DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
27 September 2002
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 995/PJ.52/2002
TENTANG
PERMOHONAN PEMUNGUTAN PPN APOTIK PKP 2%
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 6 Agustus 2002 hal sebagaimana tersebut pada pokok
surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa, Saudara sebagai Badan yang ditunjuk sebagai
pemungut PPN mengajukan permohonan agar pemungutan PPN kepada apotik PKP dapat dilakukan
dengan pengenaan tarif sebesar 2% final dari omset penjualan yang diserahkan kepada Saudara
(bukan 10% non final). Adapun pertimbangan yang mendasari keinginan Saudara tersebut adalah:
a. Kenyataan di lapangan banyak apotik PKP yang Saudara tunjuk tidak jarang harus membeli
obat dari pihak Non PKP (apotik lain) sehingga pajak masukannya tidak dapat dikreditkan/
diperhitungkan dengan pajak keluarannya.
b. Apotik yang melayani peserta Saudara, harga beli dan harga jual obatnya telah ditetapkan
melalui mekanisme Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dengan harga beli yang lebih
rendah dari harga umum dan harga jualnya telah ditetapkan dengan menetapkan suatu
besaran keuntungan.
c. Penerapan mekanisme PPN Umum (tarif 10% non final) dimana Saudara menjadi
pemungutnya, akan menyebabkan pajak yang dipungut dari apotik menjadi lebih besar dari
yang seharusnya menjadi kewajiban apotik sehingga akhirnya apotik tersebut harus
melakukan restitusi yang memakan waktu cukup lama dan rumit.
d. Penerapan tarif 2% final akan membantu cash flow apotik.
e. Diharapkan dengan penerapan pemungutan PPN apotik PKP sebesar 2% tersebut akan dapat
meningkatkan pelayanan kepada para peserta Askes karena mekanisme tersebut lebih
praktis baik bagi apotik maupun Saudara sendiri dan perlu juga diketahui bahwa usulan
pemungutan PPN final 2% merupakan usulan dari pihak apotik sendiri.
2. Ketentuan yang berkenaan dengan permasalahan tersebut adalah:
2.1. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur bahwa:
a. Pasal 1 angka 27 menyatakan bahwa Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah
bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang
oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi
Pemerintah tersebut.
b. Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%
(sepuluh persen).
c. Pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung
dengan cara mengalihkan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak.
2.2. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000 tentang
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah Oleh Badan-badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai menyatakan bahwa Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut
oleh Badan-badan tertentu adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual atau nilai
penggantian yang diminta oleh rekanan.
3. Berdasarkan uraian pada butir 2 dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini
dijelaskan bahwa:
a. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Badan-badan tertentu sebagai
Pemungut PPN adalah sebesar 10% dari harga jual atau nilai penggantian yang diminta oleh
rekanan.
b. Atas permohonan Saudara untuk menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai yang harus
dipungut oleh Badan-badan tertentu sebesar 2% dari harga jual atau nilai penggantian yang
diminta oleh rekanan dengan sangat menyesal tidak dapat kami kabulkan.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PPN DAN PTLL,
ttd
I MADE GDE ERATA