DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
4 Agustus 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1214/PJ.52/2000
TENTANG
PERMOHONAN PEMBEBASAN PPN DAN PPh ATAS IMPOR
SATU UNIT MOBIL TOYOTA LANDCRUISER BANTUAN/HADIAH
DARI SIMAVI BELANDA OLEH GEREJA KALIMANTAN EVENGELIS
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat dari Ketua Umum Gereja Kalimantan Evengelis Nomor XXXXX tanggal 3 Mei 2000
hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
1.1. Gereja Kalimantan Evengelis (GKE) telah mengimpor satu unit mobil merk Toyota Landcruiser
HZJ78 Hardtop Long bantuan/hadiah dari SIMAVI Belanda (Gift Sertificate terlampir).
1.2. Mobil tersebut akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan primer kepada
masyarakat melalui Balai Pengobatan/Poliklinik GKE.
1.3. Sehubungan dengan impor mobil tersebut Ketua Umum GKE mohon agar PPN dan PPh-nya
dibebaskan.
2. Atas permohonan Ketua Umum GKE tersebut Direktur Jenderal Pajak telah minta kelengkapan data
dengan surat Nomor: S-620/PJ.52/2000 tanggal 11 Mei 2000 berupa surat pembebasan Bea Masuk dari
Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Kelengkapan data tersebut telah dipenuhi dengan adanya Keputusan
Menteri Keuangan Nomor : 1062/KM.5/2000 tanggal 26 Juni 2000 tentang Pembebasan Bea Masuk atas
Pemasukan Barang Bantuan Milik Gereja Kalimantan Evengelis (terlampir).
3. Pajak Pertambahan Nilai
3.1. Sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 huruf h Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor
132/KMK.04/1999 tanggal 8 April 1999 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan
Bea Masuk, disebutkan bahwa terhadap impor Barang Kena Pajak berupa kiriman hadiah
untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut.
3.2. Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan RI tersebut disebutkan
bahwa pelaksanaan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf h di atas dilaksanakan langsung oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai di tempat memasukkan barang.
3.3. Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan RI tersebut disebutkan bahwa apabila orang
pribadi atau badan yang mendapat fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud Pasal 2 ternyata kemudian mengalihkan
Barang Kena Pajak dimaksud kepada pihak lain, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang seharusnya terutang harus dibayar kembali ditambah sanksi
administrasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
4. Pajak Penghasilan
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 4 sera Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 450/KMK.04/1997 tanggal 26 Agustus 1997 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan
Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 444/KMK.04/1999 tanggal 7
September 1999 antara lain diatur bahwa dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
adalah impor barang yang dibebaskan dari bea masuk berupa barang kiriman hadiah untuk keperluan
ibadah, umum, amal, sosial, atau kebudayaan. Ketentuan pengecualian tersebut dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
5. Berdasarkan ketentuan tersebut dalam butir 2 di atas dan memperhatikan isi surat Saudara dalam
butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa atas impor satu unit mobil merk Toyota Landcruiser HZJ78
Hardtop Long bantuan/hadiah dari SIMAVI Belanda yang akan digunakan untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat primer melalui Balai Pengobatan/Poliklinik GKE, maka:
5.1. PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut sepanjang dibebaskan dari Bea Masuk, yang
pelaksanaannya dilakukan langsung oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di tempat
memasukkan barang.
5.2. Atas impor satu unit mobil tersebut dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22 karena sudah
mendapatkan pembebasan Bea Masuk. Adapun pelaksanaan pengecualian tersebut dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun demikian, apabila impor tersebut dilakukan
oleh importir lain dan Gereja Kalimantan Evengelis sebagai Indentor, maka importir yang
bersangkutan diwajibkan menyetor PPh Pasal 25 sebesar 15% (lima belas persen) dari
"handling fee" yang diterima.
Demikian untuk dimaklumi.
Direktur Jenderal Pajak
ttd.
Machfud Sidk
NIP 060043114