DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
29 Januari 1996
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 232/PJ.53/1996
TENTANG
PENGENAAN PPN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 14 Agustus 1995 perihal tersebut pada pokok surat,
dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, impor Barang Kena Pajak,
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha, pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dan ekspor Barang Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak.
2. Berdasarkan Pasal 4A UU tersebut pada butir 1 jo. Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
1994, ditetapkan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
3. Memperhatikan penegasan pada butir 5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-51/PJ.51/1995 tanggal 16 Oktober 1995 dan kegiatan usaha angkutan di darat pada umumnya,
maka jasa angkutan umum di darat adalah kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang dengan
mempergunakan kendaraan bermotor dan/atau alat angkutan darat lainnya, yang disediakan untuk
umum dengan dipungut bayaran, selain dengan cara persewaan atau cara lain yang dapat
dipersamakan dengan itu, baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, sepanjang kendaraan
bermotor tersebut menggunakan plat dasar nomor polisi dengan warna kuning.
4. Mengacu kepada hal dimaksud pada butir 3 dan memperhatikan kegiatan usaha angkutan di laut,
di sungai, di danau pada umumnya, maka jasa angkutan umum di laut/di sungai/di danau adalah
kegiatan angkutan orang dan/atau angkutan barang dengan mempergunakan kapal laut/kapal
sungai/kapal danau dan/atau alat angkutan laut/sungai/danau lainnya, yang disediakan untuk umum
dengan dipungut bayaran, selain dengan cara persewaan atau cara lain yang dapat dipersamakan
dengan itu, baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek.
5. Berdasarkan Keppres Nomor 56 TAHUN 1988 jo Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1287/KMK.04/1988, Bendaharawan ditetapkan sebagai pemungut dan penyetor PPN dan PPn BM
yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak. Berdasarkan pasal 4 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan tersebut, maka PPN atau
PPn BM tidak dipungut oleh Bendaharawan dalam hal pembayaran yang jumlahnya tidak melebihi
Rp. 500.000,00 yang tidak merupakan pembayaran yang terpecah-terpecah. Namun, PPN dan atau
PPn BM yang terutang untuk jumlah pembayaran tersebut disetor sendiri oleh rekanan yang
bersangkutan.
6. Berdasarkan ketentuan tersebut pada butir 1 sampai dengan 4 serta memperhatikan isi surat Saudara,
diberikan penegasan sebagai berikut :
6.1. Jasa persewaan rumah/kantor/ruang rapat/aula/gedung pertemuan tidak termasuk dalam
jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sehingga atas penyerahannya
terutang Pajak Pertambahan Nilai.
6.2. Jasa persewaan kendaraan/alat angkutan darat/air, tidak memenuhi ketentuan sebagai jasa
angkutan umum sebagaimana dimaksud dengan ketentuan tersebut pada butir 2, 3 dan 4,
sehingga atas penyerahannya terutang PPN.
6.3. Pajak Pertambahan Nilai terutang apabila terjadi peristiwa kena PPN sebagaimana dimaksud
ketentuan tersebut pada butir 1. Jika dalam pemberian dana bantuan kepada yayasan,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tersebut terjadi peristiwa kena PPN, maka atas
pemberian dana bantuan tersebut harus diperhitungkan dana untuk melunasi PPN, disamping
dana untuk melunasi Harga Jual Barang Kena Pajak dan/atau Penggantian Jasa Kena Pajak.
6.4. Dalam hal Dit.Jen Pengusahaan Hutan Departemen Kehutanan sebagai pihak penerima Jasa
Kena Pajak, maka Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah harus membuat Faktur Pajak
dan Surat Setoran Pajak pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan
Departemen Kehutanan baik untuk sebagian maupun untuk seluruh pembayaran. Pemungutan
pajak dilakukan oleh Bendaharawan Departemen Kehutanan pada saat pembayaran dengan
cara memotong langsung dari tagihan yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan
Pemerintah. Untuk kegiatan-kegiatan yang tidak terutang PPN, maka Bendaharawan tidak
perlu memungut PPN. Sedangkan PPN dan PPn BM tidak perlu dipungut oleh Bendaharawan
telah disebutkan dalam Pasal 4 Kep.Men.Keu. Nomor 1287/KMK.04/1988.
6.5. Dalam hal Dit.Jen. Pengusahaan Hutan Departemen Kehutanan sebagai pihak penjual Jasa
Kena Pajak, maka Bendaharawan Departemen Kehutanan wajib membuat Faktur Pajak dan
menyetorkan PPN dan/atau PPn BM terutang pada saat menyerahkan Jasa Kena Pajak atau
pada saat menerima pembayaran sebagian maupun seluruhnya, apabila pembayaran
dilakukan lebih dahulu dari terjadinya penyerahan Jasa Kena Pajak.
Demikian agar Saudara maklum.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA
ttd
SAROYO ATMOSUDARMO