DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
6 Oktober 1990
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1282/PJ.5.2/1990
TENTANG
PPN ATAS PENYERAHAN BKP OLEH AGEN TUNGGAL KEPADA BADAN PEMUNGUT
EX KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 56 TAHUN 1988
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
1. PT. XYZ sebagai Pabrikan peralatan pengeboran minyak dan gas bumi dan PT. ABC sebagai agen
tunggal dari PT. XYZ adalah Pengusaha Kena Pajak yang berkewajiban untuk mengenakan PPN atas
setiap penyerahan peralatan pengeboran minyak dan gas bumi kepada pihak manapun juga sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a angka 1) dan 4) Undang-undang
PPN 1984.
2. Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak adalah Harga Jual sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf o Undang-undang PPN 1984.
Tidak adanya perbedaan Harga Jual dari PT. XYZ kepada PT. ABC dan dari PT. ABC kepada pihak
lainnya tidak berpengaruh atas mekanisme pembuatan Faktur Pajak, pengkreditan, pembayaran
dan pelaporan PPN. PPN yang dikenakan oleh PT. XYZ menjadi Pajak Masukan bagi PT. ABC dan PPN
yang dikenakan oleh PT. ABC kepada pembelinya menjadi Pajak Keluaran bagi PT. ABC.
3. Untuk kelancaran pelaksanaan PPN dan untuk mengatasi kesulitan Saudara dalam menyediakan dana
pembayaran PPN karena pembelinya adalah PERTAMINA selaku Pemungut PPN/PPn. BM eks Keputusan
Presiden Nomor 56 TAHUN 1988 bersama ini kami berikan penegasan dan petunjuk sebagai berikut :
3.1. Kekurangan setor PPN untuk Masa Pajak Januari 1989 s/d Februari 1990 sebesar
Rp. 819.932.935,35 yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang bersangkutan supaya
Saudara setorkan ke Kas Negara dan bukti setorannya (SSP) segera Saudara sampaikan
ke Kantor Pelayanan Pajak PMA Jakarta dengan surat pengantar sebagai kelengkapan dari
masing-masing SPT Masa PPN yang bersangkutan.
3.2. Tanpa kelengkapan SSP seperti tersebut pada butir 3.1. di atas, SPT Masa PPN dianggap
belum dimasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak PMA sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 Undang-undang PPN 1984. Akibatnya SPT Masa PPN tersebut tidak dapat
digunakan sebagai dasar konfirmasi Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-35/PJ.5/1989 tanggal 6 Juli 1989.Namun demikian kami
dapat menyetujui bila Kepala Pelayanan Pajak PMA mengeluarkan konfirmasi Pajak Masukan
sebesar Rp. 1.558.686.355,35 - Rp. 819.932.935,30 = Rp. 738.753.420,05 kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Selatan Satu agar permintaan restitusi PT. ABC dapat
diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
3.3. Kelebihan pembayaran PPN yang diminta restitusi oleh PT. ABC untuk Masa Pajak Januari s/d
Nopember 1989 sebesar Rp. 1.558.686.355,35 akan diproses dalam 2 (dua) tahap oleh Kantor
Pelayanan Pajak Jakarta Selatan Satu sesuai dengan konfirmasi dari Kantor Pelayanan Pajak
PMA.
3.4. Untuk Masa Pajak bulan Maret s/d Juli 1990 pelaksanaan hak dan kewajiban PPN supaya
dilakukan sesuai penjelasan, penegasan dan petunjuk tersebut pada butir 1 s/d 3.3. di atas.
3.5. Untuk Masa Pajak bulan Agustus 1990 dan seterusnya kami dapat menyetujui pembuatan
Faktur Pajak oleh PT. XYZ untuk penyerahan produksinya kepada PERTAMINA via PT. ABC
dengan mencantumkan pada kolom nama pembeli. PT. ABC QQ. PERTAMINA/PSC, NPWP dan
identitas selengkapnya, sehingga SSP dibuat oleh Bendaharawan PERTAMINA/PSC untuk dan
atas nama PT. XYZ dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Kontrak antara PT. ABC dengan PERTAMINA/PSC supaya disampaikan copynya
kepada KPP PMA dan KPP Jakarta Selatan Satu;
b. PT. ABC mengenakan PPN dan membuat Faktur Pajak kepada PT. XYZ atas
penyerahan jasa keagenannya sebesar 10% dari komisi dan menyetorkan ke Kas
Negara serta melaporkannya sesuai ketentuan yang berlaku.
c. PT. ABC tidak mempunyai Faktur Pajak Masukan dari PT. XYZ dan dengan sendirinya
tidak berhak untuk meminta restitusi Pajak Masukan yang berasal dari transaksi
dengan PT. XYZ.
d. PT. XYZ dapat meminta restitusi apabila PPN (Pajak Masukan) yang telah dibayar
lebih besar dari PPN (Pajak Keluaran) yang dipungut dalam suatu Masa Pajak. Karena
PT. XYZ menyerahkan Barang Kena Pajak kepada pemungut PPN ex Keputusan
Presiden Nomor 56 TAHUN 1988, maka PPN (Pajak Keluaran) yang terutang atas
penyerahan tersebut telah disetorkan ke Kas Negara oleh Pemungut PPN/PPn BM
untuk dan atas nama PT. XYZ, sehingga dalam pengisian SPT Masa PT. XYZ hanya
mengkreditkan seluruh Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran atas penyerahan Barang Kena Pajak kepada bukan pemungut PPN/PPn BM.
4. Atas keterlambatan pembayaran PPN seperti tersebut pada butir 3.1. dikenakan denda administrasi
berupa bunga sebesar 2% per bulan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang KUP.
5. Keputusan pengembalian kelebihan pembayaran PPN untuk Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN eks Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun
1988 akan diselesaikan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Keputusan Menteri Keuangan Nomor
615/KMK.00/1989 tanggal 5 Juni 1989.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD