DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
4 Mei 1998
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 02/PJ.9/1998
TENTANG
PENGGUNAAN NOMOR IDENTITAS TUNGGAL WAJIB PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat Wajib Pajak dan penyederhanaan administrasi
perpajakan, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9
tahun 1994 dan Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN dan PPn BM sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, dipandang perlu mempergunakan satu Nomor
Identitas Wajib Pajak dengan pelaksanaan sebagai berikut :
1. Terhitung sejak tanggal 1 Juni 1998, NPWP ditetapkan sebagai identitas tunggal Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan di bidang PPh dan PPN/PPn BM. Untuk melaksanakan
ketentuan tersebut, kepada setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP), diberlakukan Nomor Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) baru yakni sama dengan NPWP dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
2. Terhadap PKP yang telah diberi NPPKP lama sebelum berlakunya Surat Edaran ini, diminta untuk
menggunakan NPPKP baru, dan kepadanya diberikan Surat Pemberitahuan Penggantian NPPKP oleh
Kantor Pelayanan Pajak (Lampiran 1).
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 tidak mengubah hak dan kewajiban serta
prosedur administrasi perpajakan yang berlaku bagi PKP, kecuali :
a. Bagi Wajib Pajak yang kantor pusat dan cabang/cabang-cabangnya terdaftar sebagai PKP
dalam satu KPP, harus digabung menjadi satu PKP yaitu PKP kantor pusat;
b. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu cabang yang terdaftar sebagai PKP dalam
satu KPP, harus digabung menjadi satu PKP Tempat Pajak Terutang yang ditunjuk
melaksanakan hak dan kewajiban PKP yaitu salah satu PKP cabang sesuai dengan pilihan
Wajib Pajak.
4. Prosedur penggabungan PKP sebagaimana dimaksud pada butir 3.a dan 3.b adalah sebagai berikut :
a. Kepala KPP menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai penggabungan
PKP dengan menggunakan bentuk formulir terlampir (Lampiran 2) dan telah diterima Wajib
Pajak paling lambat tanggal 8 Mei 1998;
b. Bagi Wajib Pajak tersebut pada butir 3.b harus menyampaikan jawaban mengenai salah satu
cabang yang dipilih sebagai PKP Tempat Pajak Terutang untuk seluruh cabang dimaksud dan
telah diterima KPP paling lambat tanggal 15 Mei 1998;
c. Kewajiban tersebut pada huruf b tetap berlaku walaupun Wajib Pajak tidak menerima
pemberitahuan tersebut pada huruf a;
d. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan jawaban dimaksud pada huruf b, Kepala KPP
menunjuk secara jabatan salah satu cabang sebagai PKP Tempat Pajak Terutang;
e. Kepala KPP, atas nama Direktur Jenderal Pajak, segera memproses penggabungan PKP
sesuai dengan ketentuan sentralisasi PPN tanpa melakukan Pemeriksaan Sederhana
Lapangan, dan mengirim surat sentralisasi PPN kepada PKP yang ditunjuk sebagai Tempat
Pajak Terutang dengan tembusan ke kantor pusat PKP dan ke cabang-cabang yang dilebur
status PKP nya paling lambat tanggal 20 Mei 1998;
f. Penunjukan PKP Tempat Pajak Terutang dan sekaligus peleburan PKP-PKP cabang lainnya
berlaku sejak tanggal 1 Juni 1998.
5. Hak dan kewajiban PKP cabang yang dilebur karena penggabungan tetap berlaku sampai dengan
Masa Pajak Mei 1998, dengan pelaksanaan sebagai berikut :
a. Dalam hal SPT Masa Mei 1998 menyatakan lebih bayar dikompensasi, maka kelebihan bayar
tersebut dikompensasi ke dalam SPT Masa Juni 1998 dari PKP Tempat Pajak Terutang yang
ditunjuk;
b. Dalam hal SPT Masa Mei 1998 dan sebelumnya menyatakan lebih bayar direstitusi, maka
permohonan restitusi tersebut tetap diproses sesuai ketentuan atas nama PKP cabang yang
dilebur;
c. Untuk transaksi-transaksi penyerahan kena pajak yang belum diterbitkan Faktur Pajaknya
sampai dengan tanggal 31 Mei 1998, penerbitan Faktur Pajak dan pelaporannya dilaksanakan
oleh PKP Tempat Pajak Terutang yang ditunjuk;
d. Sisa blanko Faktur Pajak yang belum dipergunakan sampai dengan tanggal 31 Mei 1998,
harus dimusnahkan dengan membuat Berita Acara seperti bentuk terlampir (Lampiran 3) yang
harus disampaikan ke KPP paling lambat tanggal 15 Juni 1998.
6. Hak dan Kewajiban PKP Tempat Pajak Terutang yang ditunjuk karena penggabungan, terhitung sejak
Masa Pajak Juni 1998 dilaksanakan sebagai berikut :
a. Penerbitan Faktur Pajak meliputi seluruh transaksi penyerahan kena pajak, baik oleh PKP
Tempat Pajak Terutang yang ditunjuk maupun oleh PKP cabang/cabang-cabang yang dilebur
status PKP nya, termasuk Faktur Pajak yang belum diterbitkan sebagaimana dimaksud pada
butir 5.c;
b. NPPKP dalam Faktur Pajak yang diterbitkan menggunakan nomor yang sama dengan NPWP;
c. Sisa blanko Faktur Pajak yang telah dicetak dengan NPPKP lama, dapat dipergunakan sampai
habis, tanpa mencoret/menghapus/mengganti NPPKP nya;
d. Dalam pelaporan SPT Masa Juni 1998 termasuk pula kompensasi lebih bayar sebagaimana
dimaksud pada butir 5.a.
7. Hak dan kewajiban PKP-PKP selain yang dimaksud pada butir 3.a dan 3.b., pelaksanaannya tidak
berubah, dengan catatan sebagai berikut :
a. NPPKP dalam Faktur Pajak yang diterbitkan menggunakan nomor yang sama dengan NPWP;
b. Sisa blanko Faktur Pajak yang telah dicetak dengan NPPKP lama, dapat dipergunakan
sampai habis, tanpa mencoret/menghapus/mengganti NPPKP nya.
8. Terhitung sejak tanggal 1 Juni 1998 pengukuhan PKP baru dilaksanakan dengan menggunakan Surat
Pengukuhan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4.
9. Ketentuan dalam Surat Edaran terdahulu tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat
Edaran ini.
Kepada para Kepala KPP diminta untuk segera menindaklanjuti dan menyebarluaskan Surat Edaran ini
kepada seluruh PKP terdaftar di wilayah masing-masing dan kepada para Kepala Kantor Wilayah DJP diminta
untuk mengawasi pelaksanaannya.
DIREKTUR JENDERAL
ttd
Drs. A. ANSHARI RITONGA