PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 139 TAHUN 2000
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI OBLIGASI
YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA EFEK
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari obligasi
yang diperdagangkan di bursa efek serta untuk mendorong berkembangnya aktivitas pasar modal di Indonesia,
sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Obligasi Yang
Diperdagangkan Di Bursa Efek;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3984);
3. Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI OBLIGASI YANG
DIPERDAGANGKAN DI BURSA EFEK.
Pasal 1
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa keuntungan modal (capital gain), bunga dan
atau diskonto yang berasal dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek dan atau yang dilaporkan bursa
efek, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifal final, kecuali bagi Wajib Pajak tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 2
Pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan oleh :
a. Penerbit obligasi (emiten) pada saat emisi Perdana obligasi tanpa bunga (zero coupon bond);
b. Penerbit obligasi pada saat jatuh tempo pembayaran bunga;
c. Bank Wajib Pajak dalam negeri, cabang bank Wajib Pajak luar negeri sebagai bentuk usaha tetap di
Indonesia, Dana Pensiun yang pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan Reksadana
yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal, pada saat perolehan obligasi berbunga atas bunga
berjalan yang diperoleh selama masa kepemilikan oleh penjual obligasi;
d. Penyelenggara bursa pada saat transaksi penjualan obligasi di bursa efek dan atau yang dilaporkan ke
bursa efek.
Pasal 3
(1) Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dipotong atas Penghasilan berupa diskonto yang diterima atau
diperoleh pembeli obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) pada saat emisi perdana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, dan penghasilan bunga yang diterima atau diperoleh pemilik obligasi
pada saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b atau penghasilan
bunga berjalan yang diperoleh pada saat pengalihan obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf c, ditetapkan sebagai berikut :
a. 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap;
b. 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau tarif berdasarkan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda yang berlaku bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
(2) Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dipotong atas penghasilan berupa keuntungan modal (capital
gain), bunga dan atau diskonto yang diterima atau diperoleh pemilik obligasi pada saat transaksi
penjualan obligasi di bursa efek dan atau yang dilaporkan ke bursa efek sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf d adalah sebesar 0,03% (tiga perseratus persen) dari nilai transaksi.
PasaI 4
Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang dikecualikan dari pemotongan Pajak
Penghasilan yang dilakukan oleh pemotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf b dan
huruf c adalah :
a. Bank Wajib Pajak dalam negeri dan cabang bank Wajib Pajak luar negeri sebagai bentuk usaha tetap
di Indonesia;
b. Dana pensiun yang pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), selama 5 (lima) tahun
pertama sejak pendirian perusahaan atau Pemberian izin usaha.
Pasal 5
(1) Pajak Penghasilan yang dipotong oleh penerbit obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a
bagi pembeli obligasi tanpa bunga (zero coupon bond), tidak bersifat final.
(2) Pajak Penghasilan yang dipotong oleh penyelenggara bursa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf d bagi :
a. Bank Wajib Pajak dalam negeri dan cabang bank Wajib Pajak luar negeri sebagai bentuk usaha
tetap di Indonesia;
b. Dana Pensiun yang pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), selama 5 (lima)
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
d. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang seluruh penghasilannya termasuk penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dalam satu tahun pajak tidak melebihi jumlah
Penghasilan Tidak Kena Pajak;
tidak bersifat final.
Pasal 6
(1) Selisih lebih nilai konversi obligasi yang dapat dipertukarkan dengan saham (convertible bond) di atas
nilai buku obligasi tersebut pada saat terjadi pertukaran, merupakan keuntungan modal (capital gain)
bagi pemilik obligasi.
(2) Atas penghasilan yang berupa keuntungan modal (capital gain) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikenakan pajak sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan.
Pasal 7
Tata cara pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 1996 tentang Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Atau Diskonto Obligasi Yang Dijual Di Bursa Efek (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3646), dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 254
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 139 TAHUN 2000
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI OBLIGASI
YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA EFEK
UMUM
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, atas penghasilan tertentu
termasuk penghasilan dari transaksi sekuritas di bursa efek pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Ketentuan yang berlaku selama ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 1996 hanya mencakup pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas bunga dan diskonto obligasi
yang diperdagangkan di bursa efek melalui pemotongan pajak oleh pihak penerbit obligasi (emiten) serta bank,
dana pensiun dan reksadana dan tidak melibatkan penyelenggara bursa. Ketentuan tersebut dipandang kurang
efektif dan menimbulkan hambatan terhadap transaksi perdagangan obligasi di bursa efek. Dalam rangka
meningkatkan efektivitas pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari obligasi yang diperdagangkan di
bursa efek serta untuk mendorong berkembangnya aktivitas pasar modal di Indonesia, dipandang perlu untuk
mengatur kembali pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari obligasi yang diperdagangkan di bursa
efek.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pada Prinsipnya semua Wajib Pajak orang pribadi dan badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, dan
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia yang menerima atau memperoleh
penghasilan berupa keuntungan modal (capital gain), bunga dan atau diskonto dari obligasi yang
diperdagangkan di bursa efek dan atau yang dilaporkan ke bursa efek dikenakan pemotongan Pajak
Penghasilan yang bersifat final. Pengecualian dari pemotongan pajak tersebut berlaku terhadap
beberapa Wajib Pajak tertentu yang berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan
dikecualikan dari pengenaan atau pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan bunga obligasi.
Pasal 2
Untuk memudahkan pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan dari obligasi yang
diperdagangkan di bursa efek, pemotongan pajak dilakukan oleh penerbit obligasi (emiten) yaitu pada
saat emisi perdana obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) dan pada saat jatuh tempo pembayaran
bunga, serta oleh penyelenggara bursa yaitu pada saat transaksi penjualan obligasi di bursa efek dan
atau yang dilaporkan ke bursa efek.
Karena ada beberapa Wajib Pajak yang dikecualikan dari pengenaan pajak atas penghasilan bunga
obligasi, terdapat kemungkinan penghindaran pajak dengan mengalihkan obligasi tersebut sebelum
jatuh tempo pembayaran bunga (wash sales) kepada wajib Pajak dimaksud. Untuk menghindari
praktek kurang sehat tersebut, Wajib Pajak yang dikecualikan dari pengenaan pajak atas bunga
obligasi seperti bank, dana pensiun dan Reksadana harus memotong pajak atas bunga obligasi yang
diperoleh penjual sesuai dengan masa kepemilikannya. Atas penghasilan diskonto obligasi tanpa
bunga (zero coupon bond) dikenakan pajak kepada pembeli yaitu pada saat emisi perdana oleh
penerbit obligasi.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, Wajib Pajak bank dalam negeri
termasuk cabang bank Wajib pajak luar negeri yang merupakan bentuk usaha tetap di Indonesia tidak
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan bunga dan penghasilan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, melainkan dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan.
Adapun atas penghasilan bunga obligasi yang diperdagangkan di bursa efek yang diterima atau
diperoleh dana pensiun yang pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan yang diterima
atau diperoleh reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha dikecualikan dari
pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf h dan huruf j Undang-undang PPh
sehingga tidak perlu dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan.
Pasal 5
Ayat (1)
Diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) yaitu selisih antara nilai nominal dengan
nilai perolehan obligasi pada saat emisi perdana, pada dasarnya merupakan bunga yang
diterima di muka. Atas diskonto dari pembelian obligasi tersebut dikenakan pemotongan Pajak
Penghasilan yang tidak bersifat final oleh penerbit obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf a, kecuali apabila pembeli adalah bank, dana pensiun atau reksadana. Pada waktu
obligasi tersebut dijual kembali di bursa efek atau dilaporkan penjualannya ke bursa efek,
pemilik obligasi selaku penjual dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas nilai
transaksinya.
Ayat (2)
Dalam transaksi penjualan obligasi di bursa efek, penghasilan yang diterima atau diperoleh
pemilik yang menjual obligasinya dapat meliputi keuntungan modal, bunga dan atau diskonto.
Untuk kemudahan pelaksanaan pemotongan Pajak Penghasilan oleh penyelenggara bursa
terhadap Wajib Pajak bank, dana pensiun dan reksadana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan terhadap Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak akan terutang Pajak
Penghasilan karena seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak tidak melebihi jumlah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang
tidak bersifat final.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4056