DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                       6 Juni 1995

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 30/PJ.4/1995

                        TENTANG

          KEKURANGAN PEMBAYARAN PPh PASAL 22 ATAS PEMBELIAN HASIL PRODUKSI ROKOK. 
                           (SERI PPh PASAL 22 NO. 2)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dalam rangka memberikan kepastian pemungutan PPh Pasal 22 atas hasil produksi rokok bagi Wajib Pajak 
yang mengadakan transaksi pembelian dengan industri rokok, dengan ini diberikan penegasan sebagai 
berikut :

1.  Berdasarkan Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana terakhir diubah dengan 
    Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 599/KMK.04/1995
    jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 147/KMK.04/1995 diatur bahwa pemungutan PPh Pasal 22
    tersebut berlaku sejak 1 Januari 1995.

2.  Khusus untuk badan usaha yang bergerak di bidang industri rokok telah diatur berdasarkan Kawat 
    Nomor: KWT-76/PJ.43/1995 untuk industri rokok kretek di dalam negeri dan Kawat Nomor: 
    KWT-114/PJ.43/1995 untuk industri rokok putih di dalam negeri serta Keputusan Direktur Jenderal 
    Pajak Nomor: KEP - 42/PJ./1995  bahwa :
    a.  Industri rokok di dalam negeri ditunjuk sebagai pemungut PPh atas transaksi penjualan rokok 
        kretek dan rokok putih.
    b.  Surat penunjukkan mulai berlaku sejak 1 April 1995 untuk industri rokok kretek, sedangkan 
        untuk industri rokok putih berlaku sejak 1 Mei 1995.
    c.  Besarnya PPh Pasal 22 adalah 0,10% dari nilai transaksi penjualan/penyerahan rokok 
        berdasarkan harga banderol dan bersifat final.

3.  Agar supaya pelaksanaan PPh Pasal 22 yang bersifat final ini dapat sepenuhnya mulai berlaku dari 
    1 Januari 1995 s/d Desember 1995 (berlaku satu tahun penuh) maka pelaksanaannya diatur sebagai
    berikut :
    a.  Atas PPh Pasal 22 yang belum dipungut selama bulan Januari 1995 s/d Maret 1995 untuk
        industri rokok kretek dan selama bulan Januari 1995 s/d April 1995 untuk industri rokok putih, 
        agar disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang mengadakan transaksi pembelian dengan industri 
        rokok tersebut dan harus lunas paling lambat bulan Desember 1995.

    b.  Besarnya PPh Pasal 22 tersebut adalah sebesar :
        -   0,10% x transaksi pembelian dikurangi PPh Pasal 25 yang telah dibayar sendiri oleh 
            Wajib Pajak selama bulan Januari, Februari, Maret 1995 atas transaksi rokok kretek; 
            atau
        -   0,10% x transaksi pembelian dikurangi PPh Pasal 25 yang telah dibayar sendiri oleh 
            Wajib Pajak selama bulan Januari, Februari, Maret, April 1995 atas transaksi rokok 
            putih.

    c.  Apabila PPh Pasal 25 yang telah dibayar oleh Wajib Pajak sebagaimana tersebut pada butir 3 
        huruf b lebih besar dari 0,10% x transaksi pembelian, maka kelebihan tersebut tidak dapat 
        diperhitungkan dengan PPh Pasal 22 untuk bulan/bulan-bulan dalam tahun berjalan 1995 atau 
        tidak dapat dikembalikan, karena sifatnya yang final.

4.  Untuk pengawasan dalam pelaksanaan pembayaran kekurangan PPh Pasal 22 tersebut, para Kepala 
    Kantor Pelayanan Pajak tempat industri rokok terdaftar agar meminta data penjualan dari para 
    produsen rokok untuk masing-masing pembelinya.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER