DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                             5 September 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 813/PJ.53/2005

                             TENTANG

            PERLAKUAN PPN ATAS TRANSAKSI SALE & LEASE BACK

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 17 Maret 2005 hal sebagaimana tersebut di atas, 
dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut beserta lampirannya antara lain dikemukakan bahwa:
    a.  PT ABC merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa penyewaan alat 
        berat.
    b.  Pada bulan Agustus 2003, PT ABC membutuhkan tambahan alat berat, dimana karena 
        kekurangan dana maka PT ABC mengajukan pinjaman/utang untuk membeli alat berat 
        tersebut.
    c.  Selanjutnya, karena PT ABC harus segera mengembalikan pinjaman/utangnya, maka atas 
        alat berat tersebut PT ABC mengadakan perjanjian sale and lease back dengan hak opsi 
        dengan pihak perusahaan leasing.
    d.  Perjanjian Sewa Guna Usaha (Sale and Lease Back) Nomor XXX tanggal 26 Agustus 2003 
        antara PT XYZ dengan PT ABC antara lain menyepakati:
        -   PT XYZ membeli barang modal sebagaimana tercantum dalam Pasal 2.1 dari PT ABC,
            dan PT ABC dengan ini mengikat diri untuk secara serta-merta menyewa guna usaha 
            kembali barang modal tersebut (Pasal 1);
        -   PT ABC mengakui bahwa PT XYZ adalah pembeli dan oleh karena itu, terhitung sejak 
            tanggal pencairan fasilitas, PT XYZ adalah satu-satunya pemilik barang modal (yang 
            di-sale and lease back-kan) (Pasal 6).
    e.  Saudara bertanya:
        -   Apakah atas transaksi sale and lease back yang dilakukan oleh PT ABC terutang PPN?
        -   Apakah:
            -   Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991;
            -   Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.42/1994; dan
            -   Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994;
            yang dirujuk dalam surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-2086/PJ.54/1998, masih 
            berlaku?
    
2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur:
    a.  Pasal 1A ayat (1) huruf a dan huruf b menyatakan bahwa penyerahan hak atas Barang 
        Kena Pajak karena suatu perjanjian, dan pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu 
        perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing termasuk dalam pengertian penyerahan Barang 
        Kena Pajak.
        Penjelasan Pasal ini menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksudkan dalam ketentuan ini 
        meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang 
        mengakibatkan penyerahan hak atas barang. Selanjutnya, dinyatakan pula bahwa yang 
        dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah 
        penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi.
    b.  Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan 
        Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
    c.  Pasal 4A ayat (3) huruf d jo. Pasal 5 huruf d dan Pasal 8 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 
        144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan 
        Nilai, menetapkan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi sebagai jenis jasa yang tidak 
        dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
    d.  Pasal 16D menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva 
        oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk 
        diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya 
        dapat dikreditkan.
        Penjelasan Pasal tersebut antara lain menyatakan bahwa penyerahan aktiva tersebut tidak 
        dikenakan pajak apabila Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada waktu perolehannya 
        tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali jika tidak 
        dapat dikreditkannya Pajak Pertambahan Nilai tersebut karena bukti pengkreditannya tidak 
        memenuhi persyaratan administratif, misalnya Faktur Pajaknya tidak diisi lengkap sesuai 
        dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).

3.  Peraturan Pemerintah Nomor 143 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang 
    Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah 
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 sebagaimana telah 
    diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002, antara lain mengatur:
    a.  Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan yang berlaku 
        sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak 
        bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
    b.  Pasal 19 menyatakan bahwa pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka 
        Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 
        8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas 
        Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999 
        dinyatakan tidak berlaku.
    c.  Pasal 20 menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 
        2001.

4.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, antara lain 
    mengatur:
    a.  Pasal 1 huruf b menyatakan bahwa perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank 
        dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang 
        termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
    b.  Pasal 1 huruf g menyatakan bahwa penyewa guna usaha (lessee) adalah perusahaan atau 
        perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari perusahaan 
        pembiayaan (lessor).
    c.  Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa kegiatan sewa guna usaha dilakukan dalam bentuk 
        pengadaan barang modal bagi penyewa guna usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi 
        untuk membeli barang tersebut.
    d.  Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa dalam kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam 
        ayat (1), pengadaan barang dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang penyewa 
        guna usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali.
    e.  Pasal 3 ayat (3) menyatakan bahwa sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, 
        hak milik atas barang modal objek transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan 
        pembiayaan.
    f.  Pasal 47 menyatakan bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 
        27 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) yang tidak bertentangan 
        dengan Keputusan Menteri Keuangan ini dinyatakan tetap berlaku.

5.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4 serta memperhatikan isi surat Saudara 
    beserta lampirannya pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Dalam transaksi sale and lease back dengan hak opsi antara PT ABC dengan perusahaan 
        leasing:
        -   penyerahan hak atas alat berat (BKP) yang dijual oleh PT ABC kepada perusahaan 
            leasing (transaksi sale) termasuk dalam pengertian penyerahan BKP, dan sepanjang 
            Pajak Masukan atas perolehan alat berat tersebut oleh PT ABC dapat dikreditkan, 
            dikenakan PPN; dan
        -   penyerahan hak atas alat berat yang telah menjadi milik perusahaan leasing kepada 
            PT ABC (transaksi lease back dengan hak opsi) termasuk dalam pengertian 
            penyerahan BKP yang terutang PPN, sedangkan penyerahan jasanya (jasa leasing 
            dengan hak opsi) bukan merupakan penyerahan yang dikenakan PPN.
    b.  Ketentuan dan penegasan yang dijadikan rujukan dalam surat kami nomor S-2086/PJ.54/1998
        tanggal 23 September 1998 hal PPN atas Sale and Lease Back dengan Hak Opsi, yaitu:
        -   Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang 
            Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
            Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang 
            Nomor 11 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan 
            Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999, telah dinyatakan tidak berlaku dengan ketentuan 
            pada butir 3 di atas;
        -   Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan 
            Sewa Guna Usaha (Leasing), sepanjang menyangkut materi pengaturan yang tidak 
            bertentangan dengan KMK Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan 
            Pembiayaan, masih berlaku; dan
        -   Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.42/1994 tentang Perlakuan 
            PPh dan PPN terhadap Perjanjian Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi yang Berakhir 
            menjadi Lebih Singkat dari Masa Sewa Guna Usaha yang Disyaratkan dalam Pasal 3 
            KMK Nomor 1169/KMK.01/1991 masih berlaku. Namun demikian, mengingat dalam 
            huruf B butir 1.4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.42/1994 
            tersebut mengacu pada KMK Nomor 1441b/KMK.04/1989 yang telah dinyatakan tidak 
            berlaku dengan KMK Nomor 296/KMK.04/1994 tentang Pengkreditan Pajak Masukan, 
            yang dalam perkembangannya berturut-turut sebagai berikut:
            -   KMK Nomor 296/KMK.04/1994 tentang Pengkreditan Pajak Masukan 
                dinyatakan tidak berlaku dengan KMK Nomor 643/KMK.04/1994 tentang 
                Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang 
                melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak 
                Terutang Pajak;
            -   KMK Nomor 643/KMK.04/1994 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan
                bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang 
                Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak dinyatakan tidak berlaku 
                dengan KMK Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan 
                Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan 
                Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang 
                Pajak, dimana dalam kedua KMK ini tidak lagi diatur pengecualian bahwa 
                pemindahtanganan hak dari lessee kepada lessor dengan cara sale and lease
                back dengan syarat Barang Modal tersebut masih digunakan oleh lessee tidak
                termasuk dalam pengertian pemindahtanganan yang mewajibkan Pengusaha 
                Kena Pajak-nya untuk melakukan penghitungan kembali Pajak Masukan yang 
                semula telah dikreditkan seluruhnya;

            maka butir 1.4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.42/1994 
            tersebut menjadi tidak berlaku dan karenanya, penegasan dalam surat 
            S-2086/PJ.54/1998 juga menjadi tidak berlaku.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd.

A. SJARIFUDDIN ALSAH