PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 05/M-DAG/PER/1/2007

                        TENTANG

                       KETENTUAN EKSPOR PREKURSOR

                   MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  bahwa penggunaan Prekursor selain bermanfaat di bidang farmasi dan non farmasi juga dapat 
    disalah gunakan sebagai bahan baku/penolong pembuatan Narkotika dan Psikotropika secara gelap;
b.  bahwa dalam rangka keikutsertaan Indonesia memberantas peredaran gelap Narkotika dan 
    Psikotropika Internasional, maka perlu untuk mengatur ekspor Prekursor;
c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan
    Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat :

1.  Bedrijfsreglementerings Ordonnantie Tahun 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) sebagaimana telah
    diubah dan ditambah;
2.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3.  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade
    Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
4.  Undang-Undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana 
    telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
5.  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Convention On Psychotropic Subtances
    1971 (Konvensi Psikotropika 1971), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 100,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3657);
6.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);
7.  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit
    Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Subtances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
    tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988), (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    3673);
8.  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698);
9.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet
    Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Presiden
    Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
    Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
    beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas 
    Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
    dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2006;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 917/MENSES/SK/VIII/1997 tentang Jenis Prekursor Psikotropika;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 890/MENSES/SK/VIII/1998 tentang Jenis Prekursor Natkotika;
14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan
    Umum Di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri 
    Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/1/2007;
15. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi
    dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri 
    Perdagangan Republik Indonesia Nomor 30/M-DAG/PER/12/2005;
16. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 103/PMK.04/2006 tentang Penggunaan 
    Pemberitahuan Pabean Single Administrative Document di Pulau Batam, Bintan dan Karimun;

                           MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN EKSPOR PREKURSOR.


                        Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1.  Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat digunakan sebagai
    bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri dan apabila disampingkan dapat
    digunakan dalam memproses pembuatan narkotika dan/atau psikotropika.
2.  Eksportir Terdaftar Prekursor, selanjutnya disebut ET-Prekursor, adalah perusahaan yang telah
    mendapat pengakuan dari Menteri Perdagangan dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar
    Negeri Departemen Perdagangan untuk melakukan ekspor Prekursor.
3.  Rekomendasi adalah surat yang diterbitkan oleh instansi/unit yang terkait yang memuat penjelasan
    secara teknis dan bukan merupakan izin/persetujuan ekspor.
4.  Pre-Export Notification selanjutnya disebut PEN adalah pemberitahuan persetujuan ekspor prekursor
    yang disampaikan kepada instansi/badan/lembaga yang berwenang di negara tujuan ekspor.
5.  Menteri adalah Menteri Perdagangan.
6.  Dirjen Daglu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan.
7.  Dirjen IAK adalah Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian.
8.  Kabareskrim POLRI adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia.
9.  Ketua BNN adalah Ketua Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
    Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002.
10. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi dari dan ditetapkan oleh Menteri
    Perdagangan untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis atas ekspor Prekursor.


                        Pasal 2

(1) Jenis Prekursor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka yang dapat diekspor adalah sebagaimana
    tercantum pada Lampiran I Peraturan Menteri ini.
(2) Jenis Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diekspor oleh perusahaan yang 
    telah mendapat pengakuan sebagai ET- Prekursor.


                        Pasal 3

(1) Pengakuan sebagai ET-Prekursor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan oleh Dirjen
    Daglu.
(2) Untuk dapat diakui sebagai ET-Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan yang
    bersangkutan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Dirjen Daglu dengan melampirkan 
    dokumen :
    a.  Izin Usaha Industri (IUI) dari Departemen Teknis berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
        yang berlaku;
    b.  Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
    c.  Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
    d.  Rekomendasi dari Dirjen IAK.
(3) Atas permohonan tertulis perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dirjen Daglu menerbitkan
    persetujuan atau penolakan permohonan pengakuan sebagai ET-Prekursor paling lambat dalam jangka
    waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
(4) Pengakuan sebagai ET-Prekursor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berlaku selama 3
    (tiga) tahun dan dapat diperpanjang.
(5) Bentuk pengakuan sebagai ET-Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana
    tercantum pada Lampiran II Peraturan Menteri ini.


                        Pasal 4

(1) Setiap pelaksanaan ekspor Prekursor, wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan ekspor Prekursor
    dari Dirjen Daglu, setelah mendapat pertimbangan rekomendasi dari Ketua BNN dan Kabareskrim
    POLRI.
(2) Untuk memperoleh persetujuan ekspor Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ET-Prekursor
    yang bersangkutan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Dirjen Daglu, yang dilengkapi
    dengan fotokopi surat persetujuan impor Prekursor dari instansi penerbit persetujuan impor di negara
    tujuan ekspor serta keterangan dari ET-Prekursor mengenai jumlah dan jenis, peruntukan Prekursor
    yang akan diekspor serta nama dan alamat perusahaan penerima (importir) di negara tujuan ekspor.
(3) Persetujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 180 (seratus delapan
    puluh) hari sejak tanggal persetujuan ekspor diterbitkan dan tidak dapat diperpanjang.


                        Pasal 5

(1) Untuk dapat merealisir persetujuan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, ET-Prekursor wajib
    memberitahukan setiap kali pengapalan kepada BNN yang mencakup pelabuhan muat, tanggal
    keberangkatan kapal serta pelabuhan dan negara tujuan ekspor.
(2) Atas pemberitahuan rencana pengapalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BNN wajib 
    menyampaikan PEN sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 4 kepada Instansi/Badan/Lembaga yang
    berwenang di negara tujuan ekspor.
(3) Atas penyampaian PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Instansi/Badan/Lembaga yang
    berwenang di negara tujuan ekspor menyampaikan konfirmasi paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak
    tanggal penyampaian PEN.
(4) Apabila dalam waktu 5 (lima) hari kerja Instansi/Badan/Lembaga yang berwenang di negara tujuan
    ekspor menyampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memberikan konfirmasi, maka
    negara tujuan ekspor dianggap dapat menerima pelaksanaan ekspor Prekursor.
(5) BNN wajib menyampaikan konfirmasi atas PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)  
    kepada ET-Prekursor dengan tembusan kepada Instansi terkait paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak
    konfirmasi PEN diterima atau setelah 5 (lima) hari kerja Instansi/Badan/Lembaga yang berwenang di
    negara tujuan ekspor tidak memberikan konfirmasi.
(6) ET-Prekursor dapat melaksanakan setiap pengapalan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    setelah BNN menyampaikan konfirmasi PEN sebagaiamana dimaksud pada ayat (5).
(7) Jika diperlukan, BNN dapat menerbitkan peraturan pelaksanaan tentang tata cara penerbitan PEN 
    dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini.


                        Pasal 6

Setiap pelaksanaan ekspor Prekursor oleh ET-Prekursor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib
terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis.


                        Pasal 7

(1) Verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan sebelum muat
    barang oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis, Surveyor sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    a.  Berpengalaman sebagai surveyor minimal 5 (lima) tahun; dan
    b.  Memiliki cabang atau jaringan pelayanan yang luas di wilayah Indonesia.
(3) Verifikasi atau penelusuran teknis oleh surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dan
    pemeriksaan terhadap data atau keterangan paling sedikit mengenai :
    a.  Negara tujuan ekspor;
    b.  Klasifikasi dan nomor HS;
    c.  Jenis dan spesifikasi teknis;
    d.  Komposisi kimia Prekursor; dan
    e.  Jumlah Prekursor yang akan diekspor; dan
(4) Hasil verifikasi atau penelusuran teknis yang telah dilakukan oleh Surveyor sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen
    pelengkap Pabean yang diwajibkan untuk pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau
    Pemberitahuan Pabean Single Administrative Document (PPSAD) untuk Kantor Pelayanan Bea dan
    Cukai yang sudah menerapkan.
(5) Atas pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis ekspor Prekursor yang dilakukannya, surveyor
    memungut imbalan jasa yang diberikannya dari ET-Prekursor yang besarannya ditentukan dengan
    memperhatikan azas manfaat.
(6) Biaya yang dikeluarkan atas pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis ekspor Prekursor yang
    dilakukan oleh Surveyor dibebankan kepada eksportir.


                        Pasal 8

(1) Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) wajib menyampaikan kepada Dirjen Daglu :
    a.  Laporan tertulis mengenai segala kegiatan yang berkaitan dengan verifikasi atau penelusuran
        teknis yang dilaksanakannya setiap bulan; dan
    b.  Tindasan asli (original copy) dari setiap Laporan Surveyor yang diterbitkannya dalam jangka
        waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal penerbitan Laporan Surveyor;
(2) Surveyor harus dapat memastikab bahwa barang yang diekspor sesuai dengan yang tercantum dalam
    Laporan Surveyor (LS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).


                        Pasal 9

(1) Perusahaan yang telah memperoleh pengakuan sebagai ET-Prekursor wajib menyampaikan laporan
    realisasi ekspor secara tertulis kepada Dirjen Daglu, dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan
    Pertambangan, Departemen Perdagangan dengan tembusan disampaikan kepada Ketua BNN, 
    Kabareskrim POLRI, Dirjen IAK, Departemen Perindustrian dan Kepala Badan POM setiap 3 (bulan)
    terhitung sejak tanggal diterbitkannya pengakuan sebagai ET-Prekursor.
(2) Laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam hal dilaksanakan
    atau tidak dilaksanakannya ekspor Prekursor.
(3) Bentuk laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum
    pada Lampiran III Peraturan Menteri ini.


                        Pasal 10

Untuk ekspor produk selain yang tercantum pada lampiran I Peraturan ini (kecuali obat-obatan) yang 
mengandung Prekursor dan diwajibkan oleh negara tujuan ekspor harus memiliki persetujuan ekspor, wajib
memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.


                        Pasal 11

(1) Pengakuan sebagai ET-Prekursor dibekukan apabila perusahaan dan/atau pengurus/direksi 
    perusahaan tidak melaporkan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (9) sebanyak 2
    (dua) kali dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) Pengakuan sebagai ET-Prekursor yang telah dibekukan dapat diaktifkan kembali apabila perusahaan
    dan/atau pengurus/direksi perusahaan telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1).
(3) Pengakuan sebagai ET-Prekursor dicabut apabila perusahaan dan/atau pengurus/direksi perusahaan :
    a.  Melakukan ekspor Prekursor yang jenis atau jumlahnya tidak sesuai dengan persetujuan    
        ekspornya;
    b.  Terbukti menyampaikan informasi atau data yang tidak benar pada saat pengajuan 
        permohonan pengakuan ET-Prekursor;
    c.  Dalam penyidikan atas dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan 
        pengakuan ET-Prekursor dan/atau persetujuan ekspor Prekursor;
    d.  Melakukan ekspor Prekursor dengan menggunakan surat persetujuan ekspor yang masa
        berlakunya telah habis; atau
    e.  Dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas pelanggaran dan tindak pidana yang berkaitan
        dengan penyalahgunaan pengakuan sebagai ET-Timah berdasarkan putusan pengadilan yang
        mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Pembekuan, pengaktifan kembali dan pencabutan pengakuan sebagai ET-Prekursor sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh Dirjen Daglu.


                        Pasal 12

Penetapan sebagai pelaksana verifikasi dicabut apabila Surveyor :
a.  Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a sebanyak 2
    (dua) kali dalam jangka waktu 1 (satu) tahun; dan/atau
b.  Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).


                        Pasal 13

Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini hanya dapat ditetapkan oleh
Menteri.


                        Pasal 14

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 23 Pebruari 2007.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Januari 2007
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MARI ELKA PANGESTU