DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 15 Mei 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 631/PJ.53/2001 TENTANG PPN ATAS JASA GILING DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxxxxxx tanggal 6 Maret 2001 kepada Menteri Keuangan (yang tembusannya juga dikirimkan kepada kami) hal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut diberitahukan bahwa : 1.1. Tebu milik petani yang digiling/diolah di Perusahaan Gula menjadi gula, petani mendapat gula 65% dan Perusahaan Gula mendapat 35%; 1.2. Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.51/2000 tanggal 14 Agustus 2000 ditetapkan : a. Untuk gula bagian petani 65%, petani tidak terutang PPN. b. Untuk gula bagian Perusahaan Gula 35% adalah merupakan imbalan atas penyerahan jasa giling sehingga terutang PPN; 1.3. Berdasarkan uraian di atas, Saudara berpendapat bahwa : a. PPN atas jasa giling tebu sebesar 35% seharusnya dibebankan kepada petani; b. Agar meninjau Surat Edaran tersebut sehingga gula bagian 35% menjadi exclusif PPN dan PPN yang terutang menjadi beban Pemerintah; 2. Berdasarkan Pasal 13 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, antara lain dinyatakan : 2.1. Ayat (1) huruf a, bahwa dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. 2.2. Ayat (2), bahwa jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufa ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. 3. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Penambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 antara lain dinyatakan : 3.1. Pasal 3A ayat (1), bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. 3.2. Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 ditetapkan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. dimana jasa giling tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 4. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.51/2000 tanggal 14 Agustus 2000, antara lain ditegaskan 2000, antara lain ditegaskan bahwa : 4.1. Butir 4.1., dalam hal petani gula mengambil gula bagiannya dalam bentuk uang maka ketentuan PPN diberlakukan sebagai berikut : a. Atas 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula yang diterima dari penggilingan tebu dengan sistem bagi hasil : - 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula merupakan imbalan atas penyerahan jasa giling, sehingga terutang PPN. - Dalam 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula tersebut termasuk PPN sebesar 10%, sehingga besamya PPN yang hams disetor oleh Perusahaan Gula adalah 10/110 dari nilai imbalannya yang diterima. - Imbalan tersebut dinilai dengan uang berdasarkan harga provenue gula pasir petani. b. Atas 65% gula pasir bagian petani yang dibeli oleh Perusahaan Gula tidak terutang PPN, kecuali bila nyata-nyata petani sebagai pihak penjual adalah Pengusaha Kena Pajak. 4.2. Butir 4.2., dalam hal petani gula mengambil gula bagiannya dalam bentuk natura maka ketentuan PPN atas 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula yang diterima dari penggilingan tebu dengan sistem bagi hasil : - 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula merupakan imbalan atas penyerahan jasa giling, sehingga terutang PPN. - Dalam 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula tersebut termasuk PPN sebesar 10%, sehingga besarnya PPN yang hams disetor oleh Perusahaan Gula adalah 10/110 dari nilai imbalannya yang diterima. - Imbalan tersebut dinilai dengan uang berdasarkan harga provenue gula pasir pelani. 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 3 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 5.1. Atas penyerahan jasa giling oleh Perusahaan Penggilingan Tebu (Perusahaan Gula) kepada petani terutang Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian permohonan Saudara agar PPN yang terutang atas 35% bagian gula pasir menjadi beban Pemerintah tidak dapat dipertimbangkan karena tidak ada dasar hukumnya. 5.2. PPN yang terutang adalah sebesar 10/110 dikalikan dengan harga provenue 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula yang merupakan imbalan atas jasa giling. 5.3. Tidak dikenakannya PPN atas 65% gula bagian petani dikarenakan bagian tersebut bukan merupakan imbalan atas jasa giling dan apabila 65% bagian petani tersebut dibeli oleh Perusahaan Gula, maka atas pembelian tersebut tidak terutang PPN sepanjang petani selaku penjual bukan Pengusaha Kena Pajak. 5.4. Apabila Perusahaan Gula tidak menyetorkan PPN atas penyerahan jasa giling yang diserahkan kepada petani, maka terhadap Perusahaan Gula dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi sesuai ketentuan yang berlaku. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal Pajak Direktur PPN dan PTLL ttd. I Made Gde Erata NIP 060044249 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak 2. Direktur Peraturan Perpajakan