UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 11 TAHUN 1995

                               TENTANG

                                 CUKAI

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.      bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam 
    kehidupan nasional, khususnya di bidang perekonomian;
b.      bahwa peraturan perundang-undangan cukai yang selama ini dipergunakan sebagai dasar pemungutan 
    cukai, sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan perekonomian nasional;
c.      bahwa dasar hukum pemungutan cukai yang berlaku selama ini, terdiri dari beberapa ordonansi yang 
    memberi perlakuan berbeda-beda dalam pengenaan cukainya, sehingga kurang mencerminkan asas 
    keadilan dan belum dapat memanfaatkan potensi objek cukai yang ada secara optimal serta kurang 
    memperhatikan aspek perlindungan masyarakat;
d.      bahwa oleh karena itu perlu dibentuk undang-undang tentang cukai yang berorientasi pada 
    pembangunan nasional serta berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Mengingat :

1.      Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2), Undang-Undang Dasar 1945;
2.      Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);

                      Dengan Persetujuan
              DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG KEPABEANAN.



                        BAB I
                      KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.      Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai 
    sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
2.      Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian 
    daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan Barang Kena Cukai dan/atau untuk mengemas 
    Barang Kena Cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
3.      Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan Pabrik.
4.      Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian 
    dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai berupa etil alkohol yang masih 
    terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual atau diekspor.
5.      Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan.
6.      Tempat Penjualan Eceran adalah tempat untuk menjual secara eceran Barang Kena Cukai kepada 
    konsumen akhir.
7.      Dokumen cukai adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang ini, 
    dalam bentuk formulir atau  melalui media elektronik.
8.      Orang adalah badan hukum atau orang pribadi.
9.      Kantor adalah Kantor Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
10.     Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen 
    Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
11.     Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
12.     Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
13.     Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan 
    tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini.
14.     Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan 
    dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan dan 
    pengeluarannya.
15.     Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan 
    tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang 
    untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
16.     Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang 
    udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di 
    dalamnya berlaku Undang-undang tentang Kepabeanan.


                        Pasal 2

(1)     Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dikenai cukai 
    berdasarkan Undang-undang ini.
(2)     Barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai Barang Kena Cukai.


                        Pasal 3

(1)     Pengenaan cukai mulai berlaku untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada saat selesai 
    dibuat dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor pada saat pemasukannya ke dalam Daerah Pabean 
    sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang Kepabeanan.
(2)     Tanggung jawab cukai untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia berada pada Pengusaha 
    Pajak atau Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor berada pada 
    Importir atau pihak-pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.
(3)     Pemenuhan ketentuan dalam Undang-undang ini dilakukan dengan menggunakan dokumen cukai dan/
    atau dokumen pelengkap cukai.


                        BAB II
                  BARANG KENA CUKAI, TARIF CUKAI,
                       DAN HARGA DASAR

                          Bagian Pertama
                      Barang Kena Cukai

                        Pasal 4

(1)     Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari :
    a.      etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses 
        pembuatannya;
    b.      minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak 
        mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang 
        mengandung etil alkohol;
    c.      hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil 
        pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan 
        pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
(2)     Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai diatur lebih lanjut dengan Peraturan 
    Pemerintah.


                            Bagian Kedua
                             Tarif Cukai

                        Pasal 5

(1)     Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya:
    a.      dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah 
        Harga Jual Pabrik; atau
    b.      lima puluh lima persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga 
        Jual Eceran.
(2)     Barang Kena Cukai yang diimpor dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya:
    a.      dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah 
        Nilai Pabean ditambah Bea Masuk; atau
    b.      lima puluh lima persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga 
        Jual Eceran.
(3)     Tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dari persentase harga 
    dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan Barang Kena Cukai atau sebaliknya atau 
    penggabungan dari keduanya.
(4)     Ketentuan tentang besarnya tarif cukai untuk setiap jenis Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud 
    pada ayat (1) dan ayat (2), serta perubahan tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur 
    lebih lanjut oleh Menteri.


                            Bagian Ketiga
                             Harga Dasar

                        Pasal 6

(1)     Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di 
    Indonesia adalah Harga Jual Pabrik atau Harga Jual Eceran.
(2)     Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor adalah 
    Nilai Pabean ditambah Bea Masuk atau Harga Jual Eceran.
(3)     Ketentuan tentang penetapan Harga Dasar diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                              BAB III
                        PELUNASAN DAN FASILITAS

                        Bagian Pertama
                        Pelunasan Cukai

                        Pasal 7

(1)     Cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran Barang Kena 
    Cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
(2)     Cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor dilunasi pada saat Barang Kena Cukai diimpor untuk 
    dipakai.
(3)     Pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan cara :
    a.      pembayaran; atau
    b.      pelekatan pita cukai.
(4)     Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disediakan oleh Menteri.
(5)     Dalam hal pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai, cukai dianggap tidak dilunasi apabila 
    pelekatan pita cukai tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(6)     Pengusaha Pabrik atau Importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dapat 
    diberi penundaan pembayaran cukai atas pemesanan pita cukai selama-lamanya tiga bulan sejak 
    dilakukan pemesanan pita cukai.
(7)     Pengusaha Pabrik atau Importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang tidak 
    melunasi uang cukai sampai dengan jangka waktu penundaan berakhir, selain harus melunasi utang 
    cukai dimaksud juga dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar sepuluh persen setiap bulan 
    dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(8)     Ketentuan tentang pelunasan cukai diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                           Bagian Kedua
                               Fasilitas

                             Paragraf 1
                    Tidak dipungut Cukai

                        Pasal 8

(1)     Cukai tidak dipungut atas Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) 
    terhadap :
    a.      tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas 
        untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas 
        tradisional yang lazim dipergunakan, apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau 
        ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim 
        dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan/atau pada kemasannya ataupun 
        tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu;
    b.      minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh 
        rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak 
        dikemas untuk penjualan eceran.
(2)     Cukai juga tidak dipungut atas Barang Kena Cukai apabila:
    a.      diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean;
    b.      diekspor;
    c.      dimasukkan ke dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan;
    d.      digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir 
        yang merupakan Barang Kena Cukai;
    e.      telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik, Tempat Penyimpanan atau sebelum 
        diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
(3)     Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap orang yang melanggar 
    ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi 
    administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai 
    yang seharusnya dibayar.
(4)     Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                             Paragraf 2
                      Pembebasan Cukai

                        Pasal 9

(1)     Pembebasan cukai dapat diberikan atas Barang Kena Cukai :
    a.      yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil 
        akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai;
    b.      untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
    c.      untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia 
        berdasarkan asas timbal balik;
    d.      untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi 
        internasional di Indonesia;
    e.      yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar 
        negeri dalam jumlah yang ditentukan;
    f.      yang dipergunakan untuk tujuan sosial;
    g.      yang dimasukkan ke dalam Tempat Penimbunan Berikat.
(2)     Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas Barang Kena Cukai tertentu yaitu:
    a.      etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum;
    b.      minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau, yang dikonsumsi oleh 
        penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean.
(3)     Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap orang yang melanggar 
    ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai 
    sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai 
    cukai yang seharusnya dibayar.
(4)     Ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih 
    lanjut oleh Menteri.


                         BAB IV
                     PENAGIHAN, PENGEMBALIAN, DAN KEDALUWARSA

                           Bagian Pertama
                               Penagihan

                        Pasal 10

(1)     Direktur Jenderal melakukan penagihan terhadap :
    a.      utang cukai yang tidak dilunasi pada waktunya;
    b.      kekurangan cukai karena kesalahan perhitungan dalam dokumen pemberitahuan atau 
        pemesanan pita cukai;
    c.      denda administrasi.
(2)     Cukai dan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi selambat-lambatnya 
    dalam waktu empat belas hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan.
(3)     Ketentuan tentang tata cara penagihan diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 11

(1)     Tagihan negara berdasarkan undang-undang ini mempunyai hak mendahulu atas segala tagihan 
    terhadap harta yang berutang.
(2)     Hal mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap :
    a.      biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu 
        barang bergerak ataupun tidak bergerak;
    b.      biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;
    c.      biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
(3)     Hak mendahului sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak 
    dikeluarkannya Surat Tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan 
    pembayaran.
(4)     Apabila diberikan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jangka waktu dua 
    tahun itu harus ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran.


                             Bagian Kedua
                             Pengembalian

                        Pasal 12

(1)     Pengembalian cukai yang telah dibayar diberikan dalam hal :
    a.      terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan-kesalahan;
    b.      Barang Kena Cukai diekspor;
    c.      Barang Kena Cukai dimasukkan kembali ke Pabrik untuk dimusnahkan atau diolah kembali;
    d.      Barang Kena Cukai mendapatkan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
    e.      pita cukai yang telah diterima dan belum dilekatkan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir 
        Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dikembalikan 
        karena pita cukai tersebut rusak atau tidak dipakai atau Barang Kena Cukai yang telah 
        dilekati pita cukai tidak jadi diimpor;
    f.      terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat putusan lembaga banding sebagaimana 
        dimaksud dalam Pasal 44.
(2)     Pengembalian cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya tiga puluh 
    hari sejak ditetapkannya kelebihan pembayaran.
(3)     Apabila pengembalian dilakukan setelah jangka waktu tiga puluh hari sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (2), Pemerintah memberikan bunga dua persen sebulan, dihitung setelah jangka waktu tersebut 
    berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian.
(4)     Ketentuan tentang pengembalian cukai diatur lebih lanjut  oleh Menteri.


                            Bagian Ketiga
                             Kedaluwarsa

                        Pasal 13

(1)     Hak menagih utang berdasarkan undang-undang ini menjadi kedaluwarsa setelah sepuluh tahun sejak 
    timbulnya kewajiban membayar.
(2)     Masa kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan dalam hal ada 
    pengakuan utang.


                         BAB V
                             PERIZINAN

                        Pasal 14

(1)     Untuk menjalankan usaha sebagai :
    a.      Pengusaha Pabrik; atau
    b.      Pengusaha Tempat Penyimpanan; atau
    c.      Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu; atau
    d.      Importir Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, 
        masing-masing wajib memiliki izin dari Menteri.
(2)     Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
    a.      badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di Indonesia; atau
    b.      badan hukum atau orang pribadi yang secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi
        yang berkedudukan di luar Indonesia.
(3)     Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah orang pribadi, apabila 
    yang bersangkutan meninggal dunia, izin dapat dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal 
    meninggal yang bersangkutan oleh ahli waris atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu 
    tersebut, izin wajib diperbaharui.
(4)     Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut dalam hal :
    a.      atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan;
    b.      tidak dilakukan kegiatan selama satu tahun;
    c.      persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi;
    d.      pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang 
        berkedudukan di luar Indonesia;
    e.      pemegang izin dinyatakan pailit;
    f.      tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
    g.      pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan 
        hukum tetap karena melanggar ketentuan Undang-undang ini;
    h.      pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30.
(5)     Dalam hal izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut, terhadap Barang Kena Cukai yang belum 
    dilunasi cukainya yang masih berada di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus dilunasi 
    cukainya dan dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dalam waktu tiga puluh hari sejak 
    diterimanya surat keputusan pencabutan izin.
(6)     Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku untuk pengusaha Tempat Penjualan 
    Eceran Barang Kena Cukai tertentu.
(7)     Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjalankan usaha Pabrik, 
    Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu, atau mengimpor Barang 
    Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dikenai sanksi administrasi 
    berupa denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(8)     Ketentuan tentang pemberian izin dan pencabutan izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


                        Pasal 15

(1)     Pembuatan Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau dapat diizinkan dilakukan di luar Pabrik dan 
    merupakan tanggung jawab Pengusaha Pabrik yang bersangkutan.
(2)     Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        BAB VI
                     PENCATATAN DAN PENCACAHAN

                          Bagian Pertama
                              Pencatatan

                        Pasal 16

(1)     Pengusaha Pabrik wajib :
    a.      mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena Cukai yang dibuat di Pabrik, 
        dimasukkan ke Pabrik atau dikeluarkan dari Pabrik;
    b.      memberitahukan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang Barang Kena Cukai yang 
        selesai dibuat.
(2)     Pengusaha Tempat Penyimpanan wajib mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena 
    Cukai yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan.
(3)     Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan 
    Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar satu kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai 
    yang tidak dicatat.
(4)     Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, 
    dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar satu kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai yang 
    tidak diberitahukan.
(5)     Ketentuan tentang Buku Persediaan dan pemberitahuan Barang Kena Cukai yang selesai dibuat 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 17

(1)     Pejabat Bea dan Cukai wajib menyelenggarakan Buku Rekening Barang Kena Cukai untuk setiap 
    Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan mengenai Barang Kena Cukai tertentu yang 
    masih terutang cukai dan berada di Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
(2)     Pejabat Bea dan Cukai mencatat Barang Kena Cukai yang masih terutang cukai sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dan Pasal 25 ayat (1) atau ayat (3) ke dalam Buku 
    Rekening Barang Kena Cukai.
(3)     Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan bertanggung jawab atas utang cukai dari 
    Barang Kena Cukai yang ada menurut Buku Rekening Barang Kena Cukai.


                        Pasal 18

(1)     Buku Rekening Barang Kena Cukai ditutup pada setiap akhir tahun takwim.
(2)     Buku Rekening Barang Kena Cukai juga ditutup setelah dilakukan pencacahan atau atas permintaan 
    Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan.
(3)     Ketentuan tentang Buku Rekening Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat 
    (2), serta dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 19

(1)     Pejabat Bea dan Cukai wajib menyelenggarakan Buku Rekening Kredit untuk setiap Pengusaha Pabrik 
    atau Importir mengenai cukai yang mendapatkan penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
    ayat (6) dan pelunasan atau penyelesaiannya.
(2)     Ketentuan tentang Buku Rekening Kredit diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                            Bagian Kedua
                             Pencacahan

                        Pasal 20

(1)     Barang Kena Cukai tertentu yang ada dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan setiap waktu dapat 
    dicacah oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(2)     Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan wajib menunjukkan semua Barang Kena 
    Cukai yang ada di dalam tempat yang dimaksud pada ayat (1), serta menyediakan tenaga dan 
    peralatan untuk keperluan pencacahan.
(3)     Ketentuan tentang pencacahan diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 21

(1)     Dalam hal jumlah hasil pencacahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 kedapatan lebih kecil 
    daripada jumlah yang tercantum dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai, kepada Pengusaha Pabrik 
    atau Pengusaha Tempat Penyimpanan diberikan potongan setinggi-tingginya sepuluh persen dari 
    jumlah Barang Kena Cukai yang dihasilkan atau dimasukkan sejak pencacahan terakhir.
(2)     Potongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikurangkan dari selisih antara hasil pencacahan
    dengan Buku Rekening Barang Kena Cukai, dan sisanya merupakan kekurangan yang cukainya harus 
    dilunasi oleh Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dalam waktu tiga puluh hari 
    setelah tanggal penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai.
(3)     Ketentuan tentang jenis Barang Kena Cukai yang dapat diberikan potongan dan besarnya potongan 
    diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 22

Potongan tidak diberikan apabila jumlah hasil pencacahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 kedapatan 
sama atau lebih besar daripada jumlah sediaan yang tercantum dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai.


                        Pasal 23

(1)     Kekurangan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) diberikan 
    kelonggaran yang besarnya tidak melebihi satu persen dari jumlah Barang Kena Cukai yang 
    seharusnya ada menurut Buku Rekening Barang Kena Cukai.
(2)     Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang di dalam Pabrik atau Tempat 
    Penyimpanannya kedapatan kekurangan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 
    ayat (2) atau kelebihan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang melebihi 
    kelonggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa 
    denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai dari Barang Kena 
    Cukai yang kedapatan kurang atau lebih.


                        BAB VII
                            PENIMBUNAN

                        Pasal 24

(1)     Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya dapat ditimbun dalam Tempat Penimbunan 
    Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang 
    Kepabeanan.
(2)     Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan 
    penolong dapat ditimbun dalam Pabrik.
(3)     Ketentuan tentang penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut 
    oleh Menteri.


                         BAB VIII
                    PEMASUKAN, PENGELUARAN,
                     PENGANGKUTAN, DAN PERDAGANGAN
    
                            Bagian Pertama
                    Pemasukan dan Pengeluaran

                        Pasal 25

(1)     Pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai ke atau dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan, 
    wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dengan dokumen cukai.
(2)     Pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat 
    dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(3)     Dalam hal pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai di bawah pengawasan Pejabat Bea dan 
    Cukai, yang menjadi dasar untuk membukukan dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 adalah yang didapati oleh Pejabat Bea dan Cukai yang 
    bersangkutan.
(4)     Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan Barang Kena Cukai dari 
    Pabrik atau Tempat Penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar satu kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai 
    yang dikeluarkan.
(5)     Ketentuan tentang pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 26

(1)     Dalam keadaan darurat, Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya dapat dipindahkan ke luar 
    Pabrik atau Tempat Penyimpanan tanpa dilindungi dokumen cukai.
(2)     Pemindahan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilaporkan 
    kepada Kepala Kantor dalam jangka waktu yang ditetapkan.
(3)     Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melaporkan pemindahan Barang 
    Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya karena keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan 
    paling sedikit Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
(4)     Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                             Bagian Kedua
                       Pengangkutan dan Perdagangan

                        Pasal 27

(1)     Pengangkutan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen 
    cukai.
(2)     Pengangkutan Barang Kena Cukai tertentu, walaupun sudah dilunasi cukainya, harus dilindungi dengan 
    dokumen cukai.
(3)     Barangsiapa tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan Barang Kena Cukai yang belum 
    dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda 
    paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(4)     Barangsiapa tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan Barang Kena Cukai sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 
    (lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
(5)     Ketentuan tentang pengangkutan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat 
    (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 28

Jangka waktu yang telah ditentukan dalam dokumen cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) 
atau ayat (2), sebelum dilampaui dapat diperpanjang masa berlakunya oleh Kepala Kantor yang mengawasi 
tempat Barang Kena Cukai bersangkutan berada.


                        Pasal 29

(1)     Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai hanya boleh 
    ditawarkan, diserahkan, dijual, atau disediakan untuk dijual, setelah dikemas untuk penjualan eceran 
    dan dilekati pita cukai yang diwajibkan.
(2)     Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang berada dalam 
    Tempat Penjualan Eceran atau tempat lain yang kegiatannya adalah untuk menjual eceran dianggap 
    disediakan untuk dijual.
(3)     Ketentuan tentang perdagangan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat 
    (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                         BAB IX
                              LARANGAN

                        Pasal 30

(1)     Di dalam Pabrik dilarang menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang ditetapkan dalam surat 
    izin yang bersangkutan.
(2)     Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
    a.      Pabrik etil alkohol yang memproduksi secara terpadu barang lain yang bukan merupakan 
        Barang Kena Cukai dengan menggunakan etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan 
        penolong;
    b.      Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
        a.      Pabrik etil alkohol yang memproduksi secara terpadu barang lain yang bukan 
            merupakan Barang Kena Cukai dengan menggunakan etil alkohol sebagai bahan baku 
            atau bahan penolong;
        b.      Pabrik Barang Kena Cukai selain etil alkohol yang menghasilkan barang lainnya yang 
            bukan Barang Kena Cukai, sepanjang di dalam Pabrik tersebut dilakukan pemisahan 
            secara fisik antara Barang Kena Cukai dan bukan Barang Kena Cukai, baik dalam 
            produksinya maupun tempat penimbunan bahan baku atau bahan penolong dan hasil 
            produksi akhirnya.


                        Pasal 31

(1)     Di dalam Tempat Penyimpanan dilarang :
    a.      menyimpan Barang Kena Cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan 
        pembebasan cukai;
    b.      menyimpan barang selain Barang Kena Cukai yang ditetapkan dalam surat izin bersangkutan.
(2)     Barang Kena Cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai yang 
    kedapatan berada di dalam Tempat Penyimpanan dianggap belum dilunasi cukainya atau tidak 
    mendapatkan pembebasan cukai.
(3)     Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1) huruf b, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh 
    juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).


                        Pasal 32

(1)     Di dalam Pabrik, tempat usaha Importir, dan Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai yang 
    pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai dilarang:
    a.      menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai;
    b.      menyimpan atau menyediakan pengemas Barang Kena Cukai yang telah dipakai dengan pita 
        cukai yang masih utuh.
(2)     Pengusaha Pabrik, Importir atau pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai yang 
    pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang melanggar ketentuan larangan 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak 
    sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai dari pita cukai yang kedapatan telah 
    dipakai atau masih utuh.


                         BAB X
                       KEWENANGAN DI BIDANG CUKAI

                          Bagian Pertama
                         Umum

                        Pasal 33

(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil tindakan yang diperlukan atas Barang Kena Cukai 
    berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan untuk melaksanakan Undang-undang 
    ini.
(2)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang menegah Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut.
(3)     Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pejabat Bea 
    dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur 
    dengan Peraturan Pemerintah.
(4)     Ketentuan tentang tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penegahan 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


                        Pasal 34

(1)     Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta 
    bantuan angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya.
(2)     Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya 
    berkewajiban untuk memenuhinya.


                           Bagian Kedua
                     Pemeriksaan Bangunan dan Sarana Pengangkut

                        Pasal 35

(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan atau 
    tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi 
    cukainya atau memperoleh pembebasan cukai.
(2)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain yang 
    secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1).
(3)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat 
    lain yang bukan rumah tinggal yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai.
(4)     Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pejabat 
    Bea dan Cukai berwenang mengambil contoh Barang Kena Cukai.
(5)     Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling 
    banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).


                        Pasal 36

(1)     Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau orang yang terhadapnya dilakukan 
    pemeriksaan, wajib menyediakan tenaga, peralatan dan menyerahkan catatan atau dokumen yang 
    wajib diadakan berdasarkan Undang-undang ini dan pembukuan perusahaan.
(2)     Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau orang yang terhadapnya dilakukan 
    pemeriksaan yang tidak menyediakan tenaga atau peralatan atau tidak menyerahkan catatan, 
    dokumen atau pembukuan perusahaan pada waktu dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud 
    pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh 
    juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).


                        Pasal 37

(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta 
    Barang Kena Cukai yang berada di atasnya.
(2)     Pengangkut wajib menunjukkan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai yang diwajibkan 
    menurut Undang-undang ini.
(3)     Sarana pengangkut yang disegel oleh dinas pos atau penegak hukum lain, dikecualikan dari 
    pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)     Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1) dan pengangkut yang tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud 
    pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta 
    rupiah) dan paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).


                        Pasal 38

(1)     Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus dengan 
    surat perintah dari Direktur Jenderal.
(2)     Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan untuk melakukan :
    a.      pengejaran orang dan/atau Barang Kena Cukai yang memasuki bangunan;
    b.      pemeriksaan bangunan atau tempat lain oleh Pejabat Bea dan Cukai yang secara tetap 
        ditunjuk untuk melakukan pengawasan atas bangunan atau tempat lain.


                        Pasal 39

(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa buku, catatan, atau dokumen yang diwajibkan oleh 
    Undang-undang ini dan pembukuan perusahaan yang berkaitan dengan Barang Kena Cukai serta 
    sediaan Barang Kena Cukai dari Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 35 untuk keperluan audit di bidang cukai.
(2)     Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa benda paling banyak Rp 50.000.000,00 
    (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).


                            Bagian Ketiga
                              Penyegelan

                        Pasal 40

Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang 
diperlukan pada bagian-bagian dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, tempat-tempat 
lain atau sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai guna pengamanan cukai.


                         BAB XI
                      KEBERATAN, BANDING, DAN LEMBAGA BANDING

                          Bagian Pertama
                            Keberatan dan Banding

                        Pasal 41

(1)     Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dapat mengajukan sarana tertulis hanya 
    kepada Direktur Jenderal atas hasil penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 18 dalam jangka waktu tiga puluh hari setelah tanggal penutupan, dengan 
    menyerahkan jaminan sebesar cukai yang kurang dibayar.
(2)     Orang yang dikenai sanksi administrasi dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada 
    Direktur Jenderal dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dengan 
    menyerahkan jaminan sebesar sanksi administrasi yang ditetapkan.
(3)     Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam 
    jangka waktu enam puluh hari sejak diterimanya keberatan.
(4)     Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Direktur Jenderal 
    tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima dan jaminan 
    dikembalikan.
(5)     Apabila Direktur Jenderal memutuskan menerima keberatan yang diajukan, jaminan dikembalikan.
(6)     Dalam hal jaminan berupa uang tunai, apabila pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (4) dan ayat (5) dilakukan setelah jangka waktu enam puluh hari sebagaimana dimaksud pada  
    ayat (3), Pemerintah memberikan bunga dua persen sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat 
    bulan.
(7)     Apabila Direktur Jenderal memutuskan menolak keberatan yang diajukan, jaminan dicairkan dan 
    cukai dan/atau sanksi administrasi yang ditetapkan dianggap telah dilunasi.


                        Pasal 42

Orang yang berkeberatan atas pencabutan izin bukan atas permohonan sendiri sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 14 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, atau huruf g, atau huruf h, atas keputusan 
Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dapat mengajukan banding dalam jangka 
waktu enam puluh hari sejak tanggal penetapan atau keputusan, setelah cukai dan/atau sanksi administrasi 
yang terutang dilunasi.


                        Pasal 43

Permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diajukan hanya kepada badan peradilan pajak 
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara 
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994.


                        Pasal 44

(1)     Sebelum badan peradilan pajak dibentuk, permohonan banding diajukan kepada lembaga banding 
    yang putusannya bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
(2)     Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia 
    dengan alasan yang jelas, dilampiri salinan dari penetapan atau keputusan pejabat administrasi yang 
    dimohonkan banding.
(3)     Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.


                           Bagian Kedua
                        Lembaga Banding

                        Pasal 45

(1)     Lembaga banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) disebut Lembaga Pertimbangan Bea 
    dan Cukai.
(2)     Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai berkedudukan di Jakarta.
(3)     Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang ketua dan beranggotakan unsur 
    pemerintah, pengusaha swasta, dan pakar.


                        Pasal 46

(1)     Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk majelis untuk memutuskan permohonan 
    banding yang diajukan.
(2)     Setiap majelis terdiri dari tiga anggota, yakni satu dari unsur pemerintah, satu dari unsur pengusaha 
    swasta, dan satu dari unsur pakar.


                        Pasal 47

(1)     Persidangan majelis untuk memutuskan suatu permohonan banding bersifat tertutup.
(2)     Putusan majelis diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(3)     Dalam hal tidak dicapai permufakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), putusan didasarkan pada    
    suara terbanyak.
(4)     Putusan majelis diberitahukan kepada pemohon banding dan Direktur Jenderal selambat-lambatnya 
    empat belas hari sejak tanggal ditetapkan putusan.


                        Pasal 48

Anggota majelis yang mempunyai kepentingan pribadi dengan permasalahan yang diperiksa harus 
mengundurkan diri dari majelis.


                        Pasal 49

Susunan organisasi dan tata kerja serta urusan mengenai administrasi, tunjangan, pengeluaran, dan tata tertib 
Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


                        BAB XII
                        KETENTUAN PIDANA

                        Pasal 50

Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, menjalankan usaha Pabrik, Tempat 
Penyimpanan, atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai 
yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda 
paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


                        Pasal 51

Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a 
atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
16 ayat (2), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun 
dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


                        Pasal 52

Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan Barang Kena Cukai dari Pabrik 
atau Tempat Penyimpanan Tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), 
yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda 
paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


                        Pasal 53

Barangsiapa membuat, menggunakan, atau menyerahkan buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, 
Pasal 17, dan Pasal 19, atau dokumen cukai yang palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara 
paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).


                        Pasal 54

Barangsiapa menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual Barang Kena Cukai yang 
tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 
ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


                        Pasal 55

Barangsiapa secara melawan hukum :
a.      membuat, meniru, atau memalsukan pita cukai; atau
b.      membeli,  menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk 
    dijual, atau mengimpor pita cukai yang palsu atau dipalsukan atau dibuat secara melawan hukum; 
    atau
c.      mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor 
    pita cukai yang sudah dipakai, dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda 
    paling banyak dua puluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


                        Pasal 56

Barangsiapa menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan Barang 
Kena Cukai yang berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara 
paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


                        Pasal 57

Barangsiapa tanpa izin membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau denda pengaman sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling 
banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).


                        Pasal 58

Barangsiapa menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai kepada tidak berhak, atau membeli, 
menerima, atau menggunakan pita cukai yang bukan haknya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 
empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


                        Pasal 59

(1)     Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh yang bersangkutan, diambil dari kekayaan dan/atau 
    pendapatan yang bersangkutan sebagai gantinya.
(2)     Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, pidana denda 
    diganti dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.


                        Pasal 60

Tindak pidana dalam Undang-undang ini tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak 
terjadinya tindak pidana.


                        Pasal 61

(1)     Jika suatu tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan atau atas nama suatu badan hukum, 
    perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, tuntutan pidana dan sanksi pidana 
    dijatuhkan terhadap:
    a.      badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut; dan/
        atau
    b.      mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang 
        bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya.
(2)     Tindak pidana menurut Undang-undang ini dianggap dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, 
    perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi jika tindak pidana tersebut dilakukan 
    oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak 
    dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi 
    tersebut, tanpa memperhatikan apakah orang-orang itu masing-masing telah melakukan tindak secara 
    sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(3)     Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, perseroan, perkumpulan, yayasan, 
    atau koperasi pada waktu penuntutan diwakili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang 
    pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus oleh salah seorang dari mereka itu dan wakil 
    tersebut dapat diwakili oleh seorang lain.
(4)     Terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang dipidana 
    berdasarkan Undang-undang ini, pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling 
    banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) jika tindak pidana tersebut diancam dengan pidana 
    penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila tindak pidana tersebut diancam dengan 
    pidana penjara dan pidana denda.


                        Pasal 62

(1)     Barang Kena Cukai yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini 
    dirampas negara.
(2)     Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dapat 
    dirampas untuk negara.
(3)     Ketentuan tentang penyelesaian atas barang yang dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud 
    pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                              BAB  XVIII
                             PENYIDIKAN

                        Pasal 63

(1)     Pejabat Pengawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktur Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang 
    khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang 
    Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang cukai.
(2)     Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena kewajibannya berwenang :
    a.      menerima laporan atau keterangan dari seorang tentang adanya tindak pidana di bidang cukai;
    b.      memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
    c.      melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak 
        pidana di bidang cukai;
    d.      memotret dan/atau merekam melalui media audio visual terhadap orang, barang, sarana 
        pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang cukai;
    e.      memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-undang ini dan 
        pembukuan lainnya;
    f.      mengambil sidik jari orang;
    g.      menggeledah rumah tinggal, pakaian dan badan;
    h.      menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat di 
        dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang cukai;
    i.      menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan bukti dalam 
        perkara tindak pidana di bidang cukai;
    j.      memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dipakai sebagai bukti 
        sehubungan dengan tindak pidana di bidang cukai;
    k.      mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
    l.      menyuruh berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana di bidang cukai serta memeriksa 
        tanda pengenal diri tersangka;
    m.      menghentikan penyidikan;
    n.      melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang 
        cukai menurut hukum yang bertanggung jawab.
(3)     Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan 
    menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh 
    Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.


                        Pasal 64

(1)     Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan 
    penyidikan tindak pidana di bidang cukai.
(2)     Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya 
    dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar ditambah 
    dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang tidak dan/atau kurang 
    dibayar.


                        BAB XIV
                    KETENTUAN LAIN-LAIN

                        Pasal 65

Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir barang Kena Cukai bertanggung jawab atas 
perbuatan orang yang dipekerjakan atau yang ditunjuknya sebagai wakil atau sebagai kuasa yang 
berhubungan dengan pekerjaan mereka dalam rangka pelaksanaan Undang-undang ini.


