DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               10 Agustus 1994

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 05/PJ.31/1994

                        TENTANG

            PENEGASAN TENTANG PEMBAYARAN PPh PASAL 25 ATAS 
             TRANSAKSI PENGALIHAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1994 beserta tata cara dan petunjuk 
pelaksanaannya sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.04/1994 tanggal 22 Maret 1994 
dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1994 tanggal 10 Mei 1994, maka guna 
menyamakan persepsi dan keseragaman pelaksanaan di lapangan perlu diberikan penegasan sebagai berikut :

1.  Sesuai dengan penjelasan umum PP Nomor 3 TAHUN 1994, antara lain dijelaskan bahwa pembayaran 
    PPh Pasal 25 oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan berkaitan dengan adanya penghasilan yang 
    diterima atau diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, dengan 
    perkataan lain kewajiban PPh Pasal 25 ini berkaitan dengan adanya obyek PPh yang berasal dari 
    transaksi penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.

2.  Yang dimaksud dengan transaksi penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, adalah 
    semua transaksi tanah dan atau bangunan yang dapat dilakukan dengan cara :
    a.  jual beli, tukar menukar, ruilslag, inbreng, perikatan jual beli, pemberian kuasa mutlak untuk 
        menjual, jual beli atau pengalihan hak pengelolaan, atau dengan cara lain yang disepakati 
        oleh kedua belah pihak, yang dilakukan atau dibuat dihadapan Notaris baik selaku Notaris 
        biasa maupun selaku PPAT, Camat, dan Pejabat PPAT lainnya;
    b.  pengalihan hak karena lelang oleh Pejabat Lelang Negara berdasarkan risalah lelang;
    c.  pelepasan hak atau pengalihan hak karena adanya Keputusan Pengadilan yang sudah 
        memperoleh kekuatan hukum tetap;
    d.  jual beli, tukar menukar atau "ruilslag", pelepasan hak atau pengalihan hak kepada 
        Pemerintah berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang;
    e.  hibah, bantuan dan warisan.

3.  Berdasar uraian di atas bahwa penjualan atau pengalihan hak atas tanah, bangunan atau tanah dan 
    bangunan dihadapan Notaris walaupun tidak selaku PPAT, seperti akta perikatan jual beli, jual beli 
    bangunan di atas tanah negara (Kotamadya, pelabuhan) atau diatas tanah pihak ke tiga, pembebasan 
    tanah oleh Real Estate/Industrial Estate, jual beli atau pengalihan hak pengelolaan, atau cara lain yang 
    dapat dikategorikan penjualan tanah, bangunan atau tanah dan bangunan dihadapan Notaris wajib 
    membayar PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 3 TAHUN 1994.

4.  Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan terjadi karena tukar menukar atau "ruilslag", 
    maka kedua belah pihak masing-masing dikenakan PPh Pasal 25 sebesar 3% sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 3 TAHUN 1994, kecuali salah satu pihak yang melakukan tukar 
    menukar adalah pemerintah maka yang dikenakan hanya pihak bukan pemerintah saja.

5.  mengingat pembayaran PPh Pasal 25 atas transaksi penjualan atau pengalihan tanah dan atau 
    bangunan ini mulai berlaku sejak 1 Juni 1994, maka akta perikatan jual beli, akta jual beli atau 
    pengalihan hak atas tanah, bangunan atau tanah dan bangunan lainnya yang sudah terlanjur 
    ditandatangani oleh PPAT atau Notaris atau pejabat lain yang mengukuhkan yang belum dipenuhi 
    pembayaran PPh Pasal 25-nya sesuai Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 3 TAHUN 1994, supaya dilakukan 
    tindakan :
    a.  himbauan dan tegoran kepada Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran, dengan tindasan 
        kepada Notaris atau PPAT dan Kantor Badan Pertanahan Nasional setempat;
    b.  apabila belum dilunasi sekalipun telah ditegor, diterbitkan STP terhadap Wajib Pajak yang 
        bersangkutan.

6.  khusus penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan melalui lelang, diberikan 
    petunjuk sebagai berikut :
    a.  Kantor Lelang Negara Klas I dan Pejabat Lelang Klas II wajib melaksanakan ketentuan PP 
        Nomor 3 TAHUN 1994 beserta peraturan pelaksanaannya.

    b.  Dalam hal pengalihan hak karena penjualan lelang, apabila pihak yang hartanya dilelang tidak 
        bersedia membayar PPh Pasal 25, maka Kepala Kantor Lelang Negara atas nama Wajib Pajak 
        yaitu pihak yang hartanya dilelang wajib membayar PPh Pasal 25 dengan mencantumkan "qq" 
        nama Wajib Pajak yang bersangkutan disertai cap Kantor Lelang yang berkenaan pada kolom 
        Nama Wajib Pajak/Penyetor yang disediakan dalam blanko Surat Setoran Pajak (SSP).
        Pembayaran PPh Pasal 25 tersebut diambil dari hasil lelang yang dilaksanakan.

    c.  Dalam hal yang dilelang adalah tanah dan atau bangunan milik Pemerintah, Badan Pemerintah 
        non subyek pajak serta pihak lain yang termasuk bukan merupakan subyek pajak, maka 
        kewajiban pembayaran PPh Pasal 25 tidak ada dan tidak diperlukan adanya SKB PPh Pasal 
        25.

    d.  Harga penjualan pada risalah lelang dipakai sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25 
        walaupun harga lelang lebih rendah dari NJOP atas tanah dan atau bangunan tersebut.

    e.  Tata cara pembayaran, penyetoran dan kewajiban laporan sesuai dengan Surat Edaran Dirjen 
        Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1994 tanggal 10 Mei 1994, bagi Kantor Lelang Negara Klas I dan 
        Pejabat Kantor Lelang Negara Klas II mulai berlaku sejak tanggal 1 September 1994.

    f.  Dalam hal Kantor Lelang Negara Klas I dan Pejabat Kantor Lelang Negara Klas II telah 
        melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1994 sebelum tanggal 1 
        September 1994, maka PPh Pasal 25 yang telah disetor tidak perlu dikembalikan, tetapi dapat 
        diperhitungkan dalam SPT Tahunan PPh-nya.

7.  Dalam hal pelepasan atau pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan terjadi karena adanya 
    keputusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, Pengadilan Negeri, Pengadilan 
    Tinggi maupun Mahkamah Agung diharapkan dapat memerintahkan pihak yang haknya beralih untuk 
    membayar PPh Pasal 25.

8.  Dalam hal terjadi perikatan pengalihan atau pelepasa hak atas tanah dan atau bangunan yang 
    dilanjutkan dengan jual beli, apabila harga jual beli yang disepakati sama besarnya dengan harga 
    menurut akta perikatan pengalihan atau pelepasan hak atas tanah dan atau bangunan, maka pada 
    saat pembuatan akta jual beli, pihak penjual atau yang mengalihkan harta tidak perlu menyetor lagi 
    PPh Pasal 25, sepanjang PPh Pasal 25 sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 
    Tahun 1994 sudah disetor pada saat akta perikatan pengalihan atau pelepasan hak ditandatangani 
    Notaris. 

    Namun apabila pada saat pembuatan akta perikatan tersebut belum atau kurang dibayar PPh Pasal 25-
    nya, maka saat pembuatan akta jual beli kewajiban pembayaran PPh Pasal 25 harus dilunasi sesuai 
    dengan ketentuan.

9.  Pengalihan bangunan di atas tanah negara melalui Notaris, termasuk dalam pengertian pengalihan 
    sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 3 TAHUN 1994.

10. Dengan adanya penegasan ini maka kepada semua Notaris, Kepala Kantor Lelang Negara/BUPLN, 
    Pejabat yang berwenang memberikan Keputusan atas pengalihan hak atas tanah, bangunan atau 
    tanah dan bangunan, wajib melaksanakan ketentuan PP Nomor 3 TAHUN 1994 beserta peraturan 
    pelaksanaannya, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.04/1994 tanggal 22 Maret 1994 
    dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1994 tanggal 10 Mei 1994, mengenai 
    tata cara pembayaran, penyetoran, dan kewajiban laporannya.

11. Dapat ditambahkan bahwa penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan 
    termasuk pengalihan karena hibah atau warisan yang diterima oleh Wajib Pajak Perseorangan 
    yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000,- dibebaskan dari pembayaran PPh Pasal 25 
    dan tidak diperlukan adanya SKB, sepanjang :
    a.  jumlah tersebut bukan merupakan bagian penjualan yang dipecah-pecah;
    b.  bukan bagian dari penjualan lelang beberapa bidang tanah dan atau bangunan milik Wajib 
        Pajak yang sama, sehingga apabila jumlah keseluruhan Rp 60.000.000,- atau lebih tetap 
        diwajibkan melunasi PPh Pasal 25-nya.
    c.  pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan karena hibah atau warisan yang nilainya kurang 
        dari Rp 60.000.000,- tidak diperlukan adanya SKB, sedangkan yang nilainya Rp 60.000.000,- 
        atau lebih perlu dilakukan penelitian sesuai butir 3 huruf b dan c SE-04/PJ.33/1994 tanggal 
        10 Mei 1994.

12. Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP)
    Untuk mencegah terjadinya penggunaan 1 (satu) SSP digunakan dalam beberapa transaksi pengalihan 
    hak atas tanah dan atau bangunan serta untuk membedakannya dengan SSP untuk pembayaran PPh 
    Pasal 25 lainnya, perlu diberikan petunjuk pengisian sebagai berikut :
    a.  dibawah kolom "SSP (Surat Setoran Pajak)" pada blanko SSP bagian atas ditambahkan 
        tulisan "ex PP Nomor 3 TAHUN 1994";
    b.  Pada ruangan yang tersisa pada blanko SSP bagian bawah ditambahkan tulisan :
        "Lokasi tanah dan atau bangunan     :   ............."
        "Nama pembeli/pihak yang menerima 
        hak atas tanah dan atau bangunan    :   ............."

13. Selanjutnya Saudara diminta untuk :
    a.  melakukan koordinasi dengan Kanwil BPN, Biro Pemerintahan Umum, Pemda atau Camat, 
        Ikatan Notaris Indonesia dan KP PBB setempat;
    b.  melakukan penyuluhan kepada para PPAT terutama para Camat, para Notaris, para 
        Bendaharawan, dan Pejabat lainnya yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan 
        atau bangunan.

Demikian penjelasan ini disampaikan untuk diperhatikan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER