landasan Direktorat Jendral Perbendaharaan dalam hal pihak yang harus menandatangani SSP PPN dan PPh yang terkait dengan penyerahan oleh PKP Rekanan Kepada Bendaharawan Pemungut PPN. b. Wajib Pajak/PKP rekanan yang terlibat dalam kegiatan penyerahan barang dan atau jasa kepada Bendaharawan Pemerintah akan dirugikan karena apabila mengikuti ketentuan yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak maka tagihan Wajib Pajak tersebut tidak akan cair karena ditolak oleh KPPN sedangkan apabila mengikuti ketentuan yang diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan maka SSP tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. c. Untuk itu kami mengusulkan kepada Saudara Direktur Jenderal agar Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat duduk bersama untuk mencari pemecahan masalah mengenai perbedaan yang telah kami uraikan diatas. Demikian disampaikan Direktur, ttd. Gunadi NIP 060044247 Tembusan : 1. Menteri Keuangan RI; 2. Direktur Jenderal Pajak; 3. Direktur PSP DJP; 4. Direktur PPN dan PTLL DJP; 5. Kepala Biro Keuangan Sekretariat Negara;