                        Pasal 66

(1)     Barang Kena Cukai dan barang lain yang berasal dari pelanggar tidak dikenal dikuasai negara dan 
    berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan apabila dalam jangka waktu 
    empat belas hari sejak dikuasai negara pelanggarnya tetap tidak diketahui, Barang Kena Cukai dan 
    barang lain tersebut menjadi milik negara.
(2)     Barang Kena Cukai yang pemiliknya tidak diketahui, dikuasai negara dan berada di bawah 
    pengawasan serta wajib diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk 
    diselesaikan oleh yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh hari terhitung sejak dikuasai negara, dan 
    apabila dalam jangka waktu dimaksud yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajibannya, Barang 
    Kena Cukai tersebut menjadi milik negara.
(3)     Ketentuan tentang penyelesaian Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat 
    (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 67

Persyaratan dan tata cara impor Barang Kena Cukai dari suatu kawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah 
perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas serta Pemberitahuan Pabean di instalasi dan alat-alat yang 
berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berlaku Undang-undang tentang 
Kepabeanan.


                        Pasal 68

Ketentuan tentang tata cara pengenaan sanksi administrasi dan penyesuaian besarnya sanksi administrasi 
serta penyesuaian besarnya bunga menurut Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan 
Pemerintah.


                        BAB XV
                    KETENTUAN PERALIHAN

                        Pasal 69

(1)     Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua izin yang telah ada dan ditentukan batas waktunya 
    dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya, sedangkan bagi izin yang tidak ditentukan 
    masa berlakunya dinyatakan tetap berlaku selama satu tahun sejak berlakunya Undang-undang ini.
(2)     Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila telah berakhir masa berlakunya, harus diperbaharui 
    berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini.
(3)     Terhadap Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang sebelum berlakunya Undang-
    undang ini telah menjalankan usahanya yang karena peraturan perundang-undangan cukai yang lama 
    tidak diwajibkan memiliki izin sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, dalam jangka waktu tiga 
    bulan sejak berlakunya Undang-undang ini harus sudah memiliki izin.


                        Pasal 70

Terhadap urusan cukai yang pada saat berlakunya Undang-undang ini belum dapat diselesaikan, 
penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai yang meringankan 
setiap orang.


                        BAB  XVI
                      KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 71

Dengan berlakunya undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi :
1.      Ordonansi Cukai Minyak Tanah (Ordonnantie Van 27 Desember 1886 Stbl. 1886 No. 249 dan 
    Ordonnantie Van 11 Mai 1908 Stbl. 1908 No. 361), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan 
    ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 
    tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    1965 Nomor 121);
2.      Ordonansi Cukai Alkohol Sulingan (Ordonnantie Van 27 Februari 1898 Stbl. 1898 No. 90 en 92 dan 
    Ordonnantie Van 10 Juli 1923 Stbl. 1923 No. 344), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan 
    ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 
    tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    1965 Nomor 121);
3.      Ordonansi Cukai Bir (Bieraccijns Ordonnantie Stbl. 1931 No. 488 en 489), sebagaimana telah beberapa 
    kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 
    Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
4.      Ordonansi Cukai Tembakau (Tabacsaccijn Ordonnantie Stbl. 1932 No. 517) sebagaimana telah 
    beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 
    Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
5.      Ordonansi Cukai Gula (Suikeraccijns Ordonnantie Stbl. 1933 No. 351) sebagaimana telah beberapa 
    kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 
    Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1965 Nomor 121).


                        Pasal 72

Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1966.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya 
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




                                Disahkan di Jakarta
                                pada tanggal 30 Desember 1995
                                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                ttd.

                                SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO




                LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 76






                             PENJELASAN
                                  ATAS

                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 11 TAHUN 1995

                               TENTANG

                                 CUKAI

UMUM

1.      Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang 
    mengabdi pada kepentingan nasional dan bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 
    Akan tetapi, sejak kemerdekaan belum dibentuk undang-undang tentang cukai yang sesuai dengan 
    perkembangan hukum nasional sebagai pengganti Ordonnansi Cukai Minyak Tanah (Ordonnantie Van 
    27 Desember 1886, Stbl. 1886 No. 249), Ordonnansi Cukai Alkohol Sulingan (Ordonnantie Van 27 
    Februari 1898, Stbl. 1898 No. 90 en 92). Ordonansi Cukai Bir (Bieraccijns Ordonnantie, Stbl. 1931 No. 
    488 en 489), Ordonansi Cukai Tembakau (Tabaksaccijns Ordonnantie, Stbl. 1932 No. 517), dan 
    Ordonansi Cukai Gula (Suikeraccijns Ordonnantie, Stbl. 1933 No. 351) beserta peraturan 
    pelaksanannya sehingga sampai pada saat ini produk-produk hukum tersebut masih diberlakukan 
    berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
2.      Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 
    Dasar 1945 serta dalam rangka mendukung kesinambungan pembangunan nasional, diperlukan suatu 
    undang-undang tentang cukai yang mampu menjawab tuntutan pembangunan dengan menempatkan 
    kewajiban membayar cukai sebagai perwujudan kewajiban kenegaraan dan merupakan peran serta 
    masyarakat dalam pembiayaan pembangunan.
3.      Peraturan perundang-undangan cukai, sebagaimana diatur dalam beberapa ordonansi di atas yang 
    berlaku sampai pada saat ini, bersifat diskriminatif dalam pengenaan cukainya, yang tercermin pada 
    pembebanan cukai atas impor Barang Kena Cukai, yaitu gula, hasil tembakau, dan minyak tanah 
    dikenai cukai atas pengimporannya, sedangkan bir dan alkohol sulingan tidak dikenai cukai.
    Selain itu, peraturan perundang-undangan cukai tersebut objeknya terbatas, padahal pembangunan 
    nasional memerlukan sumber pembiayaan, terutama yang berasal dari penerimaan dalam negeri. 
    Oleh karena itu, potensi yang ada masih dapat digali dengan memperluas objek cukai sehingga 
    sumbangan dari sektor cukai terhadap penerimaan negara dapat ditingkatkan.
    Dengan demikian, segala upaya perlu dikerahkan untuk menggali, meningkatkan, dan 
    mengembangkan semua sumber daya penerimaan negara dengan tetap memperhatikan aspirasi dan 
    kemampuan masyarakat.
4.      Cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan 
    pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai. Oleh karena itu, materi Undang-
    undang ini, selain bertujuan membina dan mengatur, juga memperhatikan prinsip :
    a.      keadilan dalam keseimbangan, yaitu kewajiban cukai hanya dibebankan kepada orang-orang 
        yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu dan semua pihak yang terkait diperlakukan 
        dengan cara yang sama dalam hal dan kondisi yang sama;
    b.      pemberian insentif yang bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional, yaitu berupa 
        fasilitas pembebasan cukai;
    c.      pembatasan dalam rangka perlindungan masyarakat di bidang kesehatan, ketertiban, dan 
        keamanan;
    d.      netral dalam pemungutan cukai yang tidak menimbulkan distorsi pada perekonomian 
        nasional;
    e.      kelayakan administrasi dengan maksud agar pelaksanaan administrasi cukai dapat 
        dilaksanakan secara tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota 
        masyarakat;
    f.      kepentingan penerimaan negara, dalam arti fleksibilitas ketentuan dalam undang-undang ini 
        dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan 
        peningkatan pembiayaan pembangunan nasional;
    g.      pengawasan dan penerapan sanksi untuk menjamin ditaatinya ketentuan yang diatur dalam 
        Undang-undang ini.
5.      Dalam Undang-undang ini diatur hal-hal baru yang tidak terdapat dalam kelima ordonansi cukai yang 
    selama ini berlaku, antara lain ketentuan tentang sanksi administrasi, lembaga banding, audit di bidang 
    cukai, dan penyidikan. Hal-hal yang baru tersebut dalam pelaksanaannya akan lebih menjamin 
    perlindungan kepentingan masyarakat dan menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendukung laju 
    pembangunan nasional.
    Undang-undang ini juga mengatur, antara lain:
    a.      kemungkinan untuk memperluas objek cukai berdasarkan perkembangan keadaan;
    b.      pengawasan fisik dan administratif terhadap Barang Kena Cukai tertentu yang mempunyai 
        sifat atau karakteristik yang berdampak negatif bagi kesehatan dan ketertiban umum;
    c.      saat pengenaan cukai dan pelunasan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia 
        dan yang diimpor;
    d.      pelunasan cukai dengan cara pembayaran atau pelekatan pita cukai.
6.      Dengan mengacu pada politik hukum nasional, penyatuan materi yang diatur dalam undang-undang ini 
    merupakan upaya penyederhanaan hukum di bidang cukai yang diharapkan dalam pelaksanaannya 
    dapat diterapkan secara praktis, efektif, dan efisien.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

    Cukup jelas

Pasal  2

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang 
        ditetapkan" adalah barang-barang yang dalam pemakaiannya, antara lain, perlu dibatasi atau 
        diawasi.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal  3

    Ayat (1)

        Penegasan saat pengenaan cukai atas suatu barang yang ditetapkan sebagai Barang Kena 
        Cukai adalah penting karena sejak saat itulah secara yuridis (karena Undang-undang) telah 
        timbul utang cukai sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap barang tersebut sebab 
        terhadapnya telah melekat hak-hak negara.

        Untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, saat pengenaan cukai adalah pada saat 
        selesai dibuat sehingga saat itulah terhadap barang tersebut dilakukan pengawasan. Yang 
        dimaksud dengan "barang selesai dibuat" adalah saat proses pembuatan barang itu selesai 
        dengan tujuan untuk dipakai.

        Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor, saat pengenaan cukai adalah pada saat memasuki 
        Daerah Pabean.

    Ayat (2)

        Memperhatikan pengertian tentang Pengusaha Pabrik dan Pengusaha Tempat Penyimpanan 
        sebagaimana diatur dalam Pasal 1, maka tanggung jawab cukai atas Barang Kena Cukai 
        apabila masih berada dalam Pabrik terletak pada Pengusaha Pabrik, sedangkan apabila 
        berada dalam Tempat Penyimpanan, maka tanggung jawab beralih kepada Pengusaha Tempat 
        Penyimpanan.

        Penegasan tentang tanggung jawab ini sehubungan dengan ketentuan tentang pelunasan 
        cukai yang dilakukan pada saat Barang Kena Cukai dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat 
        Penyimpanan.

        Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor mengingat pengertian secara yuridis saat pengenaan 
        cukai adalah pada saat barang dan sarana pengangkut memasuki Daerah Pabean 
        sebagaimana prinsip pengenaan bea dalam Undang-undang tentang Kepabeanan, sedangkan 
        apabila barang tersebut saat memasuki Daerah Pabean belum dapat diketahui untuk tujuan 
        dipakai, atau tujuan lainnya, dan belum juga diketahui pemiliknya, maka tanggung jawab 
        cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor mengikuti tahap-tahap tanggung jawab bea atas 
        barang impor sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.

    Ayat (3)

        Yang dimaksud dengan "dokumen pelengkap cukai" adalah semua dokumen yang digunakan 
        sebagai dokumen pelengkap dari dokumen cukai.

Pasal  4

    Ayat (1)

        Huruf a

            Yang dimaksud dengan "etil alkohol atau etanol" adalah barang cair, jernih, dan tidak 
            berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh 
            baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi.

        Huruf b

            Yang dimaksud dengan "minuman yang mengandung etik alkohol" adalah semua 
            barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etik alkohol yang 
            dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, 
            shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis.

            Yang dimaksud dengan "konsentrat yang mengandung etil alkohol" adalah bahan yang 
            mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong 
            dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.

            Huruf c

            Yang dimaksud dengan "sigaret" adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau 
            rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa 
            mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam 
            pembuatannya.

            Sigaret terdiri dari sigaret keretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan.

            Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, 
            atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.

            Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan 
            cengkih, kelembak, atau kemenyan.

            Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau 
            yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin.

            Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin 
            adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari 
            pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan 
            eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian 
            menggunakan mesin.

            Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain 
            daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses 
            pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam 
            kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa 
            menggunakan mesin.

            Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur 
            dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan 
            jumlahnya.

            Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-
            lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa 
            dengan daun tembakau untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau 
            bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

            Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun 
            nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, 
            tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam 
            pembuatannya.

            Yang dimaksud dengan tembakau iris adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun 
            tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau 
            bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

            Yang dimaksud dengan hasil pengolahan tembakau lainnya adalah hasil tembakau 
            yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat 
            secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa 
            mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam 
            pembuatannya.

    Ayat (2)

        Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat 
        ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka 
        pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 5

    Ayat (1)

        Penetapan tarif setinggi-tingginya dua ratus lima puluh persen dari Harga Jual Pabrik atau lima 
        puluh lime persen dari Harga Jual Eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila Barang 
        Kena Cukai tertentu yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi 
        kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, seperti minuman yang mengandung etil 
        alkohol dalam kadar tinggi (minuman keras) ingin dibatasi secara ketat produksi, peredaran, 
        dan pemakaiannya, cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga Barang Kena 
        Cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai maksimum. Peranan instrumen tarif di sini tidak 
        berorientasi pada aspek penerimaan, tetapi pada aspek pembatasan produksi dan konsumsi.

    Ayat (2)

        Penetapan tarif setinggi-tingginya dua ratus lima puluh persen dari Nilai Pabean ditambah Bea 
        Masuk atau lima puluh lima persen dari Harga Jual Eceran didasarkan atas pertimbangan 
        bahwa apabila Barang Kena Cukai tertentu yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak 
        negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, seperti minuman yang 
        mengandung etil alkohol dalam kadar tinggi (minuman keras) ingin dibatasi secara ketat 
        impor, peredaran, dan pemakaiannya, cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif 
        sehingga Barang Kena Cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai maksimum. Peranan 
        instrumen tarif di sini tidak berorientasi pada aspek penerimaan, tetapi pada aspek 
        pembatasan impor dan konsumsi.

    Ayat (3)

        Perubahan tarif cukai yang dimaksud dalam ayat ini dapat berupa perubahan dari persentase 
        harga dasar (advalorum) menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan Barang Kena 
        Cukai (spesifik) atau sebaliknya. Demikian pula dapat berupa gabungan dari kedua sistem 
        tersebut.

        Perubahan sistem tarif ini mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk kepentingan 
        penerimaan negara, untuk pembatasan konsumsi Barang Kena Cukai, dan untuk 
        memudahkan pemungutan atau pengawasan Barang Kena Cukai.

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal  6

    Yang dimaksud dengan "Harga Jual Pabrik" adalah harga penyerahan pabrik kepada penyalur atau 
    konsumen yang di dalamnya belum termasuk cukai.

    Yang dimaksud dengan "Harga Jual Eceran" adalah harga penyerahan pedagang eceran kepada 
    konsumen terakhir yang di dalamnya sudah termasuk cukai.

    Yang dimaksud dengan "Nilai Pabean dan Bea Masuk" adalah Nilai Pabean dan Bea Masuk 
    sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.

Pasal  7

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Yang dimaksud dengan diimpor untuk dipakai adalah dimasukkan ke dalam Daerah Pabean 
        dengan tujuan untuk dipakai atau untuk dimiliki atau untuk dikuasai oleh orang yang 
        berdomisili di Indonesia.

    Ayat (3)

        Pada dasarnya untuk semua jenis Barang Kena Cukai, pelunasan cukainya dapat dilakukan 
        dengan cara pembayaran atau pelekatan pita cukai. Atas Barang Kena Cukai seperti etil 
        alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol pelunasan cukainya dilakukan dengan 
        cara pembayaran, untuk hasil tembakau pelunasan cukainya dilakukan dengan cara pelekatan 
        pita cukai. Tidak tertutup kemungkinan bagi Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya 
        dengan cara pembayaran dapat diubah dengan cara pelekatan pita cukai atau sebaliknya yang 
        semula dengan cara pelekatan pita cukai atau sebaliknya yang semula dengan cara pelekatan 
        pita cukai atau sebaliknya yang semula dengan cara pelekatan pita cukai diubah dengan cara 
        pembayaran.

        Untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, pembayaran atau pelekatan pita cukainya 
        harus dilakukan sebelum Barang Kena Cukai dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat 
        Penyimpanan. Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor yang pelunasan cukainya dengan cara 
        pembayaran, pembayaran cukainya dilakukan bersamaan dengan pembayaran bea masuk 
        pada saat diimpor untuk dipakai.

        Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita 
        cukai, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum Barang Kena Cukai, diimpor untuk 
        dipakai. Pelekatan pita cukai dimaksud dapat dilakukan di Tempat Penimbunan Sementara 
        atau di tempat pembuatan Barang Kena Cukai di luar negeri.

        Pita cukai disediakan dan dapat diperoleh di Kantor. Pembayaran cukai dilakukan di Kas 
        Negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri.

    Ayat (4)

        Cukup jelas

    Ayat (5)

        Cukai dianggap tidak dilunasi pada ayat ini, apabila pelekatan pita cukai pada Barang Kena 
        Cukai tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan antara lain:
        -       pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan tarif cukai dan harga dasar Barang 
            Kena Cukai yang ditetapkan;
        -       pita cukai yang dilekatkan tidak utuh atau rusak;
        -       jika kemasan penjualan ecerannya dibuka, pita cukainya tidak rusak.

    Ayat (7)

        Apabila terjadi tunggakan atas utang cukai yang seharusnya dibayar, maka dalam pengenaan 
        sanksi administrasi berupa denda, jika waktunya kurang dari satu bulan, dihitung satu bulan 
        penuh. Misalnya, tujuh hari dihitung satu bulan penuh; satu bulan tujuh hari dihitung dua bulan 
        penuh.

    Ayat (8)

        Cukup jelas

Pasal  8

    Ayat (1)

        Tidak dipungutnya cukai atas Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah 
        untuk memberikan keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah yang membuat barang 
        tersebut secara sederhana dan merupakan sumber mata pencaharian.

        Yang dimaksud dengan "dikemas untuk penjualan eceran" adalah dikemas dalam kemasan 
        dengan isi tertentu dengan menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan 
        meningkatkan pemasarannya.

    Ayat (2)

        Kewajiban membayar cukai masih melekat pada Barang Kena Cukai yang diatur pada ayat ini, 
        tetapi pemungutannya tidak dilakukan selama memenuhi persyaratan yang ditentukan, 
        dibuktikan dengan dokumen cukai yang diwajibkan dan Barang Kena Cukai masih tetap 
        berada dalam pengawasan.

        Huruf a

            Yang dimaksud dengan "diangkut terus" adalah diangkut dengan sarana pengangkut 
            melalui Kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.

            Yang dimaksud dengan "diangkut lanjut" adalah diangkut dengan sarana pengangkut 
            melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.

        Huruf b

            Cukup jelas

        Huruf c

            Tidak dipungutnya cukai atas Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud huruf ini 
            karena di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan dapat ditimbun Barang Kena 
            Cukai yang belum dilunasi cukainya yang berasal dari Pabrik atau Tempat 
            Penyimpanan lain atau dari impor. Pemungutan atau pelunasan cukai atas Barang 
            Kena Cukai dimaksud dilakukan pada saat dikeluarkan kembali dari Pabrik atau 
            Tempat Penyimpanan.

        Huruf d

            Barang Kena Cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong 
            menurut ketentuan huruf ini tidak dipungut cukai, karena cukainya akan dikenai 
            terhadap barang hasil akhir yang juga merupakan Barang Kena Cukai, seperti etil 
            alkohol yang dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman yang 
            mengandung etil alkohol atau sebagai bahan penolong dalam pembuatan hasil 
            tembakau.

        Huruf e

            Cukup jelas

    Ayat (3)

        Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai" pada ayat ini 
        adalah apabila Barang Kena Cukai didapati menyimpang dari tujuan sehingga tidak lagi 
        memenuhi ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (2), misalnya Barang Kena Cukai tidak 
        dapat dibuktikan telah diangkut terus atau diekspor.

        Pada ayat ini diatur sanksi administrasi minimum dan maksimum yang dianggap layak 
        dikenakan terhadap pelanggaran yang bersangkutan.

        Penerapan besarnya sanksi administrasi dalam Undang-undang ini disesuaikan dengan :
        a.      kualitas pelanggaran yang dilakukan;
        b.      kuantitas pelanggaran yang dilakukan dalam periode tertentu.

        Adapun yang berwenang menetapkan sanksi administrasi adalah Direktur Jenderal atau 
        Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuknya.

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal  9

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "pembebasan" adalah fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha 
        Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau Importir untuk tidak membayar cukai yang 
        terutang.

        Huruf a

            Fasilitas pembebasan cukai berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dimaksudkan 
            untuk mendukung pertumbuhan atau perkembangan industri yang menggunakan 
            Barang Kena Cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan 
            barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai, baik untuk tujuan 
            ekspor maupun untuk pemasaran dalam negeri, seperi etil alkohol yang digunakan 
            sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan etil asetat, asam asetat, 
            obat-obatan dan sebagainya.

        Huruf b

            Barang Kena Cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam 
            huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar.

        Huruf c

            Cukup jelas

        Huruf d

            Barang Kena Cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam 
            huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar.

        Huruf e

            1.      "Penumpang" adalah setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara 
                dengan menggunakan sarana pengangkut tetapi bukan awak sarana 
                pengangkut dan bukan pelintas batas.
            2.      "Awak sarana pengangkut" adalah setiap orang yang karena sifat 
                pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama 
                sarana pengangkutnya.
            3.      "Pelintas batas" adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam 
                wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan 
                oleh instansi yang berwenang yang melakukan perjalanan lintas batas di 
                daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas.
        Huruf f

            Yang dimaksud dengan "tujuan sosial", antara lain untuk bantuan bencana alam.

        Huruf g

            Cukup jelas

    Ayat (2)

        Huruf a

            Yang dimaksud dengan "etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum" 
            adalah etil alkohol yang dirusak dengan bahan perusak tertentu, yang dalam istilah 
            perdagangan lazim disebut spiritus bakar (brand spiritus).

