DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
22 Juli 2002
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 13/PJ.42/2002
TENTANG
PELAKSANAAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 140
Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi dan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000, dengan ini perlu disampaikan hal-hal sebagai
berikut :
I. Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran serta Masyarakat Jasa Konstruksi, antara lain diatur
bahwa :
1. Yang dimaksud dengan :
a. Jenis usaha jasa konstruksi adalah terdiri atas usaha perencanaan konstruksi, usaha
pelaksanaan konstruksi dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing
dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas
konstruksi;
b. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya, untuk, mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk
perawatannya;
c. Usaha perencanaan konstruksi adalah pemberian layanan jasa perencanaan dalam
pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari
kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen
kontrak kerja konstruksi, yang dapat terdiri dari:
- survei;
- perencanaan umum, studi makro dan studi mikro;
- studi kelayakan proyek, industri dan produksi;
- perencanaan teknik, operasi dan pemeliharaan; dan
- penelitian;
d. Usaha pelaksanaan konstruksi adalah pemberian layanan jasa pelaksanaan dalam
pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari
kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil
pekerjaan konstruksi;
e. Usaha pengawasan konstruksi adalah pemberian layanan jasa pengawasan baik
keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari
penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi, yang dapat
terdiri dari :
- pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan
- pengawasan keyakinan mutu dan ketepatan waktu dalam proses pekerjaan
dan hasil pekerjaan konstruksi;
f. Lingkup layanan jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan secara terintegrasi,
dapat terdiri dari :
- rancang bangun;
- perencanaan, pengadaan dan pelaksanaan terima jadi;
- penyelenggaraan pekerjaan terima jadi;
g. Pengembangan layanan jasa perencanaan dan/atau pengawasan lainnya dapat
mencakup :
- manajemen proyek;
- manajemen konstruksi;
- penilaian kualitas, kuantitas dan biaya pekerjaan.
2. Usaha orang perseorangan dan badan usaha jasa konstruksi harus mendapatkan klasifikasi
dan kualifikasi dari Lembaga yang dinyatakan dengan sertifikat.
3. Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perseorangan dan badan usaha dapat
dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat akreditasi dari lembaga, dan atas
sertifikat yang diterbitkan harus mendapat tanda registrasi dari Lembaga.
4. Izin usaha untuk badan usaha nasional yang menyelenggarakan usaha jasa konstruksi
diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat, sedang izin usaha untuk badan usaha asing yang
menyelenggarakan usaha jasa konstruksi diberikan oleh Pemerintah Pusat (Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah).
II. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa :
1. Pasal 1 :
(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi, dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan.
(2) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat
yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai
pengadaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final.
2. Pasal 6 :
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
III. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dengan ini diberikan beberapa penegasan sebagai
berikut :
1. Pengertian dan ruang lingkup usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
559/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000, adalah mengacu kepada ketentuan-ketentuan
yang relevan mengenai usaha jasa konstruksi sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
2. Pekerjaan perawatan berupa pembersihan dan pengecetan bangunan atau bentuk fisik lainnya
yang dilakukan oleh bukan pengusaha jasa konstruksi, pekerjaan pemasangan dan
pemeliharaan/perbaikan mesin dan peralatan mekanik atau elektrik serta komponen-
komponen bangunan siap pasang (prefabricated) sebagai pelayanan purna jual (after sales
services) yang dilakukan langsung oleh pabrikan atau pemasok mesin dan peralatan tersebut,
serta pekerjaan jasa teknik, disain interior dan pertamanan yang dilakukan oleh bukan
pengusaha jasa konstruksi, tidak termasuk dalam pengertian pekerjaan konstruksi. Oleh
karena itu atas penghasilan yang diterima/diperoleh para pengusaha dimaksud tidak berlaku
ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000, melainkan
berlaku ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan.
3. Perlakuan PPh final (Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000) atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang diterima/diperoleh Wajib Pajak pengusaha
kecil hanya berlaku sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan dapat memberikan fotokopi
sertifikat kualifikasi sebagai usaha kecil yang masih berlaku dan dilegalisir dan sepanjang
jumlah nilai kontrak per proyek yang dikerjakan olehnya tidak lebih dari Rp 1.000.000.000,00
(sesuai ketentuan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000). Fotokopi sertifikat dimaksud
diberikan kepada pemotong pajak atau dilampirkan dalam SPT Tahunan Wajib Pajak yang
bersangkutan dalam hal tidak dilakukan pemotongan pajak. Apabila salah satu persyaratan
tidak dipenuhi, maka atas penghasilan dari kontrak/proyek yang tidak memenuhi persyaratan
tersebut berlaku ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000.
4. Ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000, baru
efektif berlaku terhadap :
a. Kontrak pekerjaan jasa konstruksi yang ditandatangani setelah tanggal 31 Desember
2000; dan/atau
b. Kontrak pekerjaan jasa konstruksi yang telah ditandatangani sebelum tanggal 1
Januari 2001, yang pelaksanaan pekerjaannya baru dilakukan setelah tanggal 31
Desember 2000.
Atas PPh final yang telah dipotong atau disetor sendiri atas penerimaan uang muka kontrak
yang belum berjalan hingga tanggal 31 Desember 2000, dapat ditempuh prosedur
pemindahbukuan (Pbk) ke PPh Pasal 23 sesuai ketentuan umum yang berlaku.
5. Terhadap kontrak pekerjaan jasa konstruksi yang telah berjalan sebelum tanggal 1 Januari
2001, tetap berlaku ketentuan lama (dikenakan PPh final) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 73 TAHUN 1996 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
704/KMK.04/1996 tanggal 30 Desember 1996 hingga selesainya kontrak/proyek tersebut.
Atas PPh Pasal 23 yang telah dipotong dan PPh Pasal 25 yang telah disetor sendiri serta dalam
hal Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2000 yang
berakhir setelah tanggal 31 Desember 2000 dan atau SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak
2001, dapat ditempuh prosedur pemindahbukuan (Pbk) ke PPh final dan prosedur pembetulan
SPT Tahunan sesuai ketentuan umum yang berlaku.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya serta disebarluaskan kepada seluruh Wajib
Pajak pengusaha jasa konstruksi yang terdaftar di masing-masing Kantor Pelayanan Pajak.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMO