DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
25 Maret 2008
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 18/PJ./2008
TENTANG
PETUNJUK PENGENAAN PBB
SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI (PBB MIGAS)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998
jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep - 16/PJ.6/1998 tanggal 30 Desember 1998, Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.04/1997 tanggal 28 Agustus 1997 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor Kep - 19/PJ.6/1997 tanggal 28 Oktober 1997, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.03/2007
tanggal 11 Oktober 2007, serta adanya perubahan ketentuan di bidang Migas dan struktur organisasi
PT Pertamina (persero) dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS), dengan ini disampaikan
petunjuk pengenaan PBB Migas dengan penjelasan sebagai berikut :
I. Pengertian Umum
PBB Migas merupakan bagian dari pelaksanaan pengenaan PBB sektor pertambangan disamping sektor
lainnya yaitu pedesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan, dan pertambangan non migas. Dalam
pelaksanaan pengenaan PBB Migas, yang dimaksud dengan :
1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit,
dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau
endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak
berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas
Bumi.
3. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan
usaha Eksplorasi dan Eksploitasi.
4. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi
untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah
Kerja yang ditentukan.
5. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas
Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian
sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan
dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
6. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan landas
kontinen Indonesia.
7. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk
pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi.
8. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam
kegiatan Ekplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
9. Areal Produktif adalah areal di dalam Wilayah Kerja baik di daratan maupun di perairan yang
telah dieksploitasi/menghasilkan minyak bumi dan atau gas bumi (tahap eksploitasi/produksi)
10. Areal Belum Produktif adalah areal di dalam Wilayah Kerja baik di daratan maupun di perairan
yang meliputi :
a. Areal Penyelidikan Umum adalah areal yang sedang atau akan dilakukan penyelidikan
secara geologi umum, untuk membuat peta geologi dan mengetahui tanda-tanda
adanya bahan galian minyak bumi dan atau gas bumi.
b. Areal Ekplorasi adalah areal yang sudah dilakukan penyelidikan umum dan perlu
diteliti lebih seksama untuk menetapkan secara rinci adanya bahan galian minyak
bumi dan atas gas bumi.
c. Areal Non Producing Open adalah areal yang sudah selesai dieksplorasi dan sewaktu-
waktu siap untuk ditambang/eksploitasi.
d. Areal Non Producing Plug and Abandon adalah yang sudah selesai dieksploitasi dan
untuk sementara ditutup/ditinggalkan.
11. Areal Tidak Produktif adalah areal di dalam Wilayah Kerja baik di daratan maupun di perairan
yang sama sekali tidak mempunyai potensi untuk menghasilkan minyak bumi dan atau gas
bumi.
12. Areal Emplasemen adalah areal di dalam maupun di luar Wilayah Kerja yang di atasnya
terdapat bangunan dan atau pekarangan.
13. Areal Pengamanan adalah areal di dalam maupun di luar Wilayah Kerja yang digunakan
sebagai pengamanan bangunan (misalnya jalur pipa) dan/atau keselamatan lingkungan.
14. Areal Lainnya adalah areal yang berada di dalam maupun di luar Wilayah Kerja yang tidak
termasuk Areal Produktif, Areal Belum Produktif, Areal Tidak Produktif, Areal Emplasemen,
dan Areal Pengamanan.
15. Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/
atau perairan.
16. Hasil Produksi adalah produksi minyak dan atau gas bumi yang dijual dalam satu tahun yang
dinyatakan dalam ukuran barrel untuk minyak dan mscf untuk gas bumi.
17. Penjualan Hasil Produksi adalah perkalian Hasil Produksi dengan harga minyak dan atau gas
bumi dalam mata uang rupiah.
II. Objek Pajak, Subjek Pajak, dan Wajib Pajak.
1. Objek PBB Migas terdiri atas permukaan bumi dan tubuh bumi.
a. Objek pajak di permukaan bumi meliputi areal di daratan dan di perairan pedalaman
(onshore) dan areal di perairan lepas pantai (offhore).
1) Objek pajak areal onshore terdiri atas Areal Produktif, Areal Belum Produktif,
Areal Tidak Produktif, Areal Emplasemen, Areal Pengamanan, dan Areal
Lainnya serta Objek Bangunan.
2) Objek pajak areal offshore terdiri atas Areal Produktif, areal Belum Produktif,
Areal Tidak Produktif, dan Objek Bangunan.
b. Objek pajak tubuh bumi direpresentasikan dengan kapitalisasi Hasil Produksi.
2. Subjek Pajak PBB Migas adalah seluruh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan sesuai luas Wilayah Kerja
yang dikuasainya.
3. Subjek Pajak sebagaimana butir 2 yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib
Pajak PBB MIgas.
III. Pendaftaran, Penilaian, dan Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
1. Pendaftaran Objek Pajak
a. Subjek Pajak (KKKS) mendaftarkan Objek Pajaknya dengan mengisi Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dengan jelas, benar, lengkap, dan ditandatangani
untuk disampaikan kepada BPMIGAS SPOP dari seluruh KKKS yang terkumpul
diteruskan BPMIGAS kepada Ditjen Pajak c.q. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian.
b. SPOP terdiri dari SPOP Induk dan 4 (empat) jenis Lampiran SPOP yaitu :
1) Lampiran SPOP Areal Daratan (SPOP Onshore), yang menampung data luas
tanah, perairan pedalaman dan bangunan di dalam Wilayah Kerja di daratan
perkabupaten/kota
2) Lampiran SPOP Areal Daratan di luar Wilayah Kerja (SPOP Onshore Non WK),
yang menampung data luas tanah dan bangunan di luar Wilayah Kerja
di daratan per kabupaten/kota.
3) Lampiran SPOP Areal Perairan Lepas Pantai (SPOP Offshore), yang
menampung data luas perairan laut dan bangunan di dalam Wilayah Kerja
di perairan lepas pantai.
4) Lampiran SPOP Hasil Produksi, yang menampung data Hasil Produksi selama
setahun sebelum tahun pajak berjalan.
Bentuk formulir dan petunjuk pengisian SPOP dimaksud adalah sebagaimana
lampiran 1.
c. SPOP Induk dan Lampiran SPOP yang diterima dari BPMIGAS, oleh Ditjen Pajak
disampaikan kepada KPPBB/KPP Pratama sebagai berikut :
1) Lampiran SPOP Onshore dan Lampiran SPOP Onshore Non WK, disampaikan
kepada KPPBB/KPP Pratama tempat objek pajak berada.
2) Lampiran SPOP Offshore dan Lampiran SPOP Hasil Produksi ditatausahakan
berdasarkan angka perbandingan tertimbang yang ditetapkan terlebih dahulu
setiap tahun oleh Dirjen Pajak dengan memperhatikan potensi sumber daya
Migas masing-masing kabupaten /kota serta azas pemerataan dan
keseimbangan, yang dituangkan dalam Keputusan Dirjen Pajak tentang rincian
angka perbandingan tertimbang penatausahaan data objek PBB Migas per
kabupaten/kota. Petikan angka perbandingan tertimbang dan rincian
pembagian datanya selanjutnya disampaikan kepada masing-masing KPPBB/
KPP Pratama.
2. Penilaian Objek Pajak
Penilaian objek PBB Migas dalam rangka penentuan besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
untuk masing-masing peruntukkan objek pajak adalah sebagai berikut :
a. NJOP Onshore dan NJOP Onshore Non WK ditentukan melalui perbandingan harga tanah
sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya dan/atau sebagaimana tatacara penilaian
tanah untuk sektor lainnya.
b. NJOP Offshore ditentukan melalui perbandingan harga perairan/daratan sekitarnya
dengan penyesuaian seperlunya.
c. NJOP Bangunan ditentukan malalui nilai perolehan baru sebesar biaya pembangunan
baru yang disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) setiap jenis
bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik.
d. NJOP Tubuh Bumi ditentukan melalui nilai jual pengganti sebesar angka kapitalisasi
dikalikan Penjualan Hasil Produksi dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan.
e. Angka kapitalisasi dalam penentuan NJOP tubuh bumi ditetapkan setiap tahun oleh
Direktur Jenderal Pajak.
3. Penerbitan SPPT
a. Berdasarkan SPOP dan petikan angka perbandingan tertimbang serta rincian
pembagian data objek PBB Migas per kabupaten/kota yang diterima dari Ditjen Pajak,
KPPBB/KPP Pratama melakukan perhitungan PBB dan mengusulkannya kepada Ditjen
Pajak. c.q Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian.
b. Ditjen Pajak c.q. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian melakukan penelitian dan
memberikan persetujuan terhadap usulan perhitungan PBB sebagai dasar bagi KPPBB/
KPP Pratama untuk menerbitkan SPPT.
c. Setelah mendapatkan persetujuan dari Ditjen Pajak c.q. Direktorat Ekstensifikasi dan
penilaian, KPPBB/KPP Pratama menerbitkan SPPT per kabupaten/kota dalam rangkap
3 (tiga) Rangkap Pertama dan kedua dikirimkan kepada Direktorat Ekstensifikasi dan
penilaian, dan rangkap pertama setelah diteliti oleh Direktorat Ekstensifikasi dan
penilaian diteruskan kepada Ditjen Anggaran Rangkap Ketiga untuk arsip KPPBB/KPP
Pratama yang bersangkutan.
d. Bentuk formulir Daftar Perhitungan Ketetapan PBB sebagaimana dimaksud pada butir a
adalah sebagaimana lampiran 2.
IV. Ketentuan Lain-lain
Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini maka ketentuan butir I dan II Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
SE - 24/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999 hal Petunjuk Pengenaan PBB Sektor Penambangan Minyak dan
Gas Bumi dinyatakan tidak berlaku lagi.
Demikian disampaikan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Direktur Jenderal
ttd.
Darmin Nasution
NIP 130605098
tembusan :
Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Ditjen Pajak.