DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
29 Juli 1996
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 129/PJ.32/1996
TENTANG
PERLAKUAN PPN DAN PPH ATAS PENGALIHAN SELURUH AKTIVA PERHOTELAN PT. BAYU BERINGIN LESTARI
KEPADA PT.PLAZA PURIMAS HOTEL
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 13 Mei 1996 perihal tersebut diatas, dengan ini disampaikan
hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut dijelaskan :
a. PT. XYZ adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha perhotelan dan pusat
perbelanjaan/shopping centre.
b. Menurut ketentuan Direktur Jenderal Pariwisata, usaha perhotelan harus dikelola oleh suatu
badan usaha tersendiri yang semata-mata berusaha di dalam bidang usaha hotel.
c. Sesuai dengan ketentuan tersebut diatas, maka PT. XYZ membentuk badan usaha yaitu
PT ABC dan mengalihkan seluruh aktiva yang berhubungan dengan usaha perhotelan
kepada PT ABC.
Atas pengalihan aktiva tersebut di atas, Saudara mohon penegasan apakah terutang Pajak
Pertambahan Nilai.
2. Pajak Pertambahan Nilai
2.1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, apabila
dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak di samping melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian
penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka
jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan
dengan penyerahan yang terutang pajak.
2.2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 16D Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, Pajak
Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang
menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak
Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
2.3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 9 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994,
jasa di bidang perhotelan merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai.
2.4. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka disampaikan penegasan sebagai berikut :
a. Sebagaimana diatur dalam pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994,
jasa di bidang perhotelan termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai. Oleh karena itu atas penyerahan jasa ini tidak terutang pajak
Pajak Pertambahan Nilai.
b. Dalam kegiatannya, PT. XYZ selain melakukan penyerahan yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai (usaha tempat perbelanjaan) juga melakukan penyerahan yang
tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai (usaha perhotelan). Sesuai dengan
ketentuan dalam Pasa 9 ayat (5) Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, jumlah
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan
dengan penyerahan yang dilakukan usaha perhotelan, karena jasa dibidang
perhotelan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.
c. Berdasarkan ketentuan Pasal 16D Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 tersebut
diatas, karena Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang dilakukan
usaha perhotelan tidak dapat dikreditkan, maka pengalihan aktiva yang
berhubungan dengan usaha perhotelan dari PT. XYZ kepada PT ABC tidak
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
d. Dalam hal PT. XYZ telah terlanjur mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai atas
usaha perhotelan maka Pajak Pertambahan Nilai tersebut harus dibayar kembali
karena pada dasarnya Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar atas usaha
perhotelan tidak dapat dikreditkan.
3. Pajak Penghasilan
3.1. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994, nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Dalam penjelasannya antara lain disebutkan bahwa selisih antara harga pasar dengan nilai
sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak.
3.2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 4 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996, antara lain diatur bahwa badan yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib
membayar sendiri Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang sebesar 5% (lima persen) dari
jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pembayaran PPh tersebut
merupakan pembayaran PPh Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang
untuk tahun pajak yang bersangkutan.
3.3. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut :
a. Bahwa selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dari aktiva perhotelan
yang dialihkan kepada PT. Plaza Purimas Hotel, merupakan penghasilan bagi
PT. XYZ.
b. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT. XYZ dari pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan (hotel), terutang PPh sebesar 5% (lima persen) dari
jumlah bruto nilai pengalihan hotel tersebut. Pembayaran PPh tersebut dapat
diperhitungkan dengan PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
FUAD BAWAZIER