        Huruf b

            Cukup jelas

    Ayat (3)

        Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai" pada ayat ini 
        adalah apabila fasilitas pembebasan cukai tersebut disalahgunakan, misalnya etil alkohol 
        diberikan pembebasan cukai karena akan digunakan sebagai bahan baku atau bahan 
        penolong dalam pembuatan barang hasil akhir tertentu yang telah diterapkan, ternyata 
        digunakan untuk membuat barang hasil akhir lain selain yang ditetapkan.

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal  10

    Ayat (1)

        Untuk kelancaran pelaksanaan penagihan, Direktur Jenderal dapat mendelegasikan kepada 
        Kepala Kantor di daerah.

        Huruf a

            Cukup jelas

        Huruf b

            Cukup jelas

        Huruf c

            Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 11

    Ayat (1)

        Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan 
        mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik yang berutang yang akan dilelang di 
        muka umum.

        Setelah utang cukai dan/atau denda administrasi dilunasi, baru diselesaikan pembayaran 
        kepada kreditur lainnya.

        Maksud dari ayat ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk 
        mendapatkan bagian terlebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan di muka umum 
        barang-barang milik yang berutang, guna menutupi atau melunasi utangnya.

        Yang dimaksud dengan "harta yang berutang" adalah seluruh harta kekayaan pihak yang 
        berutang. Dalam hal pihak yang berutang adalah orang pribadi, harta yang berutang termasuk 
        harta kekayaan pribadi.

    Ayat (2)

        Hak mendahului atas barang-barang milik yang berutang  yang akan dilelang di muka umum 
        baru berlaku setelah biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c 
        diselesaikan pembayarannya.

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal 12

    Ayat (1)

        Huruf a

            Yang dimaksud dengan "kelebihan pembayaran karena kesalahan perhitungan" 
            adalah kesalahan perhitungan dalam perkalian, pengurangan, dalam penerapan tarif 
            atau harga atau kesalahan dalam pencacahan. Dalam hal demikian, terhadap cukai 
            yang dibayar, dapat diberikan pengembalian sebesar kelebihan pembayaran akibat 
            adanya kesalahan perhitungan tersebut.

        Huruf b

            Untuk Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran yang 
            telah dilunasi cukainya tetapi kemudian diekspor, maka terhadap cukai yang telah 
            dibayar tersebut dikembalikan sepanjang dapat dibuktikan realisasi ekspornya 
            dengan bukti-bukti ekspor. Pengembalian cukai atas Barang Kena Cukai yang 
            diekspor yang telah dilunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai hanya dapat 
            diberikan kepada Pengusaha Pabrik, karena yang melakukan pemesanan pita cukai 
            adalah Pengusaha Pabrik dan pita cukai yang telah dilekatkan harus dirusak sebelum 
            diekspor.

        Huruf c

            Cukup jelas

        Huruf d

            Cukup jelas

        Huruf e

            Pita cukai yang dipesan dan telah diterima dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 
            apabila belum dilekatkan pada Barang Kena Cukai atau kemasannya untuk penjualan 
            eceran oleh Pengusaha atau oleh Importir dapat dikembalikan ke Direktorat Jenderal 
            Bea dan Cukai. Pengembalian pita cukai tersebut disebabkan oleh adanya perubahan 
            desain pita cukai, perubahan tarif cukai atau harga eceran, pita cukai rusak sebelum 
            dilekatkan, Pabrik yang bersangkutan tidak lagi berproduksi atau sebab-sebab lainnya. 
    
            Atas pengembalian pita cukai tersebut, Pengusaha atau Importir berhak mendapatkan 
            pengembalian cukai yang telah dibayarkan. Demikian juga terhadap Barang Kena 
            Cukai yang telah dilekati pita cukai di luar negeri tetapi tidak jadi diimpor, cukai yang 
            telah dibayar dapat dikembalikan.

        Huruf f

            Cukup jelas

    Ayat (2)

        Kelebihan pembayaran dapat diketahui oleh Pejabat Bea dan Cukai dari hasil pemeriksaan 
        atau atas permohonan yang bersangkutan.

        Setelah diketahui dan terbukti adanya kelebihan pembayaran, Pejabat Bea dan Cukai 
        menerbitkan surat ketetapan.

        Pengembalian cukai dapat diperhitungkan dengan utang cukai yang belum dilunasi.

    Ayat (3)

        Dalam pemberian bunga, jika waktunya kurang dari satu bulan dihitung satu bulan penuh. 
        Misalnya, tujuh hari dihitung satu bulan penuh; satu bulan tujuh hari dihitung dua bulan penuh.

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal  13

    Cukup jelas

Pasal  14

    Ayat (1)

        Izin menurut ketentuan pada ayat ini tanpa mengurangi persyaratan atau kewenangan 
        instansi lain yang harus dipenuhi oleh Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, 
        pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu, atau Importir yang 
        bersangkutan sehubungan dengan kegiatan pengusaha atau Importir tersebut.

        Huruf a

            Cukup jelas

        Huruf b

            Cukup jelas

        Huruf c

            Yang dimaksud dengan "Barang Kena Cukai tertentu" dalam huruf ini adalah etil 
            alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol.

        Huruf d

            Untuk Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, 
            terhadap Importirnya diwajibkan memiliki izin karena pemesanan dan pelekatan pita 
            cukai hanya boleh dilakukan oleh mereka yang memiliki izin.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Pengertian izin wajib diperbaharui berarti setelah jangka waktu dua belas bulan terakhir, 
        harus telah memiliki izin baru.

    Ayat (4)

        Huruf a

            Cukup jelas

        Huruf b

            Cukup jelas

        Huruf c

            Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dipenuhi 
            persyaratan yang ditetapkan; apabila persyaratan yang ditetapkan tidak lagi dipenuhi, 
            izin dapat dicabut.

        Huruf d

            Izin untuk badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia 
            berdasarkan ketentuan yang diatur pada ayat (2) hanya diberikan kepada badan 
            hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia yang mewakilinya secara sah. 
            
            Oleh karena itu, apabila badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia 
            tidak lagi mewakili secara sah badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan 
            di luar Indonesia, izin dapat dicabut.

        Huruf e

            Cukup jelas

        Huruf f

            Cukup jelas

        Huruf g

            Pencabutan izin yang diatur dalam huruf ini merupakan sanksi tambahan yang 
            bersifat administratif.

        Huruf h

            Cukup jelas

    Ayat (5)

        Apabila jangka waktu tiga puluh hari dilewati, cukai belum dilunasi, dan Barang Kena Cukai 
        masih berada di dalam Pabrik atau di Tempat Penyimpanan, Barang Kena Cukai tersebut 
        harus dimusnahkan.

    Ayat (6)

        Karena Barang Kena Cukai tertentu yang berada di Tempat Penjualan Eceran telah dilunasi 
        cukainya, apabila izin Tempat Penjualan Eceran tersebut dicabut, Barang Kena Cukai yang 
        ada di dalamnya harus dipindahkan ke Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu 
        lainnya atau dimusnahkan.

    Ayat (7)

        Yang dimaksud dengan "menjalankan usaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan atau Tempat 
        Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu atau mengimpor Barang Kena Cukai yang 
        pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai" adalah segala perbuatan yang 
        menunjukkan indikasi kuat ke arah menjalankan usaha tersebut walaupun secara nyata belum 
        memproduksi atau menyimpan Barang Kena Cukai atau menjual eceran Barang Kena Cukai 
        tertentu atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan 
        pita cukai.

        Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak 
        mengakibatkan kerugian negara.

    Ayat (8)

        Cukup jelas

Pasal 15

    Ayat (1)

        Ketentuan pada ayat ini memberikan kemungkinan kepada Pengusaha Pabrik Barang Kena 
        Cukai berupa hasil tembakau yang telah diberi izin berdasarkan ketentuan dalam Pasal 14 
        membuat hasil tembakau di luar Pabrik dengan seizin Menteri.

        Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi kemudian kepada pengusaha yang bersangkutan 
        agar dapat meningkatkan produksi dan memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat 
        yang tidak dapat ditampung bekerja di dalam Pabrik.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal  16

    Ayat (1)

        Huruf a

            Yang dimaksud dengan "Buku Persediaan" dalam huruf ini adalah buku daftar yang 
            berisi catatan tentang jumlah Barang Kena Cukai yang dibuat di, dimasukkan ke, 
            dikeluarkan dari, dan sisa yang ada di dalam Pabrik.

        Huruf b

            Yang dimaksud dengan "secara berkala" dalam huruf ini dapat berupa harian, 
            mingguan, bulanan, atau tahunan, yang disesuaikan dengan jenis Barang Kena Cukai.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak 
        mengakibatkan kerugian negara.

    Ayat (4)

        Cukup jelas

    Ayat (5)

        Cukup jelas
Pasal  17

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "Buku Rekening Barang Kena Cukai" adalah buku daftar yang berisi 
        catatan tentang jumlah Barang Kena Cukai tertentu yaitu etil alkohol dan minuman yang 
        mengandung etil alkohol yang dibuat, dimasukkan, dikeluarkan serta potongan, kekurangan, 
        dan kelebihan hasil pencacahan dari suatu Pabrik atau Tempat Penyimpanan.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 18

    Cukup jelas

Pasal 19

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "Buku Rekening Kredit" adalah buku daftar yang berisi catatan tentang 
        jumlah cukai yang diberikan penundaan pembayaran dan pelunasan serta penyelesaiannya.

        Pengertian cukai yang mendapatkan penundaan pada ayat ini adalah cukai yang pelunasannya 
        dengan cara pelekatan pita cukai yang diberikan penundaan untuk pembayaran cukai atas 
        pemesanan pita cukainya.

        Utang cukai yang mendapatkan penundaan tersebut dapat dilunasi dengan cara pembayaran 
        atau diselesaikan dengan cara lain, misalnya diperhitungkan dengan pengembalian cukai.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 20

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "pencacahan" adalah kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis, mutu, 
        dan keadaan Barang Kena Cukai.

        Untuk menghindari kemungkinan terjadinya manipulasi atau pelarian cukai, maka Undang-
        undang ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan 
        pencacahan terhadap Barang Kena Cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang 
        mengandung etil alkohol, baik yang berada di dalam Pabrik maupun Tempat Penyimpanan. 
        Dalam pencacahan yang dilakukan kemungkinan akan didapati kekurangan atau kelebihan 
        Barang Kena Cukai yang ada berdasarkan Buku Rekening Barang Kena Cukai sesuai dengan 
        sifat atau karakteristik Barang Kena Cukai tersebut.

        Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan pencacahan harus dilengkapi dengan surat tugas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 21

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "potongan" adalah keringanan yang diberikan kepada pengusaha atas 
        kekurangan Barang Kena Cukai yang didapat pada waktu pencacahan. Kekurangan ini dapat 
        terjadi karena sebab-sebab alami dari Barang Kena Cukai tertentu, antara lain penguapan 
        atau penyusutan.

    Ayat (2)

        Dalam menetapkan kekurangan Barang Kena Cukai yang harus dibayar cukainya dapat 
        diberikan contoh sebagai berikut :
        -       Tanggal 30 November 1995 Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas suatu 
            Pabrik.
        -       Data-data yang ada sebagai berikut :
    
        Pencacahan terakhir dilakukan pada tanggal 31 Oktober 1995 dan dalam penutupan Buku 
        Rekening Barang Kena Cukai, menunjukkan
        -       saldo .........................……….....         75.000
        -       Produksi Pabrik sampai dengan saat 
            dilakukan pencacahan ...........…...        50.000

                                                225.000
        -       Pengeluaran .......................……   190.000
                                            ______ -
        -       Saldo buku ...............……..........       35.000
        -       Hasil pencacahan ..............…......     25.000
                                            ______ -
        -       Selisih kurang ...................……..       10.000
        -       Potongan (maksimum) 10% x 50.000 ....    5.000
                                            ______ -
        -       Kekurangan (bayar cukai) ...........          5.000

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 22

    Tidak diberikan potongan atas kelebihan jumlah persediaan yang tercantum dalam buku rekening 
    Barang Kena Cukai berdasarkan hasil pencacahan  karena pada prinsipnya pengusaha harus 
    melaporkan Barang Kena Cukai yang dibuat, dimasukkan, atau dikeluarkan secara benar.

    Contoh:

    -       Saldo pencacahan terakhir ...............       175.000
    -       Produksi .........................................            50.000
                                _______ +
                                                225.000
    -       Pengeluaran ..................................            75.000
                                            ______ -
    -       Saldo buku ....................................         150.000
    -       Hasil pencacahan ...........................        170.000
                                            ______ -
    -       Kelebihan ......................................        20.000

    Jumlah 20.000 ini tidak diberikan potongan dan dibukukan dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai.

Pasal 23

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "kelonggaran" adalah batas kekurangan setelah diberi potongan atau 
        batas kelebihan yang diperkenankan pada saat pencacahan untuk menentukan ada tidaknya 
        suatu pelanggaran.

        Kelonggaran sebesar 3 x potongan yang diberikan, apabila dilihat dari contoh perhitungan 
        kekurangan dalam pasal 21 ayat (2), adalah 3 x 5.000 = 15.000.

    Ayat (2)

        Besarnya kelonggaran sebesar satu persen dari jumlah Barang Kena Cukai yang seharusnya 
        ada menurut Buku Rekening Barang Kena Cukai, apabila dilihat dari contoh perhitungan 
        kelebihan dalam Pasal 22 adalah 1% dari saldo buku yaitu 1% x 150.000 = 1.500.

    Ayat (3)

        Apabila kekurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) atau kelebihan 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 melampaui batas kelonggaran yang diperkenankan, 
        maka hal tersebut merupakan pelanggaran yang dapat dikenai sanksi administrasi.

        Berdasarkan contoh perhitungan kekurangan dalam Pasal 21 ayat (2), karena kekurangan 
        tersebut tidak melebihi kelonggaran, maka tidak terjadi pelanggaran; tetapi berdasarkan 
        contoh perhitungan kelebihan dalam Pasal 22, karena kelebihan tersebut melebihi 
        kelonggaran, maka merupakan pelanggaran yang dapat dikenai sanksi administrasi berupa 
        denda.

Pasal 24

    Cukup jelas

Pasal 25

    Ayat (1)

        Barang Kena Cukai yang ditimbun dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan masih terutang 
        cukai. Oleh karena itu, terhadap pemasukan Barang Kena Cukai ke tempat tersebut wajib 
        diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai.

        Demikian pula pada pengeluaran Barang Kena Cukai dari tempat tersebut baik yang belum 
        dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai maupun yang sudah dilunasi 
        cukainya wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai sebagai 
        alat pengawasan atau sebagai bahan pencatatan dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).

    Ayat (2)

        Pada dasarnya untuk pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai berlaku sistem 
        pemberitahuan sendiri yang memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pengusaha 
        sehingga tidak memerlukan pengawasan secara fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai. Namun 
        apabila ada dugaan bahwa pengusaha akan atau telah melakukan penyimpangan yang 
        mengakibatkan kerugian negara, demikian pula terhadap Barang Kena Cukai yang karena 
        sifat atau karakteristiknya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ketertiban 
        masyarakat, seperti minuman yang mengandung etil alkohol, Pejabat Bea dan Cukai dapat 
        melakukan pengawasan atas pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai ke atau dari 
        Pabrik atau Tempat Penyimpanan.

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)    

        Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak 
        mengakibatkan kerugian negara.

    Ayat (5)

        Cukup jelas

Pasal 26

    Ayat (1)

        Pada dasarnya Undang-undang ini menetapkan bahwa pemasukan, pengeluaran, atau 
        pengangkutan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya ke atau dari Pabrik atau 
        Tempat Penyimpanan harus dilindungi dokumen cukai. Namun dalam keadaan darurat, seperti 
        kebakaran, banjir atau bencana alam lainnya, maka untuk menyelamatkan Barang Kena 
        Cukai tersebut dapat dilakukan pemindahan tanpa dokumen cukai yang ditentukan.

    Ayat (2)

        Atas pemindahan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Pabrik 
        atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dalam jangka waktu yang ditetapkan harus 
        melaporkannya kepada Kepala Kantor setempat serta wajib menaati petunjuk Kepala Kantor 
        yang bersangkutan.

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal 27

    Ayat (1)

        Untuk mencegah pelarian cukai dan penyalahgunaan pemakaian Barang Kena Cukai, 
        pengangkutan Barang Kena Cukai, baik dalam keadaan telah dikemas dalam kemasan untuk 
        penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau dikemas dalam kemasan bukan untuk 
        penjualan eceran, yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai.

    Ayat (2)

        Dengan mempertimbangkan sifat kerawanan dari Barang Kena Cukai tertentu seperti etil 
        alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, walaupun sudah dibayar cukainya, 
        pengangkutannya harus dilindungi dengan dokumen cukai.

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Cukup jelas

    Ayat (5)

        Cukup jelas

Pasal 28

    Dalam dokumen cukai yang berfungsi sebagai dokumen pelindung pengangkutan ditetapkan jangka 
    waktu berlakunya dengan maksud Barang Kena Cukai yang diangkut tersebut sejak saat 
    pengangkutan sampai tujuan harus dalam jangka waktu yang ditetapkan. Karena dalam 
    pengangkutan kemungkinan terjadi hambatan yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya jangka 
    waktu yang telah ditetapkan dalam dokumen cukai yang bersangkutan, maka ketentuan dalam pasal 
    ini memberi kemudahan bagi pengangkut untuk melaporkan kepada Kepala Kantor yang mengawasi 
    wilayah tempat Barang Kena Cukai berada untuk mendapatkan perpanjangan jangka waktu dokumen 
    cukai yang bersangkutan.

    Ayat (1)

        Kemasan untuk penjualan eceran Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan 
        pelekatan pita cukai dimaksudkan untuk kepentingan pelekatan pita cukai dan pengawasannya.

        Yang dimaksud dengan "pita cukai yang diwajibkan" adalah pita cukai yang dilekatkan pada 
        kemasan tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Undang-
        undangnya ini.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 30

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Huruf a

            Yang dimaksud dengan "memproduksi secara terpadu" adalah suatu rangkaian proses 
            produksi, mulai dari pembuatan etil alkohol sebagai bahan baku sampai dengan 
            pembuatan barang hasil akhir yang bukan Barang Kena Cukai, yang dilakukan dalam 
            Pabrik etil alkohol tersebut.

        Huruf b

            Di dalam suatu Pabrik Barang Kena Cukai dimungkinkan untuk memproduksi barang 
            hasil akhir lain yang bukan Barang Kena Cukai, asalkan dilakukan pemisahan secara 
            fisik untuk tempat produksi dan tempat penimbunan bahan baku atau bahan penolong 
            dan hasil akhir antara Barang Kena Cukai dan bukan Barang Kena Cukai. Pemisahan 
            secara fisik lokasi produksi dan penimbunan di dalam pabrik tersebut dimaksudkan 
            untuk memudahkan pengawasan dan pemeriksaan serta perhitungan cukai.

Pasal 31

    Cukup jelas

Pasal 32

    Cukup jelas

Pasal 33

    Ayat (1)

        Pada ayat ini secara tegas ditetapkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai untuk menyelesaikan 
        pekerjaan yang termasuk wewenangnya dapat mengambil tindakan yang diperlukan atas 
        Barang Kena Cukai untuk dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini. Upaya tersebut 
        berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan, yang semuanya masih dalam 
        lingkup kewenangan administratif.

    Ayat (2)

        Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan tugas 
        administrasi di bidang cukai berdasarkan Undang-undang ini.

        Yang dimaksud dengan "menegah Barang Kena Cukai" adalah melakukan tindakan 
        administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan Barang Kena Cukai.

        Yang dimaksud dengan "menegah sarana pengangkut" adalah melakukan tindakan untuk 
        mencegah keberangkatan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut umum.

    Ayat (3)

        Mengingat besarnya bahaya penggunaan senjata api bagi keamanan dan keselamatan orang, 
        maka penggunaannya sangat dibatasi. Oleh karena itu, jenis dan syarat untuk dapat 
        digunakannya senjata api akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dengan 
        memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal 34

    Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun angkatan bersenjata, bila diminta berkewajiban 
    memberikan bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi Pejabat Bea dan Cukai 
    dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya.

    Ketentuan dalam pasal ini menegaskan bahwa bantuan sebagaimana dimaksud di atas adalah 
    sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan 
    peraturan perundang-undangan.

Pasal 35

    Ayat (1)

        Untuk kepentingan pengamanan hak-hak negara perlu dilakukan pemeriksaan terhadap Pabrik, 
        Tempat Penyimpanan, atau tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang 
        Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan.

    Ayat (2)

        Mengingat pada waktu pemeriksaan dilakukan kemungkinan Barang Kena Cukai oleh yang 
        bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau ke tempat-tempat lain yang mempunyai 
        hubungan langsung atau tidak langsung dengan Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-
        tempat lain yang sedang dilakukan pemeriksaan, maka ditetapkan ketentuan ini.

    Ayat (3)

        Yang dimaksud dengan "tempat-tempat lain yang bukan rumah tinggal" adalah bangunan 
        termasuk pekarangannya dan lapangan yang dipakai bukan sebagai tempat usaha 
        sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, misalnya bangunan yang didirikan khusus 
        untuk menyimpan barang apapun dan pendiriannya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha.

    Ayat (4)

        Cukup jelas

    Ayat (5)

        Cukup jelas

Pasal 36

    Cukup jelas

Pasal 37

    Ayat (1)

        Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap sarana 
        pengangkut bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan perundang-
        undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

        Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta Barang Kena Cukai 
        hanya dilakukan secara selektif didasarkan informasi adanya Barang Kena Cukai yang belum 
        memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan berdasarkan Undang-undang ini.

