DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
13 September 2002
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 938/PJ.53/2002
TENTANG
PPN ATAS ANJAK PIUTANG
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 16 Juli 2002 hal Perlakuan PPN atas Pengalihan atau
Penjualan Piutang, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut dikemukakan sebagai berikut:
a. PT. ABC adalah salah satu perusahaan multi finance dari BCA yang bergerak khususnya
dalam bidang pembiayaan konsumen dengan izin Menteri Keuangan melalui Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.013/1989 tanggal 26 September 1989 jo. S-3630/M/1992
tanggal 30 Juni 1992.
b. ABC akan melakukan transaksi Anjak Piutang (Factoring) dengan PT. XYZ dan CBA.
c. Piutang yang dialihkan atau dijual berasal dari pembiayaan pembelian kendaraan yang
diberikan kepada konsumen. Jumlah piutang yang dialihkan atau dijual bisa seluruhnya
(100%) atau sebagian (90%, sisanya 10% tetap milik ABC) dengan harga at discount.
d. Pada saat jatuh tempo sesuai perjanjian pemberian pinjaman antara PT ABC dengan
langganan, langganan akan membayar angsuran kepada PT ABC yang kemudian diteruskan
kepada factor sesuai porsi piutang yang dialihkan atau dijual.
e. Pengalihan piutang dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara:
- Recourse yaitu PT. ABC akan menanggung resiko untuk membeli kembali piutang
yang telah dialihkan atau dijual apabila langganan tidak membayar angsuran.
- Without Recourse yaitu PT. ABC tidak menanggung resiko apabila langganan tidak
membayar angsuran.
f. Transaksi anjak piutang dilakukan dengan syarat non notification, yaitu PT ABC tidak
memberitahukan kepada pelanggan, sehingga atas penyelenggaraan administrasi dan proses
penagihan tetap dilakukan oleh PT ABC.
g. Permintaan penegasan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas pengalihan atau penjualan
piutang dengan:
- Harga at discount dan bersifat recourse dan non-notification.
- Harga at discount dan bersifat without recourse dan non-notification.
2. Pasal 4 A ayat (3) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 18 TAHUN 2000 mengatur bahwa jasa anjak piutang tidak termasuk jenis jasa yang
tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sehingga atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan
Nilai.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 172/KMK.06/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, mengatur antara lain:
a. Pasal 1 huruf e menetapkan bahwa anjak piutang (factoring company) adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau
tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
b. Pasal 4 menetapkan bahwa Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk:
a. pembelian dan atau pengalihan; serta
b. pengurusan,
piutang/tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, mengatur
antara lain:
a. Pasal 2 huruf j menetapkan bahwa Dasar Pengenaan Pajak untuk jasa anjak piutang adalah
5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi
dan diskon.
b. Pasal 3 menetapkan bahwa Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan jasa anjak
piutang tidak dapat dikreditkan karena dalam Nilai Lain telah diperhitungkan Pajak Masukan
atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dalam rangka usaha tersebut.
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.53/1997 tentang perlakuan PPN atas Jasa
Anjak Piutang (Seri PPN 40-95), mengatur dalam butir 4 bahwa imbalan jasa anjak piutang yang
diterima perusahaan anjak piutang dari kliennya berupa service charge, provisi dan diskon.
Pencatatan imbalan dilakukan secara akrual; sehingga saat penandatanganan Perjanjian Pembiayaan
merupakan saat pajak terutang.
7. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 5 serta memperhatikan isi surat Saudara pada
butir 1, dengan ini diberikan penegasan bahwa:
a. Pengalihan atau penjualan piutang dengan harga at discount dan bersifat recourse dan non-
notifikasi
a.1 Atas pengalihan atau penjualan piutang tersebut terutang PPN sebesar
10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi,
dan diskon yang terutang pada saat penandatanganan Perjanjian Pembiayaan.
a.2 Atas pembelian kembali (buy back) piutang yang telah dialihkan tersebut apabila:
- Tidak menimbulkan adanya imbalan berupa service charge, provisi, dan
diskon maka atas pembelian kembali tersebut tidak terutang Pajak
Pertambahan Nilai.
- Menimbulkan adanya imbalan berupa service charge, provisi, dan diskon
maka atas pembelian kembali tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.
b. Atas pengalihan atau penjualan piutang dengan harga at discount dan bersifat without
recourse dan non-notifikasi terutang PPN sebesar 10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang
diterima berupa service charge, provisi, dan diskon yang terutang pada saat
penandatanganan Perjanjian Pembiayaan.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,
ttd
I MADE GDE ERATA