DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
29 Juli 2002
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 754/PJ.52/2002
TENTANG
REKOMENDASI DIALOG TEKSTIL
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Menteri Perindustrian dan Perdagangan kepada Menteri Keuangan Nomor : XXX hal
sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut secara garis besar dikemukakan :
1.1. Dalam Dialog Tekstil Nasional yang telah diadakan pada tanggal 6 Nopember 2001, Stake
Holder Industri Tekstil dan Produk Tekstil Nasional telah menyepakati beberapa rekomendasi,
antara lain agar fasilitas PET dihidupkan kembali karena dengan dicabutnya fasilitas PET telah
menyebabkan turunnya daya saing industri TPT dan agar PPN kapas impor dihapus karena
kapas produk pertanian yang belum diolah.
1.2. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas dan dalam rangka menyelamatkan Industri TPT
Nasional, Menteri Perindustrian dan Perdagangan mengusulkan agar kedua rekomendasi
tersebut ditindaklanjuti.
2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 18 TAHUN 2000 (UU PPN) diatur antara lain sebagai berikut:
a. Pasal 4 huruf b, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak.
b. Pasal 1 angka 9, bahwa Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah
Pabean ke dalam Daerah Pabean.
c. Pasal 7 ayat (2) dan penjelasannya, bahwa tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah
0% (nol persen) dan dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang
diekspor dapat dikreditkan.
d. Pasal 9 ayat (4), bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak
yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
e. Pasal 16B, bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak
dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau
dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk:
1. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
2. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
3. impor Barang Kena Pajak tertentu;
4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 50/KMK.04/2001, penerapan tarif 0% dipercepat
atas ekspor yang dilakukan oleh PET sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
548/KMK.04/1997 terhitung mulai tanggal 1 Februari 2001 dinyatakan tidak berlaku lagi.
4. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan
atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai disebutkan bahwa atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang
bersifat strategis yang berupa bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
Peternakan, penangkaran, atau perikanan dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
5. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat kami jelaskan bahwa :
5.1. Fasilitas penerapan tarif 0% dipercepat atas ekspor yang dilakukan oleh Perusahaan
Eksportir Tertentu (PET) dicabut karena tidak sesuai dengan Undang-undang PPN. Fasilitas
perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai harus berpedoman kepada Pasal 16B Undang-
undang PPN.
5.2. Mengingat kapas bukan termasuk kriteria Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan PPN, maka atas impor serat kapas yang
dilakukan oleh industri TPT (industri benang) Nasional tetap terutang PPN.
5.3. Pajak Pertambahan Nilai atas impor kapas dapat diperhitungkan dengan Pajak Keluaran yang
dipungut atas penjualan produk lanjutan sehingga tidak menambah harga pokok barang
tersebut.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMO