DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 14 Juli 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 562/PJ.51/2004 TENTANG PERLAKUAN PPN ATAS KEGIATAN CONSIGMENT STOCK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor : XXX tanggal 6 Februari 2004, hal Permohonan Penegasan Perlakuan Pajak atas Kegiatan Consigment Stock, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa : a. PT ABC (NPWP XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX) yang merupakan anak perusahaan PT ABC (PT ABC, berkedudukan di Jerman) akan melakukan kegiatan consigment stock dalam waktu dekat. b. Kegiatan Consigment Stock adalah - XYZ yang berdomisili di Jerman menyimpan produknya di gudang PT ABC. - Produk tersebut merupakan bahan baku yang hanya akan digunakan untuk produksi PT ABC. Pajak-pajak dan Bea Masuk atas impor produk (bahan baku) dari XYZ ke gudang PT ABC menjadi tanggungan PT ABC. - PT ABC juga bertanggung jawab atas manajemen (stock management) produk tersebut. - Sebelum bahan baku digunakan untuk proses produksi, bahan baku yang berada di gudang PT ABC tersebut masih berstatus milik XYZ. - Kepemilikan beralih pada saat bahan baku tersebut digunakan dalam proses produksi. - XYZ menerbitkan invoice berdasarkan aktual pemakaian bahan baku yang digunakan untuk produksi. Namun bila bahan baku belum terpakai sampai melebihi 90 hari, maka XYZ tetap akan menerbitkan invoice atas bahan baku tersebut dan PT ABC harus membayarnya. c. Saudara mohon penegasan apakah PPN yang dibayar pada waktu impor dapat dikreditkan sekaligus tanpa mempertimbangkan jumlah bahan baku aktual yang dipergunakan dalam proses produksi. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, diatur antara lain : a. Pasal 1 angka 24 Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. b. Pasal 9 ayat (2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. Dalam memori penjelasannya dijelaskan bahwa pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai dan berhak menerima bukti pungutan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli Barang Kena Pajak, atau penerima Jasa Kena Pajak, atau pengimpor Barang Kena Pajak, atau pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berstatus Pengusaha Kena Pajak. Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut di atas oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama. d. Pasal 9 ayat (2a) Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. Dalam memori penjelasannya dijelaskan bahwa dalam hal Pengusaha Kena Pajak belum berproduksi, atau belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak sehingga Pajak Keluarannya belum ada (nihil), maka Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud, atau impor Barang Kena Pajak tetap dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (2), kecuali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8). e. Pasal 9 ayat (8) Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk : a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); g. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan menggunakan ketetapan pajak; i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 3. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa: a. PPN yang dibayar atas impor produk (bahan baku) dalam kegiatan consigment stock sebagaimana dimaksud dalam butir 1 merupakan Pajak Masukan PT. ABC. b. Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan sekaligus tanpa memperhitungkan jumlah bahan baku aktual yang dipergunakan dalam proses produksi, sepanjang bukan merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 2 huruf e. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR PPN DAN PTLL, ttd A. SJARIFUDDIN ALSAH