DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
9 Juni 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 460/PJ.52/2004
TENTANG
PEMUSATAN PELAPORAN PPN BAGI WAJIB PAJAK BUMN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan surat Saudara nomor : XXX tanggal 9 Februari 2004 hal tersebut pada pokok surat dengan ini
kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat Saudara tersebut disampaikan bahwa PT. ABC mengajukan hal-hal sebagai berikut:
a. PT. ABC mempunyai 40 cabang di seluruh Indonesia.
b. Setiap cabang menerbitkan faktur pajak minimal 100 lembar per hari kerja.
c. Sampai saat ini di daerah masih ada yang belum dicabut PKP nya dan belum menerima surat
penegasan PKP dan nomor seri faktur pajak standar yang baru.
d. Transaksi pembelian dan penjualan masih menggunakan NPWP dan nomor seri faktur pajak
standar cabang-cabang PT. ABC yang selanjutnya dibuatkan rekap yang akan dilampirkan
pada laporan SPT Masa PPN.
e. Dalam masa transisi pelaporan SPT Masa PPN yang dipusatkan, apabila terjadi kesalahan,
kekurangan dan kekeliruan mohon jangan dikenakan denda.
f. Nomor seri faktur pajak standar, mohon dapat diberikan kode tersendiri untuk masing-masing
daerah dari 40 cabang yang ada.
2. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 394/PJ./2003 tentang Tempat Terutangnya Pajak
Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Dikukuhkan Di kantor Pelayanan Pajak yang Mengelola Wajib Pajak
Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-73/PJ./2004, diatur:
a. Pasal 1 Ayat (1), bahwa Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak yang
mengelola Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dan atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak, wajib
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak yang mengelola Wajib
Pajak Badan Usaha Milik Negara.
b. Pasal 1 ayat (2), bahwa dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1)
mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha, tempat terutangnya pajak untuk seluruh
tempat kegiatan usaha tersebut ditetapkan hanya di tempat Pengusaha Kena Pajak
dikukuhkan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang mengelola Wajib Pajak Badan Usaha Milik
Negara.
c. Pasal 2 ayat (2), bahwa dalam setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) wajib
menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Kode Seri
Faktur Pajak yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang mengelola Wajib Pajak Badan
Usaha Milik Negara.
3. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-73/PJ./2004 tentang Perubahan atas Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-394/PJ./2003 diatur:
a. Pasal 1 A ayat (1), bahwa dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
adalah Pengusaha Kena Pajak yang:
1. Melaksanakan proyek atau tender dari Pemerintah Daerah atau panitia pemberi
proyek atau tender di daerah tertentu yang mengharuskan PKP peserta proyek atau
tender dikukuhkan sebagai PKP di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) lokasi tempat
kegiatan usaha; atau
2. Mempunyai lebih dari 200 (dua ratus) tempat kegiatan usaha yaitu tempat melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dalam ketentuan ini
termasuk antara lain cabang, lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan
sejenisnya termasuk distrik, dan tidak memiliki Sistim Informasi Akuntansi yang
terhubung antara pusat dengan cabang maupun antar cabang (on-line).
b. Pasal 2 A ayat (1), bahwa dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak telah dilakukan tetapi PKP yang dipusatkan belum menerbitkan Faktur Pajak dan
terlanjur melakukan pemusatan tempat PPN terutang maka PKP tempat pemusatan wajib
menerbitkan Faktur Pajak tersebut dengan menggunakan NPWP dan Kode Seri Faktur Pajak
yang diberikan oleh KPP BUMN sesuai dengan ketentuan penerbitan Faktur Pajak yang berlaku.
c. Pasal 2 A ayat (2), bahwa dalam hal Faktur Pajak Masukan masih menggunakan identitas
cabang, maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut masih dapat dikreditkan
dengan Pajak Keluaran di tempat terutangnya pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (2) sesuai dengan ketentuan pengkreditan Pajak Masukan yang berlaku.
d. Pasal 3 A ayat (1), bahwa apabila pengukuhan PKP tempat kegiatan usaha yang akan
dipusatkan telah dicabut di KPP selain KPP BUMN tetapi PKP tersebut belum melaporkan
seluruh kegiatan usahanya secara terpusat untuk Masa Pajak Januari 2004 sampai dengan
Agustus 2004 di KPP BUMN, maka PKP tempat pemusatan wajib menyampaikan atau
melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN Januari 2004 sampai dengan
Agustus 2004 sesuai dengan ketentuan yang berlaku ke KPP BUMN dengan menggabungkan
kegiatan usaha seluruh cabang yang pengukuhannya telah dicabut.
e. Pasal 3 A ayat (2), bahwa PKP yang tidak menyampaikan atau tidak melakukan pembetulan
SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku.
f. Pasal 3 A ayat (3), bahwa PKP yang akan melakukan pemusatan tempat PPN terutang, tetapi
pengukuhannya di KPP selain KPP BUMN belum dicabut, tidak wajib melaporkan kegiatan
usaha ke KPP BUMN dengan syarat:
1. masih menyampaikan SPT Masa PPN di KPP selain KPP BUMN;
2. menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada kepala KPP BUMN bahwa telah
menyampaikan SPT Masa PPN di KPP selain KPP BUMN.
g. Pasal 3 A ayat (4), bahwa PKP yang belum melaksanakan pemusatan tempat PPN terutang di
KPP BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), dan bukan merupakan PKP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 A wajib melaksanakan pemusatan tempat PPN terutang
paling lambat tanggal 31 Agustus 2004.
h. Pasal 3 A ayat (5), bahwa PKP yang tidak melaksanakan pemusatan setelah tanggal
31 Agustus 2004 sebagaimana ketentuan dalam ayat (4) dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku.
4. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ./2004 tentang Tata Cara Penggunaan
Faktur Pajak Lama Oleh Pengusaha Kena Pajak Yang Dikukuhkan Di Kantor Pelayanan Pajak Badan
Usaha Milik Negara diatur:
a. Angka 1 huruf a, bahwa yang dimaksud dengan Faktur Pajak Lama adalah Faktur Pajak yang
telah dicetak dan belum digunakan pada saat Wajib Pajak dikukuhkan sebagai PKP pada KPP
BUMN dengan menggunakan NPWP dan Kode Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh KPP
tempat PKP BUMN dikukuhkan sebelumnya.
b. Angka 1 huruf b, bahwa yang dimaksud dengan Faktur Pajak Baru adalah Faktur Pajak yang
diterbitkan oleh Wajib Pajak yang dikukuhkan sebagai PKP pada KPP BUMN dengan
menggunakan NPWP dan Kode Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh KPP BUMN.
c. Angka 2, bahwa PKP yang dipusatkan di KPP BUMN masih dapat menggunakan Faktur Pajak
Lama sampai dengan tanggal pencabutan sebagai PKP oleh KPP lokasi tempat PKP dikukuhkan
sebelumnya. PKP dimaksud wajib melaporkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Lama yang
belum digunakan kepada PKP tempat pemusatan, yaitu PKP yang dikukuhkan di KPP BUMN.
d. Angka 3, selanjutnya PKP tempat pemusatan merekapitulasi laporan sebagaimana dimaksud
dalam butir 2 dan menyampaikannya secara tertulis ke KPP BUMN, paling lambat tanggal 31
September 2004.
e. Angka 4, dalam hal PKP telah terdaftar di KPP BUMN dan atau telah dicabut pengukuhannya
sebagai PKP oleh KPP lokasi tempat PKP dikukuhkan sebelumnya tetapi belum dapat
menggunakan Faktur Pajak Baru atau Nomor Seri Faktur Pajak yang baru, PKP dapat
melanjutkan penggunaan Faktur Pajak Lama atau Nomor Seri Faktur Pajak yang lama sampai
dengan tanggal 31 Desember 2004 dengan cara sebagai berikut:
1. penggunaan Faktur Pajak Lama dilakukan dengan syarat wajib mencantumkan Kode
KPP BUMN.
2. pencantuman Kode KPP BUMN pada NPWP untuk Faktur Pajak Lama dilakukan dengan
cara diketik sedemikian rupa di bawah kode KPP tempat PKP terdaftar sebelumnya
tanpa coretan atau koreksi apapun yang dapat mengakibatkan Faktur Pajak menjadi
cacat sehingga tidak dapat dikreditkan oleh pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak.
f. Angka 5, dalam hal masih terdapat Faktur Pajak Lama yang belum digunakan pada tanggal
31 Desember 2004, Faktur Pajak Lama yang masih tersisa tersebut harus dimusnahkan serta
dibuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani PKP lokasi tempat kegiatan usaha yang
dipusatkan dan dilaporkan secara tertulis ke KPP BUMN paling lambat tanggal 31 Januari 2005.
5. Berdasarkan ketentuan pada angka 2 dan angka 3 di atas dan memperhatikan isi surat Saudara pada
angka 1, dengan ini ditegaskan bahwa:
a. PT. ABC harus melaksanakan pemusatan tempat PPN terutang di KPP BUMN paling lambat
tanggal 31 Agustus 2004, sedangkan untuk cabang PT. ABC di daerah yang belum dicabut
PKP nya tidak wajib melaporkan kegiatan usaha ke KPP BUMN dengan syarat sebagaimana
angka 3 butir f.
b. PT. ABC cabang masih dapat menggunakan Faktur Pajak Lama yang masih menggunakan
NPWP dan Kode Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh KPP lokasi cabang sampai dengan
tanggal pencabutan PKP oleh KPP lokasi tempat PKP dikukuhkan sebelumnya dan PT. ABC
wajib melaporkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Lama yang belum digunakan kepada
PT. ABC yang dikukuhkan di KPP BUMN yang selanjutnya akan merekapitulasi laporan
tersebut ke KPP BUMN paling lambat tanggal 31 September 2004. Dalam hal PT. ABC belum
dapat menggunakan Faktur Pajak Baru, PT. ABC dapat melanjutkan penggunaan Faktur Pajak
Lama dengan cara sebagaimana diatur dalam angka 4 butir e dan f.
c. Atas pelaporan SPT Masa PPN yang dipusatkan apabila terjadi kesalahan harus dilakukan
pembetulan SPT Masa PPN. Sanksi tetap diberlakukan apabila PKP tidak melakukan
pembetulan SPT Masa PPN.
d. Karena PT. ABC melakukan pemusatan di KPP BUMN maka Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
yang baru akan diberikan oleh KPP tempat PT. ABC melakukan pemusatan yaitu oleh KPP
BUMN untuk semua cabang PT. ABC yang dipusatkan.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PPN DAN PTLL
ttd
A. SJARIFUDDIN ALSAH