DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 17 Juli 1986 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1649/PJ.32/1986 TENTANG PAJAK PENJUALAN 1951 YANG TERHUTANG ATAS PENYERAHAN JASA KENA PAJAK SEBELUM 1 APRIL 1986 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara No. : XXX tanggal 12 Juli 1986 perihal : Pengetrapan Pajak Pertambahan Nilai 10% bagi fisik yang selesai sebelum 31 Maret 1986 tetapi baru diajukan penagihannya sesudah 31 Maret 1986 dengan ini kami berikan penegasan sebagai berikut : 1. Atas penyerahan jasa pemborongan bangunan/barang tidak bergerak yang pekerjaan phisiknya telah dilaksanakan sebelum tanggal 1 April 1985 dan selesai sebelum tanggal 1 April 1986, berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 178/KMK.01/1985 tanggal 15 Pebruari 1985 (sepanjang Kontraktor/Sub Kontraktor tidak memilih dikenakan Pajak Pertambahan Nilai), tetap terhutang Pajak Penjualan 1951. 2. Atas jasa pemborongan tersebut pada butir 1 di atas, yang pembayarannya diterima sesudah tanggal 31 Maret 1986 terhutang Pajak Penjualan 1951 sebesar 2,5%. 3. Dalam hal pembayaran dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan Negara (KPN), agar KPN tidak memungut PPN. Kontraktor/Sub Kontraktor yang bersangkutan harus memperoleh Surat Keterangan Bebas PPN/PPn.BM (SKB PPN). Dalam hal pembayaran dilakukan oleh KPN Bandung, maka permohonan untuk memperoleh SKB PPN tersebut dapat diajukan oleh Kontraktor/Sub Kontraktor yang bersangkutan atau oleh kuasa yang ditunjuk (dengan Surat Kuasa Khusus) kepada Kepala Inspeksi Pajak Bandung Timur. SKB PPN akan dikeluarkan untuk setiap pembayaran yang akan ditagih. Oleh karena itu dalam surat permohonan tersebut harus dicantumkan jumlah pembayaran yang akan diterima melalui KPN. 4. Untuk mendapatkan SKB PPN tersebut, terlebih dahulu harus disetor Pajak Penjualan 1951 yang terhutang. Penyetoran dilakukan ke Kas Negara atas nama Kontraktor dan menggunakan NPWP Kontraktor yang bersangkutan dengan menggunakan SPT Pajak Penjualan (bentuk KP.PPn.1) untuk rekening Inspeksi Pajak di tempat Kontraktor tersebut dikukuhkan atau terdaftar sebagai Wajib Pajak/ Pengusaha Kena Pajak. 5. Dalam hal pembayaran diterima langsung dari Bendaharawan PLN, maka Bendaharawan PLN tidak memungut Pajak Pertambahan Nilai maupun Pajak Penjualan 1951. Jumlah Pajak Penjualan 1951 yang terhutang disetor langsung ke Kas Negara dengan cara tersebut pada butir 4. 6. Tindasan bukti penyetoran Pajak Penjualan 1951 sebagaimana tersebut pada butir 4 dan 5 supaya disampaikan kepada masing-masing Inspeksi Pajak di tempat Wajib Pajak/Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan/terdaftar. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PAJAK TIDAK LANGSUNG, ttd. Drs. DJAFAR MAHFUD