DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
6 Juni 2001
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 03/PJ.7/2001
TENTANG
KEBIJAKSANAAN PEMERIKSAAN (SERI PEMERIKSAAN 01-01)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dari hasil pemantauan kinerja pelaksanaan pemeriksaan selama ini dan sehubungan dengan perubahan
kebijakan dan peraturan perpajakan, serta untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan
dalam rangka menguji kepatuhan, memberikan kepastian hukum dan pelayanan kepada masyarakat Wajib
Pajak, maka kebijaksanaan pemeriksaan diatur sebagai berikut :
I. Umum
1.1 Jenis Pemeriksaan
Jenis pemeriksaan terdiri dari :
1) Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib
Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya;
2) Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib
Pajak tertentu berdasar skor otomatis secara komputerisasi;
3) Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terutama terhadap Wajib
Pajak sehubungan dengan adanya keterangan atau masalah yang berkaitan
dengannya;
4) Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang,
perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili;
5) Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan
dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis Pajak (all
taxes) dan untuk mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya;
6) Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan
bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang
perpajakan;
7) Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat Wajib Pajak
seperti kantor, pabrik, tempat usaha, tempat tinggal atau tempat lain yang diduga ada
kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak atau tempat lain
yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;
8) Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal
Pajak;
9) Pemeriksaaan Terintegrasi, yaitu pemeriksaaan yang dilaksanakan dengan pertukaran
data dan informasi dari para Wajib Pajak terperiksa yang terdapat hubungan yang
terintegrasi seperti Wajib Pajak Domisili dengan Wajib Pajak Lokasi atau dari Wajib
Pajak-Wajib Pajak terperiksa yang ada hubungan usaha dan finansial.
1.2 Ruang Lingkup Pemeriksaan
a. Ruang Lingkup Pemeriksaan meliputi pemeriksaan untuk semua jenis pajak (all taxes)
dan satu atau beberapa jenis pajak. Pemeriksaannya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan lapangan (lengkap atau sederhana) dan pemeriksaan kantor.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan dan Kantor ditetapkan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Lapangan, dilakukan atas satu, beberapa atau seluruh jenis
pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk
tujuan lain. Pemeriksaan Lapangan terdiri dari:
a. Pemeriksaan Lengkap (PL) adalah Pemeriksaan Lapangan yang
dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk kerjasama operasi dan
konsorsium, untuk seluruh jenis pajak (all taxes), termasuk Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), untuk tahun
berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan
dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang secara umum
lazim digunakan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan.
b. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah Pemeriksaan
Lapangan yang dilakukan untuk satu, beberapa atau seluruh jenis
pajak (all taxes), untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun
sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik
pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka
mencapai tujuan pemeriksaan.
2) Pemeriksaan Kantor, dilaksanakan atas satu jenis pajak tertentu dalam tahun
berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan Kantor hanya dapat
dilaksanakan dengan Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK).
1.3 Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
a. Untuk meningkatkan produktivitas, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan
ditetapkan sebagai berikut:
1) PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu terhitung
sejak saat Surat Panggilan dikirimkan kepada Wajib Pajak.
2) PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu I (satu) bulan terhitung sejak
saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib
Pajak.
3) PSL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus
diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak Lokasi
diterbitkan dan tidak dapat diperpanjang.
4) PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak saat
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak,
kecuali PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.
5) PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus
diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari
terhitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak
Lokasi diterbitkan dan tidak dapat diperpanjang.
6) PSL atau PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Tahun Berjalan
harus diselesaikan dalam jangka waktu I (satu) bulan terhitung sejak saat
Surat Pemberitahuan pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak,
dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.
7) PSL atau PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus
berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan
Pajak (Direktur P4) harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu
sebagaimana tersebut dalam instruksi.
8) PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan
berdasarkan instruksi dari Direktur P4 atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (Ka Kanwil DJP) harus diselesaikan dengan memperhatikan
jangka waktu sebagaimana tersebut dalam instruksi dimaksud.
b. Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan seperti tersebut di atas tidak dapat diubah
meskipun terjadi pergantian Pemeriksa Pajak.
c. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan atas waktu penyelesaian pemeriksaan,
Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (Ka UP3) harus melaporkan Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak yang telah diterima oleh Wajib Pajak dan Surat
Panggilan yang telah dikirim ke Wajib Pajak kepada Ka Kanwil DJP atasannya. Daftar
dibuat setiap bulan dan dikirimkan kepada Ka Kanwil DIP atasannya paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan formulir pada Lampiran 1
d. Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
1) Dengan pemberitahuan, beserta alasan tidak dapat diselesaikannya
pemeriksaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 1.3
huruf a angka 1) 2) dan 4), kepada Ka Kanwil DJP atasannya atau Direktur
P4, Ka UP3 dapat memperpanjang jangka waktu pemeriksaan dengan
ketetapan sebagai berikut:
a) Perpanjangan jangka waktu penyelesaian paling lama: 2 (dua)
minggu untuk PSK dan tidak dapat diperpanjang lagi; 1 (satu) bulan
untuk PSL dan tidak dapat diperpanjang lagi, kecuali terdapat
indikasi transfer pricing; atau 2 (dua) bulan untuk PL
b) Pemberitahuan harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari
sebelum jangka waktu PSK berakhir atau 7 (tujuh) hari sebelum
jangka waktu PSL atau PL berakhir, dengan mempergunakan
Formulir Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu
Penyelesaian Pemeriksaan seperti pada Lampiran 2
c) Pemberitahuan yang disampaikan melewati jangka waktu
pemeriksaan harus disertai dengan alasan keterlambatan tersebut
d) Pemberitahuan tidak dapat diajukan dalam hal Pemeriksaan Khusus
atau Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan berdasarkan
instruksi Direktur P4 atau Kepala Kanwil DJP
2) Berdasarkan permohonan Ka UP3, Ka Kanwil DJP atasannya atau Direktur P4
dapat memperpanjang jangka waktu penyelesaian PSL dan PL sebagaimana
dimaksud pada butir d angka 1) huruf a) dengan ketetapan sebagai berikut:
a) Permohonan untuk tiap perpanjangan (pertama dan kedua) harus
diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu
penyelesaian PSL atau PL berakhir.
Permohonan disertai dengan alasan dan Laporan Kemajuan
Pemeriksaan (audit progress report) dengan mempergunakan
Formulir Surat Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu
Penyelesaian Pemeriksaan seperti pada Lampiran 3
b) Perpanjangan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) kali 2 (dua)
bulan untuk PL, kecuali terdapat indikasi transfer pricing dengan
mempergunakan Formulir Surat Persetujuan atau Penolakan
Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan seperti
pada Lampiran 4
3) Berdasarkan permohonan Ka UP3, Ka Kanwil DJP atasannya atau Direktur P4
dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan
Khusus atau Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan ketetapan sebagai berikut:
a) Sesuai dengan kompleksitas masalah yang dihadapi Pemeriksa,
waktu perpanjangan penyelesaian pemeriksaan diserahkan pada
kebijaksanaan Ka Kanwil DJP atau Direktur P4. Persetujuan dapat
diberikan dengan menggunakan Formulir Surat Persetujuan atau
Penolakan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
seperti pada Lampiran 4 atau dengan surat biasa.
b) Permohonan beserta alasan dan laporan kemajuan penyelesaian
Pemeriksaan (audit progress report) harus diajukan selambatnya
7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penyelesaian pemeriksaan
berakhir.
4) Apabila terdapat petunjuk transfer pricing, jangka waktu pemeriksaan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun.
5) Ka UP3 pembuat Surat Pemberitahuan atau Permohonan Perpanjangan
sebagaimana dimaksud angka 2) dan angka 3) adalah Ka KPP atau Ka
Karikpa atau Koordinator Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak di Kanwil
DJP untuk pemberitahuan atau permohonan kepada Ka Kanwil DJP, atau
Koordinator Kelompok Fungsional Pemeriksa di KP DJP untuk pemberitahuan
atau permohonan kepada Direktur P4.
e. Atas pemeriksaan yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan, Ka Kanwil DJP melaporkan kepada KP DJP cq Direktur P4 untuk dievaluasi
lebih lanjut dengan menggunakan formulir sesuai dengan contoh pada Lampiran 5
1.4 Pelaksanaan dan Jangka Waktu Pemeriksaan berdasarkan golongan Wajib Pajak
a. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan produktivitas, berdasarkan golongan
Wajib Pajak pelaksanaan serta jangka waktu penyelesaian pemeriksaan diatur
sebagai berikut :
______________________________________________________________________
No. Golongan Wajib Pajak Pelaksanaan Jangka Waktu
Pemeriksaan Pemeriksaan
______________________________________________________________________
1 WP Badan Khusus:
a. WP Masuk Bursa PSK/PSL/PL 4 minggu/1 bulan/
2 bulan
b. Bentuk Usaha Tetap Bank PSK/PSL/PL 4 minggu/1 bulan/
2 bulan
c. BUMN/BUMD PSK/PSL/PL 4 minggu/1 bulan/
2 bulan
2. WP Orang Pribadi dan WP Badan PL/PSL/PSK 2 bulan/1 bulan/
Besar Lainnya 4 minggu
3. WP Orang Pribadi dan WP Badan PL/PSL/PSK 2 bulan/1 bulan/
Menengah, termasuk para profesional 4 minggu
Dan BUT selain Bank
4. WP Kecil dan WP Orang Pribadi tidak PSL/PSK 1 bulan/4 minggu
menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas
______________________________________________________________________
b. Terhadap Wajib Pajak Masuk Bursa (butir 1 huruf a), dapat dilakukan PSK apabila
terpenuhi seluruh kriteria di bawah ini:
1) Laporan Keuangan hasil audit Akuntan Publik menyatakan pendapat Wajar
Tanpa Pengecualian (unqualified opinion);
2) Menyampaikan SPT tepat waktu (baik dengan maupun tanpa perpanjangan
waktu);
3) Memenuhi pembayaran pajaknya tepat waktu dan tidak memiliki tunggakan
pajak yang jumlahnya signifikan;
4) Jumlah koreksi atas SPT Tahunan PPh tahun atau tahun-tahun pajak
sebelumnya tidak signifikan;
5) Tidak ada kerugian tahun atau tahun-tahun pajak sebelumnya yang belum
dilakukan pemeriksaan;
6) Tidak melakukan praktik transfer pricing.
7) Tidak terdapat indikasi tindak pidana pajak.
c. Terhadap Wajib Pajak Masuk Bursa yang tidak memenuhi seluruh kriteria tersebut
di atas dapat dilakukan PSL atau PL. Penentuan UP3-nya dilakukan oleh Ka Kanwil VI
DJP Jaya Khusus
d. Terhadap Wajib Pajak Badan Khusus (butir 1), PSK sedapat mungkin dilakukan untuk
seluruh jenis pajak (all taxes) dengan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan
selama 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang selama 4 (empat) minggu.
Berdasarkan instruksi Direktur P4 atau Ka Kanwil DJP terkait, PSL atau PL dapat pula
dilakukan terhadap Wajib Pajak Badan Khusus yang patut diduga tidak memenuhi
kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya. Dalam hal ditemukan data baru dan
atau data yang semula belum terungkap, walaupun sudah dilakukan pemeriksaan
masih terbuka kesempatan untuk dilakukan pemeriksaan ulang melalui PL sesuai
dengan ketentuan.
1.5 Pemeriksaan Ulang
a. Kriteria Pemeriksaan Ulang
1) Pemeriksaan ulang dapat dilaksanakan dalam hal:
a) terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan;
b) terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang
dapat mengakibatkan penambahan pajak terutang; atau
c) sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak.
2) Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
16 Tahun 2000, yang dimaksud dengan data baru adalah data atau
keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung
besamya jumlah pajak yang terutang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan
pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan
lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang
diserahkan pada waktu pemeriksaan. Sedangkan yang dimaksud dengan
data baru yang semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain
mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besaya jumlah
pajak yang terutang, yang:
a) tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan
beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan atau
b) pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak
mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara
benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus
dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang
terutang.
b. Usul Pemeriksaan
1) Ka KPP atau Karikpa dapat mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan
Ulang yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam butir 1.5 huruf
a angka 1) huruf a) dan b) kepada Ka Kanwil DJP atasannya.
2) Berdasarkan usul KPP atau Karikpa atau usul dari Kanwil DJP sendiri, Ka
Kanwil DJP dapat mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang
kepada Direktur P4.
3) Setiap pengajuan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang harus disertai
dengan alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukungnya serta
ringkasan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan untuk tahun pajak yang
sama.
4) Berdasarkan pertimbangan Direktur P4, usul Pemeriksaan Ulang yang
diajukan oleh Ka Kanwil DJP akan diteruskan ke Direktur Jenderal Pajak
untuk mendapat persetujuan.
c. Persetujuan Pemeriksaan
Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Ulang diberikan oleh Direktur Jenderal
Pajak dengan mempertimbangkan bobot masalah penyebab diajukannya usul
Pemeriksaan tersebut.
d. Ruang Lingkup Pemeriksaan dan Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan Ulang harus meliputi seluruh jenis pajak (all taxes) walaupun data baru
atau data yang belum terungkap atau data lain hanya mencakup jenis-jenis pajak
tertentu saja. Pemeriksaan Ulang harus dilaksanakan melalui Pemeriksaan Lapangan.
Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pembahasan akhir (closing
conference) baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan tersebut dibahas
(direview) dan disetujui oleh Direktur P4.
1.6 Standar Prestasi
a. Standar prestasi setiap pemeriksa per tahun ditetapkan sebagai berikut:
1) 6 (enam) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) untuk Pejabat Fungsional
Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap di lingkungan
Kanwil VI DJP dan Kantor Pusat DJP;
2) 8 (delapan) LPP untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit
Pelaksana Pemeriksaan Lengkap di lingkungan Kanwil DJP lainnya;
3) 20 (dua puluh) LPP untuk Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan
Sederhana di lingkungan Kanwil VI DJP;
4) 25 (dua puluh lima) LPP untuk Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana
Pemeriksaan Sederhana di lingkungan Kanwil DJP lainnya.
b. Standar prestasi tersebut di atas akan dievaluasi setiap tahun sesuai dengan
kebutuhan.
1.7 Penerbitan Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2)
Pengaturan penerbitan LP2 untuk sementara masih mengacu pada Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/2000 tanggal 12 April 2000. Keputusan mendesentralisasikan
penerbitan LP2 kepada Kanwil DJP secara bertahap akan ditetapkan segera setelah
implementasi program aplikasi penerbitan LP2 dan prasarananya secara penuh dapat
dilakukan oleh masing-masing Kanwil DJP.
II. Pemeriksaan Rutin
2.1 Kriteria Pemeriksaan Rutin
a. Pemeriksaan Rutin pada umumnya dilakukan atas:
1) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang menyatakan Lebih
Bayar;
2) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang menyatakan Rugi Tidak Lebih
Bayar;
3) Data Prioritas dan atau Alat Keterangan;
b. Pemeriksaan Rutin Lainnya dilaksanakan apabila:
1) Terdapat Kerjasama Operasi (KSO) atau Konsorsium;
2) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan ·
- SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar;
- SPT Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang
menyatakan lebih bayar (baik meminta restitusi maupun
kompensasi);
3) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan:
- SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya
perubahan tahun buku yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal
Pajak;
- SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan
penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur
Jenderal Pajak;
- SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan
penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi
(Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pembubaran dengan
melampirkan Laporan Keuangan Likuidasi atau diketahui dari media
massa bahwa Wajib Pajak akan melakukan likuidasi);
4) Wajib Pajak Orang Pribadi menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyalahi
ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
5) Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
atau Wajib Pajak Badan, yang mengajukan permohonan pencabutan NPWP;
atau perubahan tempat terdaftarnya Wajib Pajak dari suatu KPP ke lain KPP;
6) Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh walaupun telah dikirimkan
Surat Teguran dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan
penyampaian SPT, termasuk SPT kembali pos (kempos) dan Wajib Pajak
kelompok Non Efektif (NE);
7) Wajib Pajak melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan
kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya;
8) Wajib Pajak tidak menyampaikan:
- SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
- SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-
turut dari suatu tahun pajak;
9) Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang
menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi)
terutama sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan
kepada badan pemungut PPN;
10) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi (apabila SPT tersebut
tidak termasuk dalam Pemeriksaan Kriteria Seleksi) yang pelaksanaan
pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk
tahun pajak lainnya.
11) Wajib Pajak yang atas permintaan sendiri mengajukan untuk dilakukan
pemeriksaan atas kewajiban perpajakannya, misalnya untuk kepentingan
Rapat Umum Pemegang Saham atau tax clearence;
12) Terdapat data, termasuk data PBB dan atau BPHTB yang dapat dimanfaatkan
untuk ekstensifikasi Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP);
13) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
14) Pemusatan tempat terutang PPN.
2.2 Daftar Nominatif Wajib Pajak
a. Ka KPP membuat Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa baik yang akan
dilakukan PL maupun Pemeriksaan Sederhana, yang meliputi Pemeriksaan Rutin
sebagaimana dimaksud pada butir 2.1. dan Pemeriksaan Tahun Berjalan sebagaimana
dimaksud pada butir VI dengan menggunakan formulir Daftar Nominatif Wajib Pajak
seperti pada Lampiran 6
b. Pembuatan Daftar Nominatif Wajib Pajak (yang akan diperiksa) tersebut dilakukan
secara bulanan dan harus dikirimkan kepada Ka Kanwil DJP atasannya dengan
tembusan kepada Ka Karikpa terkait paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya.
c. Berdasarkan Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa, Ka Kanwil DJP
mengajukan permintaan penerbitan LP2 ke KP DJP cq Direktur P4 dengan tembusan
kepada UP3 yang bersangkutan.
d. Pemeriksaan atas butir 2.1 huruf a angka 1) dapat dilaksanakan terlebih dahulu
sambil menunggu diterbitkannya LP2 oleh Direktorat P4. Lp2 akan langsung dikirim
ke UP3 yang telah ditentukan.
2.3 Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak
a. Pemeriksaan Rutin dilaksanakan melalui PL atau PSL atau PSK dalam hal:
1) Terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan lebih bayar
sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf a angka 1);
2) Kerjasama Operasi (KSO) atau konsorsium sebagaimana dimaksud pada
butir 2.1 huruf b angka 1); dan
3) Wajib Pajak mengajukan pemeriksaan atas permintaan sendiri sebagaimana
dimaksud butir 2.1 huruf b angka 11),
b. Unit Pelaksana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditentukan oleh
Ka Kanwil DJP terkait dengan memperhatikan volume pekerjaan pada masing-masing
UP3.
