DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
13 April 1999
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 98/PJ.322/1999
TENTANG
PERMOHONAN PEMBEBASAN PAJAK ATAS IMPOR BAN BUKAN BARU
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 5 Februari 1999, perihal seperti tersebut pada pokok
surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat Saudara dijelaskan bahwa Saudara telah mendapat persetujuan dari Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 29/MPP/1/1999 tanggal 11 Januari 1999, untuk mengimpor
ban bukan baru dari Eropa dan Asia. Selanjutnya Saudara mohon dapat diberikan pembebasan pajak-
pajak impor, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan.
2. Pajak Pertambahan Nilai.
2.1. Sesuai ketentuan Pasal 4 huruf b Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPn Barang
dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun
1994, PPN dikenakan atas impor Barang Kena Pajak.
Selanjutnya dalam penjelasannya, antara lain dijelaskan bahwa berbeda dengan penyerahan
Barang Kena Pajak maka siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah
Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.
2.2. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka atas impor ban bukan baru tersebut tetap
terutang PPN.
3. Pajak Penghasilan.
3.1. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994, yang menjadi subjek pajak adalah badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi,
yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, dan bentuk badan usaha
lainnya.
3.2. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, antara lain
diatur bahwa yang tidak termasuk sebagai objek pajak adalah :
- bantuan atau sumbangan sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
- penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
pemerintah.
- dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, badan
usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia".
3.3. Sesuai dengan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 47 TAHUN 1994 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, dan
penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-21/PJ.4/1995 disebutkan
bahwa Wajib Pajak yang dapat menunjukkan dalam suatu tahun pajak tidak akan terutang
Pajak Penghasilan dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau
pemungutan pajak oleh pihak lain.
3.4. Sesuai Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
450/KMK.04/1997 tanggal 26 Agustus 1997 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan
Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya,
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 549/KMK.04/1997
tanggal 3 Nopember 1997, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, yaitu :
a. impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
b. impor barang yang dibebaskan dari bea masuk :
1) barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas
di Indonesia berdasarkan azas timbal balik;
2) barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang
bertugas di Indonesia yang dinyatakan sebagai bukan Subjek Pajak
Penghasilan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan;
3) buku ilmu pengetahuan;
4) barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau
kebudayaan;
5) barang untuk keperluan museum, kebun binatang dan tempat lain semacam
itu yang terbuka untuk umum;
6) barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
7) barang untuk keperluan khusus kaum tua netra dan penyandang cacat
lainnya;
8) persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang
yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
9) barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
10) barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
11) peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
12) barang pindahan;
13) barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas nilai pabean dan atau jumlah tertentu.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan dengan
Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
3.5. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
a. ORGANDA DKI Jakarta merupakan subjek pajak badan yang mempunyai kewajiban
perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan demikian atas imbalan atau
penghasilan yang diterima ORGANDA DKI Jakarta terutang Pajak Penghasilan, kecuali
apabila imbalan atau penghasilan tersebut bukan merupakan objek Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam butir 3.2. tersebut di atas.
b. Atas impor ban bukan baru tersebut tetap dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 impor,
kecuali impor tersebut termasuk dalam pengecualian sebagaimana dijelaskan dalam
butir 3.4. di atas.
c. Dalam hal ORGANDA DKI Jakarta dapat menunjukkan bahwa dalam suatu tahun
pajak tidak terutang Pajak Penghasilan, dapat mengajukan permohonan pembebasan
pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain (PPh Pasal 22 impor) kepada
Kantor Pelayanan Pajak tempat ORGANDA DKI Jakarta terdaftar sebagai Wajib Pajak,
untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL
ttd
A. ANSHARI RITONGA