DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 3 Maret 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 119/PJ.53/2004 TENTANG PENJELASAN PERMOHONAN RESTITUSI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor ............................... tanggal 22 Juli 2003 hal sebagaimana tersebut di atas, dengan ini diberitahukan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :  a. PT. SI pernah terdaftar di KPP sebagai berikut :   PT. SI (Pusat)   - Sejak berdiri s.d. September 1999 : KPP Jakarta Kebayoran Baru - Oktober 1999 s.d. Juni 2002 : KPP PMA III - Juli 2002 s.d. sekarang : KPP Wajib Pajak Besar Satu   PT. SI (Cabang)   - Oktober 1996 s.d. Oktober 2001 : KPP Bekasi - Nopember 2001 s.d. Juni 2002 : KPP Cikarang - Juli 2002 s.d. sekarang : KPP Wajib Pajak Besar Satu  b. Permasalahan I, PT. SI mengajukan permohonan restitusi PPN Masa Mei 1997 dengan surat nomor ....................... tanggal 22 Juli 2002 yang diterima oleh KPP Wajib Pajak Besar Satu tanggal 20 Agustus 2002. Namun sebelumnya atas permohonan restitusi Masa Pajak Mei 1997 PT. SI tersebut pernah diproses oleh KPP Jakarta Kebayoran Baru yang sekarang telah menjadi KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu tetapi PT. SI kemudian mengajukan surat pembatalan atas restitusi tersebut karena jatuh tempo pemeriksaan sudah dekat namun pemeriksaan belum selesai dan waktu penyelesaian tidak mencukupi. Atas Lebih Bayar PPN Masa Juni 1997 sebesar Rp. 502.036.493,- telah dikeluarkan SKPLB oleh KPP Jakarta Kebayoran Baru dengan Nomor ............................ tanggal 20 Agustus 1998 dan tidak ada kompensasi dari bulan Ialu (Masa Mei 1997).  c. Permasalahan II, PT. SI mengajukan permohonan restitusi dari kompensasi SKPLB yang belum diterima dengan surat nomor ........................ tanggal 24 Oktober 2002, yang menjelaskan bahwa :   - PT. SI mengajukan permohonan kompensasi SKPLB yang belum diproses untuk dikembalikan yaitu sebesar Rp. 1.219.713.316,-. - Kompensasi PT. SI yang belum diproses sampai dengan saat ini adalah untuk masa Juni 1997, Agustus sampai dengan Desember 1998, Januari 1999, dan Maret 1999. Lebih Bayar tersebut telah direstitusi sebagian dan atas sisa yang belum dikembalikan tidak pernah dikompensasikan ke masa-masa pajak sesudahnya dan tidak pernah direstitusi sampai dengan saat ini. Sesuai dengan KEP-28/PJ./1996 tentang Penghitungan dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Masukan jo. SE-17/PJ.52/1996 bahwa batas maksimum kelebihan Pajak Masukan yang dapat dikembalikan pada setiap Masa Pajak yang disebabkan ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut PPN adalah 7% dari total nilai ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut PPN pada Masa Pajak tersebut. Untuk tahun 1995 sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan pemeriksaan atas PPh Badan-nya.  d. Saudara menanyakan :   - Atas permohonan restitusi PPN yang diajukan oleh PT. SI untuk Masa Mei 1997 apakah dapat dikabulkan setelah PT. SI mengajukan surat pembatalan pada tanggal 5 Juni 1998 dan PT. SI tidak pernah melakukan pembetulan SPT PPN Masa Mei 1997 sampai dengan batas waktu yang diberikan sesuai dengan fasilitas yang ada dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 yaitu dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak. - Atas permohonan pengembalian sisa restitusi PPN yang belum diterima oleh PT. SI apakah dapat diproses mengingat PT. SI tidak pernah mengajukan permohonan atas restitusi dari sisa SKPLB dan tidak pernah melakukan kompensasi atas sisa yang belum dikembalikan tersebut dan apabila permohonan dapat diproses, prosedur apa yang harus dilakukan, apakah melalui kompensasi atau restitusi. 2. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 TAHUN 1994, antara lain mengatur :  a. Pasal 8 ayat (1), bahwa Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.  b. Pasal 13 ayat (4), bahwa besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, apabila dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.  c. Pasal 17B ayat (1), bahwa Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak menerbitkan surat ketetapan pajak selambat-lambatnya dua belas bulan sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak. Di dalam memori penjelasannya diuraikan bahwa terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus diterbitkan surat ketetapan pajak selambat-lambatnya dua belas bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, dalam arti Surat Pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Untuk kegiatan ekspor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jangka waktu tersebut dapat dipersingkat dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Permohonan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri. 3. Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, antara lain mengatur :  a. Pasal 9 ayat (11), bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan ekspor Barang Kena Pajak, atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diatur permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak, sepanjang Pajak Masukan tersebut berasal dari perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Barang Kena Pajak yang diekspor.  b. Pasal 9 ayat (13), bahwa penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), ayat (11), dan ayat (12) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-28/PJ./1996 tentang Penghitungan dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Masukan, antara lain mengatur :  a. Pasal 1 ayat (1), bahwa batas maksimum kelebihan Pajak Masukan yang dapat dikembalikan pada setiap Masa Pajak yang disebabkan ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah 7% (tujuh persen) dari total nilai ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak tersebut.  b. Pasal 2 ayat (2), bahwa apabila batas maksimum kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 lebih kecil daripada kelebihan pajak yang dimintakan pengembaliannya pada Masa Pajak yang bersangkutan, maka kelebihan Pajak Masukan yang dapat dikembalikan hanya sebesar batas maksimum tersebut, sedangkan sisanya dikompensasikan ke Masa Pajak diterimanya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atau ke Masa Pajak setelah Masa Pajak diterimanya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).  c. Pasal 4 ayat (1), bahwa permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom yang tersedia dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai atau dengan surat tersendiri, dan dilampiri dengan bukti-bukti dan/ atau dokumen yang menyatakan adanya kelebihan Pajak Masukan dimaksud yaitu :   - Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak Keluaran yang berkaitan dengan Masa Pajak yang dimintakan pengembalian kelebihan Pajak Masukan. - Dalam hal impor Barang Kena Pajak, dilampirkan :  1. Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD), 2. Surat Setoran Pajak atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 3. Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), sepanjang termasuk dalam kategori wajib LPS. - Dalam hal ekspor Barang Kena Pajak, dilampirkan :  1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2. Bill of Lading (B/L), 3. Wesel Ekspor atau bukti transfer. - Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh produsen dari Daerah Pabean Indonesia lainnya kepada perusahaan berstatus EPTE dan/atau perusahaan pengolahan di Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, dilampirkan :    1. Asli Laporan Pemeriksaan Surveyor - Kawasan Berikat (US-KB/LPS-EPTE); 2. Copy form KB-3 dan/atau EPTE-7 yang telah ditandatangani oleh pejabat hanggar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 3. Copy kontrak penjualan ke KB/EPTE. 5. Angka 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ.52/1996 tentang Penghitungan dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Masukan menegaskan bahwa kelebihan Pajak Masukan pada SKPLB, bebas dikompensasikan oleh Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan ke Masa Pajak manapun setelah diterimanya SKPLB, dan apabila dikompensasikan melewati batas akhir tahun buku, maka ketentuan pengembaliannya harus mengikuti ketentuan pengembalian untuk tahun buku berikutnya. 6. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 5, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan bahwa :  a. Atas permohonan restitusi PPN yang diajukan oleh PT. SI untuk Masa Mei 1997 dapat diproses sepanjang PT. SI telah membatalkan surat pencabutan permohonan restitusi PPN Masa Mei 1997. b. Atas sisa restitusi PPN untuk Masa Juni 1997, Agustus sampai dengan Desember 1998, Januari 1999, dan Maret 1999 agar dikompensasikan ke Masa Pajak terkini untuk diperhitungkan dengan Pajak Keluaran Masa tersebut dan apabila terjadi Lebih Bayar maka atas Lebih Bayar tersebut dapat dimintakan restitusi. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal Pajak, PJ. Direktur PPN dan PTLL, ttd. Robert Pakpahan NIP 060060167