DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
8 Desember 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 2433/PJ.532/2000
TENTANG
PERMOHONAN PEMBEBASAN BEA MASUK, PPN, DAN PPh
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 29 Agustus 2000 hal sebagaimana tersebut pada
pokok surat di atas, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
a. Sehubungan dengan Loan Agreement No. F 2763 tanggal 28 Oktober 1996 antara KfW Republik
Federal Jerman dengan Pemerintah Republik Indonesia untuk pemberian pinjaman kepada
Pemerintah RI dalam rangka Proyek Pembangunan kapal Palwo Buwono, saat ini barang-barang
untuk keperluan proyek tersebut telah tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
b. Pada Pasal 7 butir 7.2 Perjanjian tersebut dinyatakan bahwa semua pajak sehubungan dengan
pinjaman tersebut untuk pembangunan 5 (lima) unit kapal Palwo Buwono ditanggung oleh
Borrower, yakni Pemerintah Indonesia.
c. Dalam rangka pelaksanaan proyek pembangunan kapal ini Pemerintah Indonesia menunjuk
PT. PAL Indonesia sebagai Implementing Agency.
d. Saudara mengajukan permohonan untuk dapat diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk,
PPN dan PPh Pasal 22 Impor.
2. Pajak Pertambahan Nilai
a. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk (BM), Bea Masuk
Tambahan (BMT), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPn BM), dan Pajak Penghasilan (PPh) Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang
Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 2000, menyatakan bahwa PPN dan PPn BM yang
terutang sejak 1 April 1995 atas impor serta penyerahan barang dan jasa dalam rangka
pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri,
tidak dipungut.
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang BM, BMT, PPN, PPnBM, dan
PPh Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana
Pinjaman Luar Negeri, antara lain mengatur hal-hal berikut :
b.1. Pasal 1 huruf a menyatakan bahwa Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum
dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP,
termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP)/Subsidiary
Loan Agreement (SLA);
b.2. Pasal 1 huruf b menyatakan bahwa Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan
negara, baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang di Rupiahkan maupun dalam
bentuk barang dan atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang
harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu;
b.3. Pasal 1 huruf c menyatakan bahwa PPP atau SLA adalah perjanjian penerusan pinjaman
antara Pemerintah RI c.q. Departemen Keuangan dengan BUMN/BUMD/PEMDA
sehubungan dengan proyek yang dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan dibiayai
dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri yang diterus pinjamkan (two step loan);
b.4. Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa PPN dan PPn BM yang terutang sejak tanggal 1
April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP)
dari luar Daerah Pabean, memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
penyerahan BKP dan atau JKP oleh kontrak utama sehubungan dengan pelaksanaan
Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman
luar negeri, tidak dipungut;
b.5. Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa PPN dan PPn BM yang terutang sejak tanggal 1
April 1995 atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean, pemanfaatan
BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan atau JKP oleh
kontraktor utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian
dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut hanya
atas bagian dari Proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman
luar negeri tersebut.
3. Pajak Penghasilan
a. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 2000, menyatakan bahwa Pajak Penghasilan (PPh) yang
terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan, dan pemasok
(supplier) dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang
dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri dipungut, dipotong atau dibayar sesuai dengan
Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994.
b. Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 menyatakan bahwa PPh yang
terutang oleh kontraktor utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang
dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri yang ditanggung oleh Pemerintah
dikreditkan dari jumlah PPh yang terutang atas seluruh penghasilannya. Namun demikian
apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh menyatakan kelebihan pembayaran, maka
kelebihan pembayaran yang berasal dari PPh yang ditanggung oleh Pemerintah tidak
dikembalikan.
c. Berdasarkan Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran Nomor SE-64/A/71/0596,
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/1996, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
SE-19/BC/1996 tanggal 13 Mei 1996 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
239/KMK.01/1996, antara lain diatur bahwa atas impor barang untuk Proyek Pemerintah yang
dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri yang ditampung dalam DIP atau dokumen
lain yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian
Penerusan Pinjaman/ Subsidiary Loan Agreement (PPP/SLA), permohonan PPh ditanggung
oleh Pemerintah diajukan oleh Pimpinan Proyek. Dengan demikian kontraktor utama tidak
perlu membuat Surat Setoran Pajak Penghasilan, namun cukup dibubuhkan pada Master List
cap "PROYEK PEMERINTAH HIBAH/PINJAMAN LUAR NEGERI BEBAS BM/BMT, TIDAK DIPUNGUT
PPN/PPn BM, DAN PPh DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH PP 42/1995".
4. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas,
dengan ini ditegaskan :
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
a.1. Atas impor barang-barang atau material untuk membangun 5 (lima) unit kapal Palwo
Buwono dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana
pinjaman luar negeri tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan pada butir 2 huruf b
di atas, tidak dipungut PPN dan PPn BM;
a.2. Dalam hal dana untuk membiayai Proyek Pemerintah tersebut hanya sebagian yang
berasal dari hibah atau dana pinjaman luar negeri, PT. PAL Indonesia wajib menyetor
PPN dan PPn BM dari pembiayaan yang berasal dari sumber dana selain hibah atau
dana pinjaman luar negeri, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pajak Penghasilan (PPh).
b.1. Dalam hal Loan Agreement ditandatangani sebelum diberlakukannya Peraturan
Pemerintah Nomor 43 TAHUN 2000, maka PPh yang terutang atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh PT. PAL Indonesia sehubungan dengan Proyek Pemerintah yang
dibiayai dengan pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah. Permohonan PPh
ditanggung oleh Pemerintah atas impor barang untuk Proyek Pemerintah yang dibiayai
dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri yang ditampung dalam DIP atau dokumen
lain yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai dengan PPP/SLA,
diajukan oleh Pemimpin Proyek. Dengan demikian kontraktor utama tidak perlu
membuat Surat Setoran Pajak Penghasilan, namun cukup dengan membubuhkan pada
Master List cap "PROYEK PEMERINTAH HIBAH/PINJAMAN LUAR NEGERI BEBAS BM/BMT,
TIDAK DIPUNGUT PPN/PPn BM, DAN PPh DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH PP 42/1995".
PPh yang ditanggung oleh Pemerintah tersebut dapat dikreditkan dari jumlah PPh yang
terutang atas seluruh penghasilan PT. PAL Indonesia. Namun demikian apabila SPT
Tahunan PT. PAL Indonesia menyatakan kelebihan pembayaran, maka kelebihan
pembayaran yang berasal dari PPh yang ditanggung oleh Pemerintah tidak
dikembalikan.
b.2. Dalam hal Loan Agreement ditandatangani setelah diberlakukannya Peraturan
Pemerintah Nomor 43 TAHUN 2000, maka PPh yang terutang atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh PT. PAL Indonesia sehubungan dengan Proyek Pemerintah yang
dibiayai dengan pinjaman luar negeri, dipungut, dipotong atau dibayar sesuai dengan
Undang-undang PPh.
c. Ketentuan mengenai Bea Masuk tidak diberikan uraian penegasan karena merupakan
kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Demikian untuk dimaklumi.
Direktur Jenderal Pajak
ttd.
Machfud Sidik
NIP. 060043114