DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 5 Januari 2000 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 005/PJ.313/2000 TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PPH PASAL 26 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 27 Agustus 1999 dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara dijelaskan bahwa : a. PT. XYZ terdaftar di KPP PMA III menggunakan jasa manajemen ABC Ltd yang berkedudukan di Singapura. Atas pemberian jasa tersebut PT. XYZ membayar imbalan jasa manajemen dan wajib memotong PPh Pasal 26 yang seharusnya disetorkan dan dilaporkan oleh PT. XYZ pada masa Desember 1997. b. Oleh karena kesulitan likuiditas atas imbalan jasa manajemen tersebut baru dilaporkan oleh PT. XYZ pada bulan Agustus 1998. c. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa keberadaan beberapa expatriat di atas memenuhi syarat sebagai BUT di Indonesia. Sehingga pemberian jasa manajemen tersebut merupakan objek PPh Pasal 23 dengan terbitnya SKP.No. 00111/203/97/056/99 tanggal 27 Juli 1999, maka Saudara memohon pengembalian kelebihan pembayaran PPh Pasal 26 yang terlanjur disetor. 2. Dalam Pasal 5 ayat 2 (i) P3B Indonesia - Singapura antara lain disebutkan pemberian jasa, termasuk jasa konsultasi oleh suatu perusahaan melalui karyawannya atau orang lain selain agen yang tidak bebas yang kegiatannya berlangsung terus menerus di negara lain untuk waktu lebih dari 90 hari dalam 12 bulan akan menimbulkan BUT. 3. Dalam Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia - Singapura antara lain disebutkan laba usaha perusahaan suatu negara hanya dapat dikenakan pajak di negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan kegiatan usahanya di negara lainnya tersebut. 4. Berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila umlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. 5. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-31/PJ.2/1988 tanggal 16 September 1988 tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang antara lain Wajib Pajak atau Subjek Pajak atau bukan Subjek Pajak yang meminta kembali pembayaran pajak harus mengajukan permohonan tertulis sebagai kelengkapan atau data tambahan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak atau Subjek Pajak atau bukan Subjek Pajak tersebut berkedudukan atau bertempat tinggal. 6. Berdasarkan uraian di atas dengan ini ditegaskan bahwa : a. Oleh karena keberadaan beberapa expatriat di Indonesia melebihi 90 hari dalam 12 bulan, maka expatriat tersebut memenuhi syarat sebagai BUT di Indonesia, sehingga penghasilan atas imbalan jasa manajemen yang diterima atau diperoleh merupakan objek PPh Pasal 23. Dengan demikian perhitungan PPh Pasal 23 sesuai SKPKB Nomor : 00111/203/97/056/99 tanggal 27 Juli 1999 yang diterbitkan oleh KPP PMA III sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Dengan diterbitkannya SKPKB Nomor : 00111/203/97/056/99 tanggal 27 Juli 1999 maka pembayaran PPh Pasal 26 bulan Desember 1997 yang disetorkan dan dilaporkan pada bulan Agustus 1998 dapat dikembalikan sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-31/PJ.2/1988 tanggal 16 September 1988, karena objek yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa tersebut sama dengan objek yang menjadi koreksi dalam ketetapan tersebut. Untuk itu agar Saudara mengajukan permohonan tertulis kepada KPP PMA III. Demikian agar dimaklumi. DIREKTUR ttd IGN. MAYUN WINANGUN