DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
2 Agustus 1991
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1042/PJ.51/1991
TENTANG
PERLAKUAN PPN SEBAGAI PAJAK MASUKAN DALAM USAHA JASA TELEKOMUNIKASI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Akhir-akhir ini sering disampaikan pertanyaan-pertanyaan dari para Kakanwil mengenai jumlah PPN yang
terhutang dan harus dibayar oleh pengusaha jasa telekomunikasi. Pertanyaan itu timbul karena laporan dari
beberapa KPP di wilayah Kanwil masing-masing yang menyatakan bahwa di dalam SPT Masa PPN dari PT. XYZ
dicantumkan juga jumlah Pajak Masukan yang dikreditkan terhadap PPN Jasa Telekomunikasi.
Sehubungan dengan itu kiranya perlu diberikan penegasan sebagai berikut :
1. Dalam butir 6 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-48/PJ.3/1988 tanggal 31 Desember 1988
(Seri-PPN-134) telah ditegaskan bahwa PT. XYZ dan PT. ABC serta Pengusaha lainnya yang
melakukan penyerahan jasa tersebut sepanjang belum melakukan penyesuaian tarip sehubungan
dengan pengenaan PPN atas jasa telekomunikasi tidak boleh melaporkan Pajak Masukan pada SPT
Masa PPN. Dengan demikian juga tidak membuat Daftar Pajak Masukan.
2. Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa selama pengusaha di bidang jasa telekomunikasi
tersebut masih memasukkan PPN Pajak Masukan dalam penghitungan tarif pulsa sebagai unsur biaya,
maka pengusaha di bidang Jasa Telekomunikasi belum diperbolehkan mengkreditkan Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-undang PPN 1984.
Karena sampai saat ini PT.XYZ belum mengeluarkan unsur PPN Pajak Masukan dari penghitungan tarif
pulsa sebagaimana dimaksud dalam SE tersebut, maka penegasan dalam SE Seri PPN 134 masih tetap
menjadi pedoman bagi PT XYZ dan PT ABC.
3. Harap para Kakanwil memberitahukan kepada Kantor Wilayah Usaha Telekomunikasi Di Wilayahnya
masing-masing yang melakukan penyetoran dan pelaporan PPN Jasa Telekomunikasi yang terlanjur
mengkreditkan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran yang terutang, supaya melakukan
pembetulan SPT Masa PPN dan melunasi kekurangan pembayaran PPN beserta sanksi bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
Untuk jelasnya copy SE Seri PPN 134 dilampirkan bersama ini untuk Saudara gunakan sebagai
pedoman.
4. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988 dan angka 3 huruf j
Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor PENG-139/PJ.63/1989 tanggal 27 Maret 1989, jasa
keagenan merupakan Jasa Kena Pajak.
Warung Telekomunikasi (WARTEL) merupakan agen PT XYZ dalam menjual Jasa Telekomunikasi.
Oleh karena itu atas komisi yang dibayarkan oleh PT XYZ kepada WARTEL terutang PPN 10%
Pengusaha WARTEL harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Oleh karena XYZ adalah Badan Pemungut Pajak eks. Keppres Nomor 56 TAHUN 1988, maka PPN yang
terutang oleh XYZ dan disetor ke Kas Negara untuk dan atas nama WARTEL yang bersangkutan.
Demikian agar dimaklumi
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD