DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 27 September 2000 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1719/PJ.53/2000 TENTANG PERMOHONAN PEMBEBASAN PAJAK ATAS GENERAL CARGO MILIK BAKIN DARI JEPANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 4 Agustus 2000, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : I. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pada bulan Agustus 2000 Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) akan mendatangkan sejumlah "General Cargo" yang berisi "secret notes/documents" dari Jepang dengan menggunakan pesawat terbang reguler Garuda Indonesia yang akan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dalam satu atau dua flight dan sesuai dengan kepentingan keamanannya perlu diselenggarakan secara tertutup. Kepastian tentang flight, tanggal dan waktu, volume dan berat cargo serta rincian lain akan dikoordinasikan dalam waktu dekat dan akan disampaikan secara tersendiri. Untuk itu, Saudara mengajukan permohonan agar mendapat pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. II. Pajak Pertambahan Nilai 1. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Presiden Nomor 18 TAHUN 1986 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 204 TAHUN 1998, diatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas impor Barang Kena Pajak tertentu ditanggung Pemerintah, yaitu senjata, amunisi, alat angkutan di air, di bawah air dan di udara, kendaraan lapis baja, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, untuk keperluan ABRI yang belum dibuat di dalam negeri. 2. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.51/1998 tanggal 22 Juni 1998, antara lain ditegaskan : 2.1. butir 4, orang atau Badan yang melakukan impor BKP tertentu dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang membeli Barang Modal, Pajak Pertambahan Nilainya dapat Ditanggung oleh Pemerintah setelah memperoleh Surat Keterangan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung oleh Pemerintah yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 2.2. butir 5.1 huruf a, permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan PPN ditanggung oleh Pemerintah atas impor BKP tertentu, diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur PPN dan PTLL dengan dilampiri dokumen impor berupa Letter of Credit (L/C), Invoice, Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill dan dokumen kontrak yang bersangkutan. 3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3 serta memperhatikan surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan sebagai berikut : 3.1. "General Cargo" yang berisikan "secret notes/documents" termasuk dalam pengertian Barang Kena Pajak tertentu untuk kepentingan TNI sehingga atas impor Barang Kena Pajak tersebut PPN yang terutang ditanggung Pemerintah sepanjang telah memperoleh Surat Keterangan PPN Ditanggung Pemerintah. 3.2. Untuk memperoleh Surat Keterangan PPN Ditanggung Pemerintah, Saudara harus mengajukan permohonan Surat Keterangan PPN Ditanggung Pemerintah dengan dilengkapi dokumen impor sebagaimana dimaksud pada butir 3.2. di atas, namun oleh karena pengiriman barang akan dilakukan secara tertutup, maka sebagai pengganti dokumen-dokumen impor yang dipersyaratkan Saudara diminta membuat Surat Pernyataan bahwa "Secret Notes/ Documents" tersebut termasuk dalam kategori senjata, amunisi, alat angkutan di air, di bawah air dan di udara, kendaraan lapis baja dan kendaraan angkut khusus lainnya untuk keperluan ABRI yang belum dibuat di dalam negeri. III. Pajak Penghasilan 1. Berdasarkan butir 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-28/PJ.4/1996 tanggal 15 Juli 1996 tentang Perlakuan pemotongan/pemungutan PPh terhadap badan/lembaga Pemerintah disebutkan bahwa pengertian badan menurut Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang- undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 tidak termasuk lembaga struktural resmi Pemerintah yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD. 2. Dalam butir 3 Surat Edaran tersebut disebutkan bahwa suatu badan atau lembaga termasuk lembaga struktural resmi Pemerintah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan lain-lain; b. Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; c. Pembukuan keuangannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Pemerintah yaitu Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); d. Penghasilan Lembaga tersebut dimasukkan dalam penerimaan Pemerintah pusat atau daerah. 3. Dalam butir 4 Surat Edaran tersebut disebutkan pula apabila suatu badan/lembaga memenuhi syarat-syarat tersebut di atas maka tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan. Dengan demikian penghasilan yang diterima dan diperoleh badan/lembaga tersebut bukan merupakan objek Pajak Penghasilan, dan oleh sebab itu tidak dipotong atau dipungut PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 22 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994. 4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka : a. Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang termasuk dalam pengertian lembaga struktural resmi Pemerintah sehingga tidak termasuk dalam pengertian Subjek Pajak, sehingga atas impor sejumlah general cargo milik BAKIN yang berisikan secret notes/documents dari Jepang dengan menggunakan pesawat terbang reguler Garuda Indonesia yang akan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, bukan merupakan objek Pajak Penghasilan. b. Namun demikian, apabila impor tersebut dilakukan oleh importir lain dengan BAKIN sebagai indentor maka Importir tersebut harus terlebih dahulu membayar PPh Pasal 25 sebesar 15% (lima belas persen) dari "handling fee" yang diterima. Demikian untuk dimaklumi. Direktur Jenderal Pajak, ttd. Machfud Sidik NIP. 060043114 Tembusan : 1. Direktur PPN dan PTLL 2. Direktur Pajak Penghasilan 3. Direktur Peraturan Perpajakan