c. Pemeriksaan Rutin dilaksanakan melalui PSL meliputi satu tahun pajak atau seluruh
masa pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan dalam hal :
1) SPT Tahunan PPh Pasal 21 Wajib Pajak Domisili dan atau SPT Masa PPN Wajib
Pajak Domisili yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak menyatakan
lebih bayar sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 2);
2) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi menyalahi ketentuan
penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud
pada butir 2.1 huruf b angka 4);
3) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar
sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf a angka 2);
4) Wajib Pajak mengajukan permohonan pencabutan NPWP atau Wajib Pajak
mengajukan permohonan perubahan tempat terdaftar Wajib Pajak dari suatu
KPP ke KPP lainnya sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 5);
5) SPT Tahunan PPh tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana
tercantum dalam Surat Teguran, termasuk SPT kembali pos dan Kelompok
Non Efektif (NE) sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 6);
6) SPT Tahunan PPh Pasal 21 tidak disampaikan selama 2 (dua) tahun berturut-
turut atau SPT Masa PPN tidak disampaikan dalam tahun berjalan selama 3
(tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak sebagaimana dimaksud
pada butir 2.1 huruf b angka 8);
7) Wajib Pajak melakukan kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud
pada butir 2.1 huruf b angka 7);
8) Terdapat data, termasuk data PBB dan atau BPHTB sebagaimana dimaksud
pada butir 2.1 huruf b angka 12);
d. Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dengan PSL atau PSK dalam hal :
1) SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) sebagaimana dimaksud dalam butir 2.5
menyatakan restitusi sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau
penyerahan kepada badan pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada butir
2.1 huruf b angka 9);
2) SPT Tahunan PPh Pasal 21 Wajib Pajak Lokasi dan atau SPT Masa PPN Wajib
Pajak Lokasi yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak menyatakan
Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 2);
e. Pemeriksaan Rutin dilaksanakan dengan PL dalam hal:
1) Terdapat data prioritas dan atau alat keterangan sebagaimana dimaksud
pada butir 2.1 huruf a angka 3);
2) SPT Tahunan PPh dari Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang melakukan
perubahan tahun buku, revaluasi, penggabungan, pemekaran atau
pengambilalihan usaha atau likuidasi sebagaimana dimaksud pada butir 2.1
huruf b angka 3), kecuali likuidasi perusahaan yang tidak berbentuk
perseroan dapat dilaksanakan melalui PSL.
2.4 Penghindaran Benturan Pemeriksaan
a. Dalam hal Wajib Pajak selain memenuhi kriteria pemeriksaan rutin sebagaimana
diatur pada butir 2.1 huruf a juga memenuhi kriteria Pemeriksaan Rutin yang
dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap sebagaimana diatur pada
butir 2.3 huruf d, maka pemeriksaan untuk tahun yang bersangkutan dilakukan
melalui pemeriksaan lengkap, kecuali untuk pemeriksaan yang berkenaan dengan
likuidasi perusahaan yang tidak berbentuk perseroan terbatas dengan unit pelaksana
ditentukan oleh Ka Kanwil DJP atasannya.
b. Pemeriksaan Rutin atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi yang
pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk
tahun pajak lainnya (butir 2.1 huruf b angka 10) dilaksanakan oleh UP3 yang
melakukan pemeriksaan tahun pajak lainnya tersebut.
c. Dalam hal atas SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan
lebih bayar dilakukan Pemeriksaan Rutin oleh UP3 Wajib Pajak Lokasi dan pada saat
bersamaan diperiksa juga oleh UP3 Wajib Pajak Domisili, maka pemeriksaan oleh
UP3 Wajib Pajak Lokasi diteruskan sepanjang UP3 Wajib Pajak Domisili tidak meminta
kepada UP3 Wajib Pajak Lokasi untuk menghentikan pemeriksaan tersebut karena
UP3 Wajib Pajak Domisili berwenang untuk melakukan pemeriksaan sampai dengan
lokasi Wajib Pajak yang bersangkutan, seperti: UP3 Wajib Pajak Domisili di lingkungan
Kantor Wilayah VI DJP Jakarta Raya Khusus terhadap KPP Wajib Pajak Lokasi di
seluruh Indonesia, Kantor Wilayah DJP lainnya terhadap KPP Wajib Pajak Lokasi di
wilayah wewenangnya, dan Karikpa Wajib Pajak Domisili terhadap KPP Wajib Pajak
Lokasi di wilayah kerjanya.
2.5 Pemeriksaan Wajib Pajak yang memperoleh keringanan pengembalian pajak pendahuluan
(Pasal 17 c UU KUP)
Wajib Pajak yang sudah mendapatkan fasilitas pengembalian pendahuluan pajak untuk SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi/Badan dan SPT Masa PPN dapat dilakukan
pemeriksaan apabila:
a. terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap;
b. termasuk dalam kriteria seleksi;
c. berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
2.6 Pemeriksaan Sederhana Kantor dengan menerapkan Audit Program Lebih Sederhana
a. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak Badan yang
menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyatakan lebih bayar, dan apabila Ka
Kanwil DJP terkait telah menentukan bahwa atas SPT tersebut diperiksa melalui
Pemeriksaan Sederhana oleh KPP, pemeriksaan dimaksud dapat dilakukan melalui
PSK dengan menerapkan audit program lebih sederhana apabila Wajib Pajak
memenuhi semua syarat-syarat sebagai berikut:
1) Laporan Keuangan Wajib Pajak diaudit oleh Akuntan Publik yang telah
mendapat izin dari Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) dan
Akuntan Publik tersebut tidak sedang dalam pembinaan oleh DJLK, dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion);
2) SPT disampaikan tepat waktu, baik melalui perpanjangan waktu maupun
tidak;
3) Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak yang jumlahnya signifikan;
4) Jumlah koreksi yang telah dilakukan dalam pemeriksaan terhadap SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tahun atau tahun-tahun pajak sebelumnya
tidak signifikan;
5) Semua SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang menyatakan rugi pada
tahun atau tahun-tahun pajak sebelumnya telah selesai diperiksa dan telah
diterbitkan surat ketetapan pajak serta tidak terdapat indikasi tindak pidana
fiskal;
6) Lokasi usaha (bukan cabang), seperti lokasi pabrik, pertambangan dan lain-
lain terletak di wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang sama.
b. PSK dengan menerapkan audit program lebih sederhana dapat pula dilakukan atas
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas.
c. Untuk dapat melaksanakan PSK dengan menerapkan audit program lebih sederhana
terhadap Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, maka Ka KPP harus memberitahukan PSK dimaksud kepada Ka
Kanwil DJP atasannya, dengan menggunakan formulir pada Lampiran 7. Adapun Audit
program lebih sederhana untuk PSK tercantum pada Lampiran 8.
2.7 Pemeriksaan Sederhana Lapangan atas Penghapusan atau Pencabutan NPWP/NPPKP karena
perubahan tempat terdaftar dari suatu KPP ke KPP lainnya.
a. PSL atas penghapusan atau pencabutan NPWP/NPPKP karena perubahan tempat
terdaftar dapat dilaksanakan oleh KPP lama dalam hal:
1) Menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi semua kewajiban
perpajakannya selama terdaftar sebagai Wajib Pajak di KPP lama sampai
dengan tahun pajak atau masa pajak terakhir sebelum tahun atau masa
pajak berpindahnya tempat terdaftar Wajib Pajak;
2) Wajib Pajak yang berpindah tempat terdaftarnya baik sebagai akibat dari
berubahnya status Wajib Pajak (misalnya Wajib Pajak Penanaman Modal
Asing menjadi Wajib Pajak Masuk Bursa) maupun karena berpindahnya
alamat Wajib Pajak;
3) Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha
atau melakukan pekerjaan bebas, untuk tahun atau tahun-tahun pajak yang
belum diperiksa. Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan
usaha atau Pekerjaan bebas, tidak perlu dilakukan pemeriksaan.
4) Wajib Pajak BUT atau Wajib Pajak Luar Negeri yang terdapat tanda-tanda
akan bubar atau meninggalkan Indonesia untuk seterusnya.
b. PSL dilakukan berdasarkan LP2 melalui Daftar Nominatif yang isinya bersumber pada:
1) Surat Pemberitahuan Pindah yang disampaikan oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan ke KPP lama; atau
2) Tembusan Surat Pemberitahuan Pindah atau data lainnya dalam hal Surat
Pemberitahuan Pindah tersebut disampaikan langsung oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan ke KPP baru.
c. Hasil PSL oleh KPP lama dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) dan
Nota Penghitungan Pajak (NPP) dan ditindaklanjuti dengan mengirimkan LPP dan NPP
tersebut ke KPP baru untuk ditindaklanjuti dengan penerbitan surat ketetapan pajak,
dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal pembahasan akhir, dalam hal Surat
Pemberitahuan Telah Terdaftar di KPP baru telah diterima dari KPP baru sebelum LPP
dan NPP selesai dibuat, dan pengiriman LPP dan NPP ke KPP baru tersebut dilakukan
dengan menggunakan Surat Pengantar sesuai dengan contoh pada Lampiran 9.
2.8 Lainnya
a. Dalam hal pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang
menyatakan lebih bayar ditemukan adanya indikasi transfer pricing yang belum dapat
diungkap dalam jangka waktu penyelesaian SPT Lebih Bayar (12 bulan) maka surat
ketetapan pajak harus diterbitkan dan pemeriksaan atas Wajib Pajak dimaksud dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Dirjen Pajak.
b. Khusus untuk Kanwil XV DJP Maluku dan Irian Jaya, apabila domisili ataupun lokasi
Wajib Pajak jauh dari jangkauan KPP maupun Karikpa, untuk peningkatan efisiensi
pemeriksaan Ka Kanwil dapat menentukan kebijakan melakukan pemeriksaan oleh
Kantor Penyuluhan Pajak terdekat.
c. Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) dari Pemeriksaan Rutin atas kerjasama operasi
(KSO) dan konsorsium agar disampaikan juga kepada semua Kepala KPP tempat
para anggota kerjasama operasi terdaftar sebagai Wajib Pajak (KPP Domisili).
d. Untuk tujuan penerbitan LP2, Pemeriksaan Rutin diberi kode dengan nomor
sebagaimana tercantum pada Lampiran 10.
IlI. Pemeriksaan Kriteria Seleksi
a. Pemeriksaan Kriteria Seleksi dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang
Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem Kriteria Seleksi.
b. Wajib Pajak yang terpilih untuk diperiksa melalui sistem Kriteria Seleksi disusun dalam daftar
persediaan Wajib Pajak Kriteria Seleksi. Daftar tersebut dibuat oleh tim alokasi Pemeriksaan
Kriteria Seleksi di Direktorat P4 dan dikirimkan kepada Ka Kanwil DJP untuk ditentukan
UP3-nya. Penentuan UP3 dilakukan dengan memperhatikan volume pekerjaan pada masing-
masing unit. Setelah alokasi UP3 dilakukan, daftar tersebut dikembalikan ke Direktur P4 untuk
diproses penerbitan LP2-nya. Berdasarkan daftar tersebut Ka Kanwil DJP dapat memberikan
penugasan pemeriksaan kepada UP3 yang ditunjuk.
c. Pemeriksaan dapat dilaksanakan terlebih dahulu sambil menunggu diterbitkannya LP2 oleh
Direktorat P4. LP2 akan langsung dikirimkan ke UP3 yang telah ditentukan.
d. Untuk tujuan penerbitan LP2, Pemeriksaan Kriteria Seleksi diberi kode dengan nomor
sebagaimana tercantum pada Lampiran 10.
IV. Pemeriksaan Khusus
4.1 Kriteria Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan Khusus dapat dilaksanakan terhadap:
a. Wajib Pajak yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
b. Wajib Pajak tertentu berdasarkan pengaduan masyarakat, termasuk melalui Kotak
Pos 5000;
c. Wajib Pajak tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
4.2 Tata Cara Pemeriksaan Khusus
a. Usul Permintaan Pemeriksaan Khusus
1) Kepala KPP atau Karikpa dapat mengajukan usul untuk melakukan
Pemeriksaan Khusus yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada
butir 4.1 huruf a, dan b kepada Ka Kanwil DJP atasannya.
2) Berdasarkan usul KPP atau Karikpa, atau usul dari Ka Kanwil DJP sendiri, Ka
Kanwil DJP mengajukan usul melakukan Pemeriksaan Khusus kepada
Direktur P4.
3) Setiap pengajuan usul melakukan Pemeriksaan Khusus harus disertai dengan
alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukungnya (seperti surat
pengaduan masyarakat) dengan menggunakan formulir seperti pada
Lampiran 11
4) Ka Kanwil DJP dapat pula mengajukan usul kepada Direktur P4 agar terhadap
Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangan Ka Kanwil DJP yang
bersangkutan dilakukan Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan formulir
seperti pada Lampiran 12
b. Persetujuan dan Instruksi Pemeriksaan Khusus
1) Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus diberikan oleh Direktur P4
kepada unit pengusul atau UP3 lain dengan mempertimbangkan bobot
masalah penyebab diajukannya usul Pemeriksaan Khusus tersebut.
2) Pemeriksaan Khusus dapat juga dilakukan berdasarkan instruksi dari Direktur
P4 apabila :
a. Wajib Pajak diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
b. terdapat pengaduan masyarakat kepada Direktur Jenderal Pajak;
c. berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
3) Direktur P4 dapat pula memberikan instruksi Pemeriksaan Khusus kepada Ka
KPP, Karikpa atau Kanwil DJP terkait sehubungan dengan usul Ka Kanwil DJP
lain agar melakukan Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak yang
berdomisili di luar wilayah kewenangan Kanwil DJP yang bersangkutan.
4) Instruksi Pemeriksaan Khusus harus memuat antara lain saat pemeriksaan
harus diselesaikan atau perlu tidaknya hasil pemeriksaan dibahas (review)
terlebih dahulu oleh pemberi instruksi. Instruksi Pemeriksaan Khusus
diberikan dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 13.
4.3 Ruang Lingkup Pemeriksaan dan Tahun Pajak
a. Pada prinsipnya Pemeriksaan Khusus harus meliputi seluruh jenis pajak (all taxes)
sehingga pemeriksaan harus dilaksanakan melalui PSL atau PL.
b. Pada umumnya tahun pajak yang diperiksa dibatasi hanya I (satu) tahun pajak.
Namun Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan pengaduan masyarakat melalui
Kotak Pos 5000 yang informasinya secara kuantitatif meliputi lebih dari 1 (satu) tahun
pajak, dapat dilakukan terhadap seluruh tahun-tahun pajak tersebut.
c. UP3 dapat melakukan perluasan tahun pajak yang diperiksa dengan tahun-tahun
pajak sebelum dan atau sesudah tahun pajak yang sedang diperiksa, dalam hal:
1) terdapat dugaan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan;
2) hasil pemeriksaan untuk tahun pajak yang diperluas diperkirakan dapat
menambah jumlah pajak terutang secara signifikan; atau
3) sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak.
d. Perluasan tahun pajak yang diperiksa dapat pula dilakukan atas tahun-tahun pajak
sebelumnya yang SPT Tahunan PPh-nya menyatakan rugi yang belum dilakukan
pemeriksaan. Ka UP3 memberitahukan kepada Direktur P4 tentang adanya SPT
Tahunan PPh yang menyatakan rugi dengan menggunakan formulir Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Khusus atas SPT Tahunan PPh-Rugi seperti pada
Lampiran 14,
4.4 Ketentuan Pemeriksaan Khusus Lainnya
a. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir
1) Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pembahasan akhir
(closing conference) baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan tersebut
dibahas (review) dan disetujui oleh Direktur P4, dalam hal:
a) Pemeriksaan Khusus yang instruksinya diberikan sehubungan dengan
dugaan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan; atau
b) Pemeriksaan Khusus yang instruksinya diberikan berdasarkan
adanya pengaduan masyarakat melalui Kotak Pos 5000; atau
c) Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Direktur P4 karena
alasan simpul data untuk Wajib Pajak tertentu.
2) Untuk tujuan pembahasan, konsep LPP yang dikirimkan kepada Direktur P4
tidak perlu diberi nomor dan tanggal laporan. Namun dalam Surat Pengantar
harus dinyatakan secara jelas bahwa LPP dikirim untuk dibahas (review) oleh
Direktur P4.
3) Dalam hal UP3 Wajib Pajak Domisili meminta Pemeriksaan Wajib Pajak
Lokasi sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus, maka
Permintaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus mencantumkan tanggal
saat konsep LPP atas Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak Domisili
akan dikirim untuk dibahas (review) dan disetujui oleh Direktur P4.
4) Konsep LPP atas Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sehubungan dengan
pelaksanaan Pemeriksaan Khusus harus dikirimkan terlebih dahulu ke UP3
Wajib Pajak Domisili untuk dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan tindak lanjut.
5) UP3 Wajib Pajak Domisili harus memberitahu UP3 Wajib Pajak Lokasi tentang
tindak lanjut yang diambil dalam menyelesaikan Pemeriksaan Khusus dengan
menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan
Khusus seperti pada Lampiran 15.
6) Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Khusus adalah berupa penerbitan surat
ketetapan pajak (bukan berupa tindakan penyidikan), maka UP3 Wajib Pajak
Lokasi menyelesaikan LPP (mengadakan Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan (closing conference) berdasarkan konsep laporan yang telah
dikirimkan ke UP3 Wajib Pajak Domisili, kemudian membuat NPP untuk
diterbitkan surat ketetapan pajak. LPP dikirimkan pula ke UP3 Wajib Pajak
Domisili.
7) Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Khusus adalah berupa tindakan
penyidikan, maka UP3 Wajib Pajak Lokasi menyelesaikan LPP berupa laporan
sumier, dan kemudian mengirimkannya ke UP3 Wajib Pajak Domisili disertai
dengan kertas kerja pemeriksaan (KKP).
b. Ketentuan Lainnya.
1) LPP harus memuat penjelasan mengenai terbukti atau tidaknya alasan yang
menjadi dasar diterbitkannya persetujuan atau instruksi Pemeriksaan Khusus
sehubungan dengan adanya pengaduan masyarakat.
2) Untuk memantau apakah alasan pemeriksaan atau perluasan pemeriksaan
dapat dipenuhi, maka hasil Pemeriksaan Khusus harus dilaporkan kepada
Direktur P4 dan Ka Kanwil DJP atasannya dengan cara membuat Laporan
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan formulir seperti
pada Lampiran 16.
3) Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada
angka 2) di atas merupakan bahan pertimbangan bagi Direktur P4 dan atau
Ka Kanwil DJP atasannya dalam melakukan pembinaan terhadap Ka UP3 dan
para Pemeriksa Pajak yang bersangkutan.
4) Laporan lkhtisar Hasil Pemeriksaan Khusus dapat dipergunakan juga sebagai
bahan pertimbangan dalam memberikan persetujuan atau instruksi
Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak lainnya untuk Unit Pelaksana
Pemeriksaan Khusus yang bersangkutan.
5) Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan adanya perluasan tahun pajak yang
diperiksa, baru dapat dilaksanakan setelah Direktur P4 menerbitkan LP2
berdasarkan persetujuan, instruksi atau pemberitahuan tentang adanya
perluasan Pemeriksaan Khusus. Untuk keperluan administrasi pemeriksaan,
kriteria Pemeriksaan Khusus tahun perluasan dianggap sama dengan kriteria
Pemeriksaan Khusus tahun yang diperluas, misalnya : Pemeriksaan Khusus
tahun pajak 2000 dilaksanakan berdasarkan pengaduan masyarakat.
Pemeriksaan Khusus diperluas dengan tahun pajak 1998 dan 1999, karena
masing-masing SPT Tahunan PPh Wajib Pajak menyatakan rugi dan terdapat
indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Kriteria Pemeriksaan Khusus untuk tahun pajak 1998 dan 1999 dianggap
sama dengan kriteria Pemeriksaan Khusus untuk tahun pajak 2000, yaitu
pengaduan masyarakat (bukan dengan kriteria rugi atau tindak pidana di
bidang perpajakan).
V. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi
a. Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi dapat dilaksanakan sehubungan dengan:
1) SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN menyatakan Lebih Bayar
sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 2) dan angka 9) (termasuk
dalam Pemeriksaan Rutin);
2) SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN tidak disampaikan masing-masing
selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun
pajak sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 8) (termasuk dalam
Pemeriksaan Rutin);
3) Permintaan dari UP3 Wajib Pajak Domisili dan atau usulan dari UP3 Wajib Pajak
Lokasi. Usulan dari UP3 Wajib Pajak Lokasi hanya dapat dilakukan untuk Pemeriksaan
Tahun Berjalan.
b. UP3 Wajib Pajak Domisili harus meminta UP3 Wajib Pajak Lokasi untuk melakukan
Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, kecuali terhadap Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan
dan Asuransi, serta Wajib Pajak yang telah memperoleh izin pemusatan tempat terutang PPN.
Dalam hal-hal tertentu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Domisili-nya berbeda dengan
lokasi usahanya harus dilakukan pemeriksaan terintegrasi di bawah koordinasi Direktur P4
dengan mempertimbangkan usul dari UP3 Wajib Pajak Domisili.
c. Dalam hal SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN Wajib Pajak Lokasi menyatakan
lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) di atas disampaikan oleh Wajib
Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi, UP3 Wajib Pajak Lokasi harus melakukan
pemeriksaan sepanjang UP3 Wajib Pajak Domisili belum melakukan pemeriksaan.
d. UP3 Wajib Pajak Lokasi harus melaporkan hasil pemeriksaannya ke UP3 Wajib Pajak Domisili.
Berdasarkan pemeriksaan lokasi tersebut, Ka Kanwil harus mengusulkan kepada Direktur P4
untuk dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak Domisili sesuai dengan contoh formulir pada
Lampiran 17.
e. Ka UP3 Wajib Pajak Domisili di lingkungan Kanwil VI DJP Jaya Khusus dapat meminta
dilakukan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi atas cabang/kegiatan usaha/pabrik Wajib Pajak
Domisili termasuk Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi serta Wajib Pajak
lainnya yang sudah mendapat izin untuk melakukan pemusatan pembayaran misalnya PPN
dan terhadap Wajib Pajak lainnya walaupun data Wajib Pajak Lokasi dapat diperoleh secara
lengkap oleh UP3 Wajib Pajak Domisili.
f. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi untuk Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi harus
dilakukan oleh UP3 Wajib Pajak Domisili, kecuali atas pertimbangan Ka Kanwil DJP yang
membawahi UP3 tersebut atau Direktur P4, pemeriksaan atas Wajib Pajak Lokasi dimaksud
harus dilakukan oleh UP3 Wajib Pajak Lokasi yang terkait.
g. Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari
setelah Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak Domisili,
dengan menggunakan Surat Permintaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sesuai dengan
contoh formulir pada Lampiran 18.
h. Dalam hal Surat Permintaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi diterbitkan melebihi jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada huruf g di atas, UP3 Wajib Pajak Domisili harus
menjelaskan secara tertulis alasan keterlambatan tersebut kepada UP3 Wajib Pajak Lokasi
dengan tembusan kepada Ka Kanwil DJP terkait.
i. Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus diajukan oleh UP3 Wajib Pajak Domisili,
yaitu KPP, Karikpa, Kanwil DJP atau KP DJP:
1) Permintaan pemeriksaan oleh KPP diatur sebagai berikut:
a) Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di dalam wilayah Kanwil DJP yang sama,
permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung ditujukan kepada
KPP terkait dengan tembusan Kanwil DJP atasannya;
b) Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang berbeda,
permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung ditujukan kepada
KPP lokasi dengan tembusan kepada Kanwil DJP atasannya dan Kanwil DJP
lainnya yang terkait.
2) Permintaan pemeriksaan oleh Karikpa diatur sebagai berikut:
a) Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di dalam wilayah Kanwil DJP yang sama,
permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung ditujukan kepada
Karikpa terkait dengan tembusan Kanwil DJP atasannya;
b) Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang berbeda,
permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung ditujukan kepada
Karikpa lokasi dengan tembusan kepada Ka Kanwil DJP atasannya dan Ka
Kanwil DJP lainnya yang terkait.
3) Permintaan pemeriksaan oleh Kanwil DIP diatur sebagai berikut:
a) Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di dalam wilayah Kanwil DJP yang sama,
pemeriksaan harus dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kanwil DJP yang
bersangkutan kecuali berdasarkan pertimbangan efisiensi harus dilakukan
permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi kepada Karikpa atau Unit
Pelaksana Pemeriksa terkait.
b) Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang berbeda, maka
permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat diajukan kepada Karikpa
terkait dengan tembusan kepada Kanwil DJP atasannya dan Direktur P4.
4) Permintaan pemeriksaan oleh KP DJP dapat langsung ditujukan kepada Karikpa
terkait dengan tembusan kepada Kanwil DJP atasannya.
j. Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi oleh KPP Domisili kepada KPP Lokasi hanya dapat
dilakukan apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili oleh KPP Domisili dilakukan melalui PSL.
k. Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) Wajib Pajak Lokasi harus diterbitkan paling lama 3
(tiga) hari setelah tanggal diterimanya permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dan
pemeriksaannya harus dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal SP3
Wajib Pajak Lokasi.
l. Penyelesaian pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Domisili harus menunggu hasil pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak Lokasi. Dalam hal LPP Wajib Pajak Lokasi belum dapat diselesaikan,
maka pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dapat diselesaikan tanpa menunggu LPP Wajib Pajak
Lokasi setelah Kepala UP3 Wajib Pajak Domisili memberitahukan hal tersebut kepada Ka UP3
Wajib Pajak Lokasi.
m. Apabila di kemudian hari UP3 Wajib Pajak Domisili menerima LPP Wajib Pajak Lokasi yang
datanya belum tercakup dalam LPP Wajib Pajak Domisili, maka data baru tersebut harus
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
n. Tim Pemeriksa Wajib Pajak Domisili dapat meminjam semua buku, catatan dan dokumen
sehubungan dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak Lokasi. Dalam hal
dokumen yang diperlukan oleh UP3 Wajib Pajak Lokasi telah dipinjamkan/diserahkan kepada
UP3 Wajib Pajak Domisili, maka UP3 Wajib Pajak Lokasi agar melakukan peminjaman
dokumen yang diperlukan secara langsung kepada UP3 Wajib Pajak Domisili.
o. LPP atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dikirim langsung kepada UP3 Wajib Pajak Domisili
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 4.4 huruf a angka 3)
sampai dengan 7).
p. Tindak lanjut atas hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan
Asuransi diatur sebagai berikut:
1) LPP harus mencakup hasil pemeriksaan terhadap seluruh cabang;
2) Atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yang seluruhnya dilakukan oleh UP3 Wajib
Pajak Domisili, LPP sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikirim kepada masing-
masing UP3 Wajib Pajak Lokasi yang terkait dengan menggunakan Surat Pengantar;
3) NPP untuk seluruh jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak Bank, Lembaga
Pembiayaan dan Asuransi dibuat oleh:
- UP3 Wajib Pajak Domisili untuk seluruh jenis pajak terutang di KPP Wajib
Pajak Domisili;
- UP3 Wajib Pajak Lokasi untuk seluruh jenis pajak terutang di KPP Wajib Pajak
Lokasi.
q. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan oleh Ka Kanwil
DJP dan dituangkan dalam Lembar Pengawasan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dengan
menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 19.
r. Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan diketahui terdapat UP3 Wajib Pajak Lokasi yang
belum menyelesaikan pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditentukan, maka Ka Kanwil DJP harus memberikan peringatan dan
pembinaan kepada UP3 Wajib Pajak Lokasi.