    Ayat (2)

        Yang dimaksud dengan "dokumen cukai dan dokumen pelengkap cukai" pada ayat ini adalah 
        semua dokumen yang disyaratkan berdasarkan Undang-undang ini untuk melindungi 
        pengangkutan Barang Kena Cukai.

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal 38

    Ayat (1)

        Pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai, 
        atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus dengan surat perintah dari 
        Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuknya, yang maksudnya adalah 
        bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai hanya dapat dilakukan jika 
        disertai dengan surat perintah dengan maksud untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan 
        wewenang.

    Ayat (2)

        Surat perintah tidak diperlukan jika Pejabat Bea dan Cukai melakukan terus menerus atas 
        orang yang patut diduga melanggar ketentuan dalam Undang-undang ini dan melakukan 
        pemeriksaan karena penunjukan secara tetap untuk melakukan pengawasan atas objek yang 
        diperiksa tersebut.

Pasal 39

    Ayat (1)

        Wewenang Pejabat Bea dan Cukai pada ayat ini sebagai konsekuensi dari pemberian 
        kemudahan yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau 
        orang yang kegiatannya berkaitan dengan pengusahaan Barang Kena Cukai.

        Dalam hal pemeriksaan pembukuan perusahaan, dapat dikoordinasikan dengan Direktorat 
        Jenderal Pajak.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 40

    Wewenang Pejabat Bea dan Cukai yang diatur dalam pasal ini dimaksudkan untuk lebih menjamin 
    pengawasan yang lebih baik, dalam rangka pengamanan keuangan negara karena tidak diperlukan 
    adanya penjagaan/pengawalan secara terus menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai atau untuk 
    mengamankan barang-barang bukti karena ada dugaan kuat terjadinya pelanggaran.

Pasal 41

    Pembatasan jangka waktu selama tiga puluh hari bagi Pengusaha Pabrik Pengusaha Tempat 
    Penyimpanan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan 
    menggunakan haknya mengajukan keberatan atas hasil penutupan Buku Rekening Barang Kena 
    Cukai yang dilakukan oleh Kantor yang membawahinya dan untuk menjamin adanya kepastian 
    hukum.

    Dalam hal batas waktu tiga puluh hari tersebut dilewati, hak yang bersangkutan untuk mengajukan 
    keberatan menjadi gugur dan hasil penutupan dianggap diterima.

    Direktur Jenderal diberikan waktu enam puluh hari untuk memutuskan keberatan yang diajukan, jika 
    batas waktu ini dilewati tanpa adanya keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima.

    Jaminan menurut pasal ini dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan 
    asuransi.

    Dalam pemberian bunga, jika waktunya kurang dari satu bulan, dihitung satu bulan penuh; satu bulan 
    tujuh hari, dihitung dua bulan penuh.

Pasal 42

    Cukup jelas

Pasal 43

    Cukup jelas

Pasal 44

    Ayat (1)

        Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dibentuk, permohonan 
        banding diajukan atau upaya untuk memperoleh keadilan di bidang cukai dilakukan melalui 
        lembaga banding yang putusannya bersifat final dan mengikat, baik bagi para pemohon 
        banding maupun bagi pejabat administrasi dan atas putusannya tidak dapat diajukan gugatan 
        kepada Peradilan Tata Usaha Negara.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 45

    Cukup jelas

Pasal 46

    Cukup jelas

Pasal 47

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Pemberitahuan kepada pemohon banding dan Direktur Jenderal dilakukan melalui Ketua 
        Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai.

        Yang dimaksud dengan "empat belas hari" pada ayat ini adalah empat belas hari kerja.

Pasal 48

    Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai adalah lembaga netral yang diharapkan dapat memberikan 
    keputusan yang objektif. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan atau memeriksa suatu permohonan 
    banding, tidak diperbolehkan anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai mempunyai kepentingan 
    pribadi dengan permasalahan yang diperiksa.

    Kepentingan pribadi dalam pasal ini meliputi juga adanya hubungan keluarga sedarah/semenda 
    sampai derajat ketiga, hubungan suami istri meskipun sudah cerai antara anggota Lembaga 
    Pertimbangan Bea dan Cukai dan pemohon banding.

    Anggota majelis yang mengundurkan diri harus diganti oleh anggota yang lain dari unsur yang sama.

Pasal 49

    Cukup jelas

Pasal 50

    Yang dimaksud dengan "kerugian negara" dalam pasal ini adalah tidak diterimanya pungutan cukai 
    yang seharusnya menjadi hak negara.

Pasal 51

    Cukup jelas

Pasal 52

    Cukup jelas

Pasal 53

    Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19 adalah buku-buku yang 
    diwajibkan berdasarkan Undang-undang ini berupa :
    -       Buku Persediaan;
    -       Buku Rekening Barang Kena Cukai
    -       Buku Rekening Kredit

Pasal 54

    Cukup jelas

Pasal 55

    Cukup jelas

Pasal 56

    Cukup jelas

Pasal 57

    Cukup jelas

Pasal 58

    Pada prinsipnya pita cukai hanya bisa dilekatkan pada barang Kena Cukai yang diproduksi oleh 
    pengusaha yang memesan pita cukai tersebut. Oleh karena itu, apabila pita cukai yang telah dipesan 
    dipindahtangankan kepada pihak lain, perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana 
    karena dapat merugikan keuangan negara sehingga diancam dengan pidana penjara paling lama 
    empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dari pita cukai yang bersangkutan.

Pasal 59

    Ayat (1)

        Apabila pidana denda tidak dibayar seluruhnya atau sebagian, harta milik pelaku tindak 
        pidana dan/atau penghasilan yang sah yang diperolehnya disita.

        Hasil pelelangan harta dan/atau penghasilan yang sah digunakan untuk melunasi pidana 
        denda. Penyitaan dan pelelangan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan 
        yang berlaku.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 60

    Cukup jelas

Pasal 61

    Ayat (1)

        Ayat ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu badan hukum, perseroan, 
        perusahaan, perkumpulan , yayasan, atau koperasi, karena dalam kenyataan dapat terjadi 
        orang pribadi melakukan tindakan atas nama badan-badan tersebut, dan/atau harus dipidana 
        juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang 
        bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya sehingga tindak pidana 
        tersebut terjadi.

        Tindak pidana dimaksud tidak harus berada pada satu orang, tetapi dapat pula berada pada 
        lebih dari satu orang.

        Termasuk dalam pengertian "pimpinan" adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang 
        ikut menentukan kebijaksanaan, dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan badan 
        hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi.

    Ayat (2)

        Yang dimaksud dengan "hubungan lain" pada ayat ini, antara lain, hubungan kepemilikan dan 
        hubungan kemitraan.

    Ayat (3)

        Yang dimaksud dengan "orang lain" adalah kuasa hukum atau orang pribadi lainnya di luar 
        badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang secara sah 
        menerima kuasa dari pengurus untuk bertindak untuk, dan atas nama pengurus.

    Ayat (4)

        Ayat ini memberikan penegasan bahwa terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, 
        perkumpulan, yayasan, atau koperasi hanya dapat dikenai pidana denda. Oleh karena itu, 
        tindak pidana yang dilakukan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, 
        atau koperasi, yang diancam dengan pidana penjara, pidana yang dijatuhkan digantikan 
        pidana denda. Penggantian tersebut tidak menghapuskan pidana denda yang dijatuhkan.

Pasal 62

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Yang dimaksud dengan "barang-barang lain" adalah barang-barang yang berkaitan langsung 
        dengan Barang Kena Cukai, seperti sarana pengangkut yang digunakan untuk mengangkut 
        Barang Kena Cukai, peralatan atau mesin yang digunakan untuk membuat Barang Kena 
        Cukai.

        Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini 
        dapat dirampas untuk negara adalah sebagai penegasan bahwa tindak pidana di bidang cukai 
        mempunyai sifat khusus sehingga memerlukan perlakuan tersendiri terhadap barang-barang 
        lain yang tersangkut tindak pidana dimaksud.

    Ayat (3)

        Terhadap Barang Kena Cukai dan barang-barang lain yang berdasarkan putusan pengadilan 
        dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan Undang-undang ini menjadi kekayaan negara. 
        Penyelesaian lebih lanjut atas barang-barang tersebut akan ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 63

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Huruf a

            Cukup jelas

        Huruf b

            Cukup jelas

        Huruf c

            Penangkapan dan pemahaman sebagaimana dimaksud dalam huruf ini dilakukan 
            terutama dalam hal tertangkap tangan.

        Huruf d

            Cukup jelas

        Huruf e

            Yang dimaksud dengan "pembukuan lainnya" adalah pembukuan perusahaan dan 
            catatan lainnya yang tidak diwajibkan menurut Undang-undang ini, yang diduga 
            mempunyai kaitan dengan tindak pidana yang disidik.

        Huruf f

            Cukup jelas

        Huruf g

            Penggeledahan rumah tinggal dilakukan dengan izin ketua pengadilan negeri 
            setempat.

        Huruf h

            Cukup jelas

        Huruf j

            Cukup jelas

        Huruf k

            Cukup jelas

        Huruf l

            Cukup jelas

        Huruf m

            Penghentian penyidikan harus diberitahukan kepada penyidik polisi negara Republik 
            Indonesia dan Penuntut Umum.

        Huruf n

            Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 64

    Cukup jelas

Pasal 65

    Pasal ini menetapkan bahwa tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh wakil atau kuasa 
    yang ditunjuk Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang bersangkutan 
    tetap menjadi tanggung jawab Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir, 
    kecuali dapat dibuktikan olehnya bahwa perbuatan wakil atau kuasa tersebut diluar dari kuasa yang 
    diberikan.

    Perbuatan dimaksud adalah perbuatan yang dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan Undang-undang 
    ini.

Pasal 66

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "pelanggar yang tidak dikenal" adalah orang yang melanggar 
        ketentuan peraturan perundang-undangan cukai, baik ketentuan administrasi maupun 
        ketentuan pidana, yang tidak diketahui.

        Dalam keadaan demikian, terhadap Barang Kena Cukai dan barang lain yang tersangkut 
        dalam pelanggaran tersebut dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat 
        Jenderal Bea dan Cukai dan dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara 
        dinyatakan menjadi milik negara apabila pemiliknya tetap tidak diketahui.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 67

    Cukup jelas

Pasal 68

    Cukup jelas

Pasal 69

    Cukup jelas

Pasal 70

    Walaupun peraturan perundang-undangan cukai yang lama telah dicabut dengan berlakunya Undang-
    undang ini, namun terhadap semua urusan cukai yang belum selesai, misalnya pesanan pita cukai, 
    penggunaan pita cukai, utang cukai, pengembalian cukai, dan sebagainya, untuk penyelesaiannya 
    diberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang paling meringankan bagi setiap orang.

Pasal 71

    Cukup jelas

Pasal 72

    Cukup jelas





                TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR: 3613