DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 11 Oktober 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 195/PJ.312/1996 TENTANG PENERAPAN PP 27/1996 ATAS KERJASAMA PENGEMBANGAN PROPERTI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 5 September 1996, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara antara lain disebutkan bahwa PT XYZ mengadakan perjanjian kerjasama dengan Lend Lease ABC Pte. Ltd. sebuah perusahaan yang berkedudukan di Singapura, yang bermaksud akan mendirikan perusahaan PMA atau kantor perwakilan dalam rangka membangun di atas tanah yang dimiliki oleh PT XYZ di Indonesia. Perusahaan XYZ maupun ABC Pte. Ltd. adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengembang (real estat). Isi pokok perjanjian tersebut adalah sebagai berikut : - PT XYZ setuju bekerjasama dengan ABC Pte. Ltd. untuk mengembangkan ruko di atas tanah yang dimiliki oleh PT XYZ. PT XYZ dan ABC Pte. Ltd. sepakat untuk membiayai proyek tersebut masing-masing dalam jumlah yang sama besar. - Tanah tetap menjadi milik PT XYZ dan hanya PT XYZ yang dapat menjual tanah dan/atau bangunan tersebut. Hasil penjualan akan dibagi sesuai dengan perjanjian. Kewajiban perpajakan yang berkenaan dengan penjualan tersebut dilakukan oleh PT XYZ sebagai pemilik tanah, tetapi pada akhirnya akan ditanggung oleh ABC Pte. Ltd. secara proporsional. - PT XYZ dan ABC Pte. Ltd. bersepakat membagi keuntungan atau kerugian dari kerjasama tersebut dalam jumlah yang sama besar. - Berkenaan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996, Saudara berpendapat bahwa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996 atas kerjasama PT XYZ dan ABC Pte. Ltd. dapat mengakibatkan terjadinya pajak berganda, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% dan bersifat final pada saat pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan serta PPh atas penghasilan yang diterima oleh ABC Pte. Ltd dari kerjasama PT XYZ dan ABC Pte. Ltd. - Untuk itu Saudara menanyakan hal-hal sebagai berikut : a. Apakah atas penghasilan yang diterima PT XYZ dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan dikenakan PPh sebesar 5% dan bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996 ? b. Apakah ABC Pte. Ltd. (baik melalui bentuk usaha tetap atau perusahaan PMA) akan dibebaskan dari pajak (termasuk pemungutan/pemotongan pajak) atas keuntungan dari kerjasama antara PT XYZ dan ABC Pte. Ltd. yang dibayar oleh PT XYZ mengingat bahwa jumlah ini telah dikenai pajak berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 1996 ? c. Jika andil ABC Pte. Ltd. atas keuntungan kerjasama berasal dari bentuk usaha tetap-nya ABC Pte. Ltd., apakah penghasilan tersebut akan dibebaskan dari PPh Pasal 26 ? d. Jika andil ABC Pte. Ltd. atas keuntungan kerjasama berasal dari perusahaan PMA (bukan BUT), apakah penghasilan tersebut dikenakan PPh Pasal 26 ketika dibayarkan sebagai dividen kepada induk perusahaannya di Singapura ? 2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996, antara lain diatur bahwa atas penghasilan yang diterima oleh badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam kegiatan usaha pokoknya dikenakan PPh sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan bersifat final. 3. Dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, antara lain diatur bahwa atas penghasilan berupa deviden yang dibayarkan atau yang terutang oleh Subjek Pajak dalam negeri kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-undang tersebut di atas, Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia yang ketentuannya ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Menteri Keuangan. 4. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, antara lain diatur bahwa dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, tidak termasuk sebagai Objek Pajak. 5. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut : a. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan ruko yang dilakukan atas nama PT XYZ qq. JO dikenakan PPh sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dan bersifat final. b. Dalam hal ABC Pte. Ltd. mempunyai bentuk usaha tetap, maka penghasilan yang diperoleh ABC Pte. Ltd. di Singapura yang berasal dari laba bentuk usaha tetap setelah dikenakan PPh, dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) antara Indonesia dengan Singapura. c. Dalam hal ABC Pte. Ltd. membentuk perusahaan PMA maka penghasilan yang diterima oleh ABC Pte. Ltd. di Singapura dari perusahaan PMA berupa dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan Tax Treaty antara Indonesia dengan Singapura. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK Pjs. DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN, ttd Drs. MOCH. SOEBAKIR