DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 2 Oktober 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1022/PJ.51/2002 TENTANG PPN DAN PPN BM ATAS IMPOR KENDARAAN BERMOTOR DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Gubernur Sulawesi Utara Nomor XXX tanggal 15 Agustus 2002 hal Permohonan Fasilitas Pembebasan/Keringanan Khusus atas Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Barang Mewah dan Nomor XXX tanggal 2 September 2002 hal Permohonan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Atas Impor Kendaraan Bermotor kepada Menteri Keuangan yang tembusannya disampaikan kepada kami, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut disampaikan bahwa: a. Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara bermaksud mengadakan peremajaan kendaraan di Lingkungan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Utara. b. Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara telah menunjuk PT. XYZ di Jakarta untuk menangani impor kendaraan dalam kendaraan baru dari Korea Selatan, sebanyak 1.125 (seribu seratus dua puluh lima) unit yang terdiri dari mini bus/MPV (Carens, Sedona, dan Pregio), SUV (Sportage Wagon 4X4), dan sedan (Spectra Wings, Rio II RS, Spectra LS, dan Optima) yang akan diperuntukkan untuk kendaraan dinas para pejabat Pemerintah Propinsi dan Kabupaten /Kota di Sulawesi Utara dan kendaraan umum (taksi). c. Atas impor kendaraan tersebut dimohon untuk dapat diberikan fasilitas pembebasan PPN dan PPn BM. 2. Pasal 4 huruf b Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, mengatur antara lain, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak. Memori penjelasannya menjelaskan bahwa siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 TAHUN 2002 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 Tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 140/KMK.03/2002 beserta ralatnya tertanggal 30 April 2002 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-586/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Kendaraan Bermotor dan Tatacara Pemberian Serta Penatausahaan Pembebasan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor atau Penyerahan Kendaraan Bermotor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 218/PJ./2002, mengatur antara lain: a. PPn BM dikenakan atas: (1) Impor kendaraan dalam bentuk Completely Built Up (CBU) berupa kendaraan angkutan orang, kendaraan khusus dan kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 CC; (2) Penyerahan kendaraan bermotor hasil perakitan di dalam Daerah Pabean berupa kendaraan angkutan orang, kendaraan khusus dan kendaraan beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 CC; (3) Penyerahan kendaraan bermotor berupa kendaraan angkutan orang hasil pengubahan dari kendaraan sasis atau kendaraan angkutan barang. b. PPn BM tidak dikenakan atas: (1) Impor atau penyerahan kendaraan Completely Knocked Down (CKD); (2) Impor atau penyerahan kendaraan sasis; (3) Impor atau penyerahan kendaraan angkutan barang; (4) Impor atau penyerahan kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 250 CC. c. PPn BM dibebaskan atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor berupa: (1) Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum; (2) Semua jenis kendaraan bermotor untuk tujuan protokoler kenegaraan, sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD; (3) Semua jenis kendaraan bermotor angkutan lebih dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, yang digunakan untuk kegiatan dinas TNI/POLRI sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD; (4) Semua jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI/POLRI sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD. d. Kendaraan angkutan barang adalah kendaraan bermotor dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau kendaraan bak tertutup, dengan jumlah penumpang tidak lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan barang, baik yang disediakan untuk umum maupun pribadi. e. Kendaraan angkutan umum adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran selain dengan cara persewaan, baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, sepanjang menggunakan plat dasar polisi dengan warna kuning. f. Kendaraan protokoler kenegaraan adalah semua jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan rombongan kepresidenan atau yang digunakan berkenaan dengan penyambutan tamu-tamu kenegaraan, tidak termasuk kendaraan bermotor yang digunakan oleh pejabat atau karyawannya. g. Untuk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPn BM atas impor atau perolehan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf c, TNI atau POLRI atau Orang atau Badan atau Pengusaha Angkutan Umum atau pihak lain yang melakukan impor tersebut wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas PPn BM yang dikeluarkan Direktur Jenderal Pajak. h. Permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (SKB PPn BM) diajukan oleh importir kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat importir terdaftar atau pembeli kendaraan bermotor terdaftar (berdomisili), dengan dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut: (1) Fotokopi kartu NPWP; (2) Perjanjian jual-beli kendaraan bermotor angkutan umum yang memuat keterangan keterangan antara lain: (a) Nama penjual; (b) Nama pembeli; (c) Jenis dan spesifikasi kendaraan yang dibeli. (3) Ijin Usaha dan Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang (untuk kendaraan angkutan umum selain taksi) atau Persetujuan (Ijin) Prinsip yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Setempat (untuk taksi). (4) Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan diubah penggunaannya dan apabila ternyata diubah, bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (5) Khusus untuk impor kendaraan bermotor, dilengkapi dengan dokumen impor berupa: (a) Invoice; (b) Dokumen Kontrak Pembelian yang bersangkutan atau dokumen yang dapat dipersamakan; (c) Dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit (L/C) atau bukti transfer atau bukti lainnya yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. 4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa: a. Atas impor kendaraan sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf b tidak dapat diberikan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai. b. Atas impor kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan angkutan umum (taksi) dapat dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah melalui mekanisme SKB PPn BM, dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat. c. Atas impor kendaraan yang digunakan untuk tugas-tugas lapangan para pejabat tinggi negara, para menteri, para dirjen, gubernur, wakil gubernur, bupati/walikota, dan para pejabat lainnya terutang PPn BM. Bersama ini, kami lampirkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-873/PJ.51/2002 tanggal 23 Agustus 2002 hal PPN dan PPn BM atas Impor Kendaraan Bermotor yang kami tujukan kepada Menteri Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL, ttd HADI POERNOMO