DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
14 September 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 906/PJ.312/2004
TENTANG
BILATERAL AGREEMENT ANTARA INDONESIA DENGAN ABC
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 13 Juli 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini kami
sampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa:
a. Pada tanggal 1 Juli 2004 di Bangkok, Pemerintah Indonesia dengan ABC telah
menandatangani perjanjian khusus tentang pemberian hak-hak istimewa dan kekebalan
terhadap ABC;
b. Penandatanganan ini sebagai tindak lanjut dari hasil sidang General Assembly ABC ke-9 tahun
2002 di New Delhi, India, dimana Pemerintah Indonesia telah menyatakan akan membuat
perjanjian khusus dengan ABC yang berkaitan dengan Article 12 ayat 3 tentang Privileges dan
immunities;
c. ABC merupakan organisasi telekomunikasi non PBB untuk kawasan Asia Pasific yang
bertujuan untuk menggalang kerjasama di bidang telekomunikasi dan Indonesia telah menjadi
anggota sejak tahun 1985;
d. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Saudara mohon bantuan agar ABC sesuai perjanjian
khusus yang dimaksud dimasukkan ke dalam list organisasi internasional yang tidak termasuk
sebagai Subjek Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan Pasal 3 huruf c dan d Undang-
undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor
89/KMK.04/2002 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Bea dan Cukai Atas Impor
Barang Untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Para Pejabatnya yang Bertugas di
Indonesia.
2. Dalam ketentuan Pasal 3 Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan ABC mengenai
hak-hak Istimewa dan Kekebalan, diatur bahwa:
a. Ayat (1), aset dan properti milik ABC yang berada di Indonesia dibebaskan dari pajak-pajak
sesuai dengan hukum dan peraturan yang secara efektif berlaku dari waktu ke waktu;
b. Ayat (2), barang-barang yang diimpor dengan pembebasan pajak sebagaimana diatur dalam
Pasal 3 ayat (1) di atas tidak dapat diperjualbelikan dan dialihkan kepada siapapun di
Indonesia kecuali dengan syarat-syarat yang disetujui oleh Pemerintah.
3. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf c dan huruf d Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000
(UU PPh), diatur bahwa tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
a. organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
dengan syarat :
1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2) tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota;
b. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
4. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang
Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara
Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 236/KMK.03/2003, antara lain diatur sebagai berikut :
a. Ayat (1) huruf b angka 2, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah
impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai
yaitu barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor
Indonesia;
b. Ayat (3), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut :
a. Sesuai bunyi Pasal 3 perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan ABC bahwa
fasilitas yang diberikan adalah pembebasan pajak-pajak atas impor aset dan properti milik
ABC yang berada di Indonesia, dengan demikian menurut hemat kami pemberian status
organisasi internasional sebagai non Subjek Pajak Penghasilan tidak dapat diberikan sesuai
dengan UU PPh;
b. Fasilitas Pajak Penghasilan yang dapat diberikan kepada ABC adalah pembebasan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas impor aset dan properti, sepanjang Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilainya tidak dipungut.
Demikian penegasan kami.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMO