DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
8 Juli 1986
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 32/PJ.3/1986
TENTANG
PPN ATAS FILM CERITERA IMPOR (SERI PPN-78)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Untuk adanya kepastian dalam pelaksanaan PPN atas film ceritera impor, maka dengan memperhatikan surat
dari :
a. Asosiasi Film Asia Non Mandarin No.: 28/AIFANM/1985 tanggal 14 Oktober 1985 perihal permohonan
pembebasan PPN;
b. Konsulen Pajak Drs. HUSSEIN KERTASASMITA selaku kuasa dari Asosiasi Film Amerika/Eropah dan
Mandarin No. :44/HK/IV/86 tanggal 15 April 1986 dan No.: 64/HK/IV/86 tanggal 31 Mei 1986 perihal
permohonan dan usulan pelaksanaan PPN atas film ceritera impor; dan
c. Hasil pertemuan Direktur Pajak Tidak Langsung dan Para Pengurus Asosiasi Importir Film tanggal
24 Juni 1986, dengan ini diberikan penegasan tentang pelaksanaan PPN atas film ceritera impor
sebagai berikut:
1. Barang Kena Pajak:
Film ceritera adalah barang yang dihasilkan melalui proses menghasilkan (Pabrikasi), yaitu
mengolah dan membuat pita celluloid kosong kedap sinar menjadi pita celluloid tidak kedap
sinar yang berisi gambar (bayangan) data atau suara.
Dengan demikian film ceritera adalah Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf c Undang-undang PPN 1984.
2. Pengusaha Kena Pajak:
Importir film ceritera adalah Pegusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 4
ayat (1) huruf a angka 2) Undang-undang PPN 1984 juncto Pasal 1 huruf a Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985.
3. Penyerahan Kena Pajak:
Penyerahan film ceritera (Barang Kena Pajak) oleh Importir (Pengusaha Kena Pajak) kepada
pihak manapun dengan maksud untuk dikonsumsi, termasuk untuk pemakaian sendiri yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
dikenakan PPN sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d
angka 1) huruf e juncto Pasal 4 ayat (1) huruf a angka 2) dan Pasal 7 ayat (1) Undang-
undang PPN 1984.
Mengingat film ceritera oleh Importir yang bersangkutan tidak dijual, maka PPN atas film
ceritera impor dikenakan atas dasar penyerahan untuk pemakaian sendiri sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 1 huruf d angka 1) huruf e dan bukan atas jasa persewaannya.
(Hal yang sama diberlakukan pula pada Perusahaan Real Estate yang membangun rumah
untuk kemudian disewakan sebagaimana diatur dalam S.E. Direktorat Jenderal Pajak
No.: SE-13/PJ.3/1984 tangal 28 September 1984 (SERI PPN-12).
4. Dasar Pengenaan Pajak:
a. Mengingat adanya ketentuan bahwa impor film ceritera harus dilakukan dengan
sistem paket yang terdiri dari 5 atau lebih film, sedang lolosnya film dari Badan
Sensor Film tidak bersamaan waktunya, maka sulit untuk dapat melakukan
perhitungan harga pokok per judul flm dan karenanya untuk pengenaan PPN, Dasar
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas film ceritera impor per judul film
ditetapkan berdasarkan suatu perkiraan harga sesuai dengan negara asal film yang
bersangkutan (deemed taxable base).
Dasar Pengenaan Pajak adalah flat base dengan taksiran hasil rata-rata per judul
film. Setelah memperhatikan perhitungan mengenai perkiraan hasil rata-rata per
judul film yang dapat diperoleh oleh Importir yang diajukan
Drs. HUSSEIN KARTASASMITA/Drs. JOSEPH SUSILO maka untuk sementara
ditetapkan Dasar Pengenaan Pajak sebagai berikut:
Negara Asal Film Dasar Pengenaan Pajak
---------------------------------- ----------------------------
a. Film Amerika/Eropa = Rp. 30.000.000,-
b. Film Mandarin = Rp. 25.000.000,-
c. Film Asia Non Mandarin = Rp. 20.000.000,-
b. Dasar pengenaan Pajak tersebut diatas diberlakukan untuk film yang di impor
pertama kali, sedang untuk impor yang kedua dan seterusnya (repeat) yang
dilakukan tanpa harus meminta quota/izin baru dari Pemerintah dikenakan PPN
per copy film.
Dasar Pengenaan Pajaknya adalah biaya-biaya : Subtitling, Sertifikat Produksi,
Sensor dan Profit Margin yang rata-rata berjumlah Rp. 1.500.000,- per copy film.
Untuk impor kedua dan seterusnya yang memerlukan quota/izin baru dari
Pemerintah dikenakan PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak yang ditetapkan dalam
butir a diatas.
c. Dasar Pengenaan Pajak tersebut pada huruf a dan b diatas akan ditinjau kembali
bila terjadi perubahan yang cukup berarti pada dasar perhitungan demed taxable
base (umpamanya perubahan kurs mata uang asing) dan atau dari hasil penelitian
yang dilakukan terdapat alasan untuk mengadakan penyesuaian.
5. Saat Pajak Terhutang dan Pengkreditan Pajak Masukan:
a. PPN atas film ceritera impor terhutang dalam Masa Pajak pada saat film tersebut
disetujui oleh Badan Sensor Film untuk diedarkan (lolos sensor).
b. Pajak Masukan yang dibayar pada saat impor film dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran yang terhutang.
c. Pengkreditan tersebut pada butir b dilakukan per paket film. Apabila Pajak Masukan
lebih besar dari Pajak Keluaran maka kelebihan tersebut tidak dapat
dikompensasikan dengan kekurangan bayar PPN per paket film yang lain atau
diminta kembali, mengingat bahwa DPP atas film ditetapkan atas dasar perkiraan
harga rata-rata.
6. Pengukuhan Menjadi Pengusaha Kena Pajak:
a. Mengingat sebelum ini belum ada penegasan mengenai PPN atas film impor, dan
PPN hanya dikenakan atas impor film saja, sedang peredaran film dianggap
sebagai penyewaan yang tidak dikenakan PPN maka dengan dikeluarkannya
penegasan ini, terhitung mulai tanggal 1 Juli 1986 semua Importir Film selaku
Pengusaha Kena Pajak harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
b. Kewajiban lain yang harus dipenuhi adalah:
- menyetorkan jumlah PPN yang terhutang mulai Masa Pajak Juli 1986,
- menyampaikan Surat Pemberitahauan Masa PPN sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
peraturan pelaksanaannya.
7. Hak PKP untuk tidak menggunakan deemed price:
Importir Film Ceritera yang tidak menghendaki diberlakukannya Dasar Pengenaan Pajak
sebagaimana ditetapkan dalam butir 4 huruf a (deemed taxable base) dapat memilih untuk
melaksanakan PPN berdasarkan harga sebenarnya (actual price) sesuai dengan ketentuan
umum PPN yang berlaku.
Dalam hal demikian maka Pengusaha Kena Pajak harus menyampaikan pernyataan tertulis
kepada Kepala Inspeksi Pajak yang mengeluarkan NPWP dan Surat Pengukuhan menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
Drs. SALAMUN A.T.