VI. Pemeriksaan Tahun Berjalan
a. Pemeriksaan Tahun Berjalan terhadap Wajib Pajak Domisili dilakukan meliputi seluruh jenis
pajak (all taxes) dan tidak perlu dikaitkan dengan pemeriksaan tahun sebelumnya.
b. Pemeriksaan Tahun Berjalan dapat dilaksanakan terhadap Wajib Pajak Lokasi berdasarkan
pertimbangan Ka Kanwil DJP khususnya para pemotong atau pemungut pajak (Withholding)
termasuk PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN serta PPnBM.
c. Pemeriksaan Tahun Berjalan dapat pula dilakukan berdasarkan instruksi Direktur P4
sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.
d. Pemeriksaan Tahun Berjalan Wajib Pajak dalam rangka ekstensifikasi diperlakukan seperti
pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.
e. Pelaksanaan Pemeriksaan Tahun Berjalan hanya dapat dilakukan atas masa pajak sampai
dengan bulan Oktober tahun yang bersangkutan.
f. Kegiatan Pemeriksaan Tahun Berjalan ini dilaporkan setiap bulan ke Kanwil DJP untuk dibuat
Laporan Rekapitulasi Bulanan dan dikirimkan ke Direktorat P4 sesuai formulir pada Lampiran
20.
VII. Pemeriksaan Bukti Permulaan
a. Laporan Pengamatan dan atau LPP yang mengindikasikan bahwa Wajib Pajak melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan harus ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti
Permulaan.
b. Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan diberikan oleh Direktur P4 atau
Ka Kanwil DJP.
c. SP3 ditandatangani oleh Ka UP3 PL.
d. Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa yang berasal dari Direktorat
P4 atau Kanwil DJP atau Karikpa terkait, dan sekurang-kurangnya satu orang anggota Tim
Pemeriksa adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
e. Dalam hal pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar
terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan sehingga pemeriksaan ditingkatkan
dengan tindakan penyidikan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan
Akan Dilakukan Tindakan Penyidikan sebelum berakhirnya jangka waktu pengembalian
kelebihan pembayaran pajak.
VII. Lain-lain
a. Mengingat volume pekerjaan pada masing-masing UP3, Ka Kanwil DJP dapat mengalihkan
pelaksanaan pemeriksaan pajak dari UP3 Pemeriksaan Sederhana ke UP3 PL atau sebaliknya,
dan dari Karikpa ke Kanwil DJP atasannya atau sebaliknya. Dalam hal terdapat pengalihan
pemeriksaan pajak, Ka Kanwil DJP yang bersangkutan memberitahukan kepada Direktur P4,
berikut alasannya dengan menggunakan formulir sesuai dengan contoh pada Lampiran 21.
b. Hasil temuan PSK yang dituangkan dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)
harus diterima oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
sebelum jangka waktu pemeriksaan berakhir. Sanggahan dan pembahasan akhir harus sudah
dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari sejak diterimanya SPHP.
c. Hasil temuan PSL dan PL yang dituangkan dalam SPHP harus diterima oleh Wajib Pajak dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum jangka waktu pemeriksaan
berakhir. Sanggahan dan pembahasan akhir harus sudah dilakukan selambat-lambatnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya SPHP.
d. Ka Kanwil DJP harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemeriksaan oleh UP3 PL
atau UP3 Pemeriksaan Sederhana, baik mengenai kualitas pemeriksaan, jangka waktu
pemeriksaan maupun standar prestasi pemeriksa per tahun.
e. Berkas/Data Wajib Pajak yang dipinjam dari KPP oleh UP3 harus meliputi 3 (tiga) tahun
terakhir (termasuk tahun pajak yang sedang diperiksa) dan jangka waktu pengiriman berkas
paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya Surat Peminjaman Berkas/Data Wajib
Pajak.
f. Dalam rangka membantu upaya penertiban pemberian Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU)
sesuai dengan lapangan usaha yang sebenarnya, dalam setiap melakukan pemeriksaan baik
yang dilakukan melalui PL maupun PSL Pemeriksa Pajak harus melakukan penelitian atas
kebenaran pemberian KLU yang tercantum pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak dan hasil
penelitian terhadap kebenaran KLU tersebut merupakan bagian dari LPP. Dalam hal terjadi
ketidaksesuaian KLU, sebelum LPP dibuat, Pemeriksa Pajak harus mengirimkan hasil penelitian
KLU kepada Kepala KPP yang bersangkutan c.q. Kepala Seksi TUP dengan menggunakan
formulir Laporan Penelitian KLU sebagaimana contoh pada Lampiran 22.
g. Dalam rangka membantu pencairan tunggakan PBB, maka Pemeriksa Pajak setiap melakukan
pemeriksaan baik yang dilakukan melalui PL maupun PSL, di samping melakukan pemeriksaan
PBB tahun pajak yang diperiksa, juga harus melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk 5 tahun terakhir (termasuk tahun pajak yang sedang
diperiksa) sebelum tahun dilaksanakannya pemeriksaan yang bersangkutan dengan tujuan
untuk mengetahui apakah utang PBB sudah dilunasi atau belum.
h. Untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, pembuatan dan pengiriman LPP dan NPP,
diatur sebagai berikut:
1) Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PL, Pemeriksa harus membuat LPP dan NPP
dan menyampaikannya bersama-sama dengan berkas/data Wajib Pajak yang
bersangkutan kepada KPP terkait dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari
setelah Pembahasan Akhir.
2) Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PSL dan PSK, Pemeriksa harus membuat
LPP dan NPP dan menyampaikannya kepada seksi TUP dalam batas waktu paling
lambat 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir.
3) Tanggal LPP dibuat sama dengan tanggal NPP.
i. Untuk membantu pelaksanaan penagihan aktif, setiap pembuatan LPP harus melampirkan
Daftar Harta Kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak sebagaimana telah ditegaskan dalam
Surat Edaran Nomor : SE-02/PJ.75/2000 tanggal 14 Maret 2000.
j. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan/banding atas surat ketetapan pajak yang
timbul akibat pemeriksaan, KPP terkait harus mengirimkan tindasan uraian keputusan
keberatan/putusan banding kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan sebagai bahan analisis dan
evaluasi hasil pemeriksaan yang telah dilakukan serta peningkatan kualitas pemeriksaan yang
akan dilaksanakan. Analisis dan evaluasi tersebut harus dilaporkan secara triwulanan ke
Kanwil DJP atasannya sebagai bahan pembinaan.
Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat-surat Edaran yang telah diterbitkan sebelumnya
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran ini.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMO