DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
6 Nopember 1995
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 136/PJ.41/1995
TENTANG
PENEGASAN PELAKSANAAN PUNGUTAN PPh PASAL 22 TERHADAP
LANGGANAN CENTRAL COLLECTION DARI PERTAMINA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 21 Agustus 1995, perihal tersebut pada pokok surat,
dengan ini diberi penegasan sebagai berikut :
1. Pelaksana tata cara pemungutan dan pelaporan PPh Pasal 22 oleh XYZ atas penjualan hasil
produksinya berupa premium, solar, pelumas, gas LPG dan minyak tanah serta Badan Usaha lainnya
selain XYZ atas penjualan premix kepada agen, penyalur dan dealer telah diatur dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-19/PJ.41/1995 tanggal 25 April 1995 dan SE-41/PJ.4/1995 tanggal
14 Agustus 1995.
2. Pelaksanaan tata cara pemungutan dan pelaporan PPh Pasal 22 oleh XYZ atas penjualan hasil
produksinya berupa premium, solar, pelumas, gas LPG dan minyak tanah kepada langganan Central
Collection dan ABC yang pembayarannya tidak didasarkan Cash Sale dilakukan sebagai berikut :
2.1. Penjualan produk XYZ kepada Central Collection.
Apabila setoran uang muka atau pembayaran kemudian dilakukan pada Kantor Pusat XYZ
sedangkan pengambilan/penyerahan produk dilaksanakan di Unit PPDN XYZ :
a. Besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut dan disetor atas penjualan produk XYZ
berupa premium, solar, pelumas, Gas LPG dan minyak tanah adalah
0,3% x harga penjualan;
b. Saat pemungutan PPh Pasal 22 adalah pada saat dilakukannya penyetoran uang
muka atau pembayaran kemudian;
c. Pada waktu langganan Central Collection membayar uang muka atau pembayaran
kemudian atas harga produk XYZ ke Kantor Pusat XYZ harus dilampiri dengan lembar
ke 1 asli fotocopy Surat Setoran Pajak (SSP) bentuk KP.PDIP.5.1-95 (contoh
terlampir) dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli dan SSP
lembar ke 3 dikirimkan ke Unit PPDN XYZ yang menerbitkan PNBP/DO;
d. Petugas Kantor Pusat XYZ yang ditunjuk agar membubuhkan cap stempel XYZ dan
paraf serta tanggal pada lembar ke 1 (asli) Surat Setoran Pajak untuk selanjutnya
dikembalikan kepada pembeli sedangkan fotocopy di simpan XYZ Pusat;
e. SSP lembar ke 3 yang diterima oleh Unit PPDN XYZ digunakan sebagai bahan untuk
pembuatan laporan bulanan yang harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) selambat-lambatnya dua puluh hari setelah akhir masa pajak dengan Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 22 bentuk KP.PPh 1.7/SPT-95 (contoh terlampir);
2.2. Penjualan produk XYZ kepada ABC yang pembayarannya dilakukan secara periodik oleh
Kantor Pusat ABC melalui transfer kepada masing-masing Unit PPDN XYZ :
a. Besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut dan disetor atas penjualan produk XYZ
berupa premium, solar, pelumas, gas LPG dan minyak tanah adalah
0,3% x jumlah harga penjualan;
b. Saat pemungutan PPh Pasal 22 adalah saat dilakukannya transfer pembayaran oleh
Kantor Pusat ABC kepada masing-masing Unit PPDN XYZ;
c. Kantor Pusat ABC mengirimkan asli lembar ke 1 dan ke 3 SSP yang menggunakan
NPWP masing-masing cabang ABC yang melakukan pembelian produk XYZ kepada
Unit PPDN XYZ bersangkutan bersamaan dengan transfer pembayaran;
d. SSP lembar ke 1 (asli) setelah dibubuhi stempel tanggal dan paraf petugas Unit
PPDN XYZ, diserahkan kepada PLN setempat sedangkan lembar ke 3 sebagai bahan
laporan bulanan pemungutan PPh Pasal 22 kepada KPP dengan menggunakan SPT
Masa PPh Pasal 22.
3. Besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh XYZ dan Badan Usaha lain selain XYZ atas
penyaluran produknya berupa premium, solar, minyak tanah, gas LPG, pelumas dan premix kepada
industri dan pembeli lainnya selain agen/dealer yaitu
3.1. Premium - 0,3% dari harga penjualan atau Rp 2.100,00/KL
3.2. Solar - 0,3% dari harga penjualan atau Rp 1.140,00/KL
3.3. Premix - 0,3% dari harga penjualan
3.4. Minyak tanah - 0,3% dari harga penjualan atau Rp 912,00/KL
3.5. Gas LPG - 0,3% dari harga penjualan atau Rp 2.250,00/KL
3.6. Pelumas - 0,3% dari harga penjualan
4. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka keterlambatan pelaporan PPh Pasal 22 oleh Unit PPDN XYZ
sejak masa Juni 1995 sampai dengan Oktober 1995 dipertimbangkan untuk tidak diterbitkan STP atas
sanksi berupa bunga dan denda atau penghapusan atas STP yang telah diterbitkan berdasarkan
Undang-undang No. 6 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.9 TAHUN 1994
tentang Ketentuan Umum dan tatacara Perpajakan.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
FUAD BAWAZIER