DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
29 April 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 266/PJ.52/2004
TENTANG
PELAPORAN TRANSAKSI KEPADA PEMUNGUT PPN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : 082/ABB-T&D/VII/03 tanggal 9 Juli 2003 hal sebagaimana
tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut secara garis besar dijelaskan bahwa :
1.1. PT ABC melakukan transaksi penjualan BKP senilai Rp 592.359.300,00 kepada PT XYZ yang
merupakan Pemungut PPN. PT ABC telah menerbitkan Invoice dan Faktur Pajak Standar
dengan PPN senilai Rp 59.235.930,00. Oleh PT XYZ, BKP tersebut kemudian dijual kembali
kepada PT DEF, yang juga sebagai Pemungut PPN, dengan harga Rp 784.336.360.00.
1.2. Atas transaksi kepada PT ABC tersebut, PT XYZ memberikan SSP PPN dari PT DEF atas
nama dan dengan data NPWP PT XYZ dengan nilai PPN sebesar Rp 78.433.636,00. Adapun
alasan PT XYZ tidak melakukan penyetoran SSP PPN atas nama PT ABC adalah karena PT
XYZ mempunyai fasilitas PPN Tidak Dipungut. Dengan demikian apabila penyetoran SSP PPN
untuk PT ABC dilakukan sesuai ketentuan, maka PT XYZ akan berada dalam posisi restitusi.
1.3. Sehubungan dengan hal tersebut Saudara menanyakan apakah SSP PPN dari PT DEF dengan
data NPWP PT XYZ tersebut dapat dijadikan dokumen pajak yang sah dalam pelaporan SPT
Masa PPN PT ABC.
2. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh
Badan-badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, antara lain diatur bahwa :
a. Pasal 1 : Yang dimaksud dengan Badan-badan tertentu adalah PERTAMINA,
Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang minyak,
gas bumi, panas bumi, dan Pertambangan Umum lainnya, Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah termasuk Bank
Pemerintah dan Bank Daerah, dan Bank Indonesia.
b. Pasal 2 ayat (1) : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang
terutang oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan Badan-badan tertentu,
dipungut dan disetor oleh Badan-badan tertentu baik Kantor Pusat,
Cabang-cabang maupun unit-unitnya yang melakukan pembayaran
atas tagihan rekanan atas nama rekanan yang bersangkutan.
c. Lampiran II huruf : a. PKP Rekanan Badan-badan tertentu membuat Faktur Pajak
dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Badan-
badan tertentu, baik untuk pembayaran sebagian maupun
seluruhnya.
b. SSP tersebut harus diisi dengan membubuhkan NPWP
serta identitas rekanan yang bersangkutan tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh Badan-badan
tertentu sebagai penyetor atas nama rekanan.
3. Dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ./2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha Kena Pajak Rekanan,
antara lain diatur bahwa :
a. Huruf D angka 1 : Pemungut PPN wajib memungut, menyetor, dan melapor PPN dan
PPn BM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh
Rekanan.
b. Huruf G angka 1 : Faktur Pajak dan SSP yang PPN dan PPn BM-nya telah disetorkan
kepada Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro merupakan
bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn BM.
c. Huruf G angka 5 : - SSP dibuat atas nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib
Pajak PKP Rekanan, sedangkan yang menandatangani
adalah Pemungut PPN sebagai penyetor PPN atas nama PKP
Rekanan.
- Bagi Pemungut PPN, SSP dibuat rangkap 5 (lima) dan
lembar ke-3 nya diperuntukkan bagi PKP Rekanan guna
dilampirkan pada SPT.
4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dan dengan memperhatikan isi surat Saudara pada
butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Atas penyerahan dari PT ABC, PT XYZ wajib memungut dan menyetor PPN yang terutang
dengan SSP dan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh PT ABC. SSP dan Faktur Pajak yang
berisi identitas PT ABC tersebut merupakan bukti pemungutan oleh PT XYZ.
b. Dengan demikian SSP atas nama PT XYZ dan Faktur Pajak dengan identitas PT DEF yang
diberikan oleh PT XYZ tidak dapat digunakan oleh PT ABC untuk melaporkan penyerahan
BKP kepada PT XYZ.
c. Selanjutnya, SSP Pajak Pertambahan Nilai yang dapat dijadikan sebagai dokumen pajak untuk
dilampirkan pada saat pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai PT ABC adalah SSP yang
dibuat atas nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak PT ABC, sedangkan yang
menandatangani adalah Pemungut PPN, dalam hal ini PT XYZ.
Demikian untuk dimaklumi.
a.n. Direktur Jenderal,
Direktur PPN dan PTLL,
ttd.
A. Sjarifuddin Alsah
NIP 060044664
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak
2. Direktur Peraturan Perpajakan.
3. Kepala KPP Jakarta Mampang Prapatan.