DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
21 September 2005
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 854/PJ.53/2005
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS AKTIVA YANG SEMULA TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN
DAN PPN ATAS JASA ANGKUTAN DARAT
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan kedua surat Saudara nomor 74/KAR-DIR/VI/2005 tanggal 21 Juni 2005 hal Pajak
Pertambahan Nilai Atas Aktiva Yang Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan dan nomor 75/KAR-DIR/VI/2005
tanggal 21 Juni 2005 hal Jasa Angkutan Darat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam kedua surat Saudara diketahui bahwa :
a. PT XYZ (NPWP 01.234.567.8-999.000) adalah perusahaan yang bergerak di bidang
pertambangan batu bara.
b. Untuk mengangkut batu bara dari lokasi tambang ke tempat penumpukan/stock pile pembeli/
pelabuhan, PT XYZ menggunakan jasa angkutan darat dari pihak ketiga yang biayanya
dihitung berdasarkan volume muatan.
c. PT XYZ akan menjual aktiva perusahaan berupa alat berat.
d. Sejak tanggal 16 Agustus 2001 PT XYZ sudah tidak lagi sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
berdasarkan surat pencabutan PKP dari Kantor Pelayanan Pajak Padang nomor
PEM-576/WPJ.02/KP.0203/2001.
e. Sehubungan dengan hal-hal di atas Saudara menanyakan :
- Apakah jasa yang diserahkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam huruf b
terutang Pajak Pertambahan Nilai.
- Apakah atas penjualan aktiva perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf c
terutang Pajak Pertambahan Nilai mengingat status PT XYZ bukan PKP lagi.
- Apabila terutang PPN, bagaimana mekanisme penyerahan aktiva tersebut, faktur apa
yang harus PT XYZ terbitkan untuk pembeli, dan apa kewajiban pembeli aktiva
tersebut.
2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 18 TAHUN 2000 (UU PPN) antara lain mengatur :
a. Pasal 1 angka 14, bahwa Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean.
b. Pasal 1 angka 15, bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud
dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha
Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha
Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
c. Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
d. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak
di Dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
e. Pasal 16D, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha
Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa Di Bidang Angkutan Umum Di
Darat dan Di Air Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain diatur :
a. Pasal 2 ayat (1), atas penyerahan Jasa Angkutan Umum di darat dan di air tidak dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai.
b. Pasal 2 ayat (2), termasuk Angkutan Umum di darat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah Angkutan Umum di Jalan dan Angkutan Kereta Api.
c. Pasal 3 ayat (1), tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Angkutan Umum Di Jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah penyerahan Jasa Angkutan jalan yang
dilakukan dengan cara :
- ada perjanjian lisan atau tulisan;
- waktu dan atau tempat pengangkutan telah ditentukan sesuai dengan perjanjian; dan
- kendaraan angkutan dipergunakan hanya untuk mengangkut muatan milik 1 (satu)
pihak dan atau untuk mengangkut orang, yang terikat perjanjian dengan Pengusaha
Angkutan Umum, dalam satu perjalanan (trip).
d. Pasal 3 ayat (2), tidak termasuk dalam pengertian perjanjian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) adalah karcis yaitu tanda bukti telah terjadinya perjanjian angkutan dan pembayaran
biaya angkutan.
e. Pasal 4 ayat (1), tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Angkutan Kereta Api
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah penyerahan Jasa Angkutan Kereta Api
yang dilakukan dengan cara :
- ada perjanjian lisan atau tulisan; dan
- gerbong Kereta Api dipergunakan hanya untuk mengangkut muatan milik 1 (satu)
pihak dan atau untuk mengangkut orang, yang terikat perjanjian dengan Pengusaha
Angkutan Kereta Api, dalam satu perjalanan (trip).
4. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas,
dengan ini diberikan penegasan bahwa :
a. Penyerahan jasa angkutan darat yang terutang Pajak Pertambahan Nilai adalah penyerahan
jasa angkutan darat yang dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf
c (untuk Jasa Angkutan Jalan) dan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf e
(untuk Jasa Angkutan Kereta Api).
b. Syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf c dan huruf e bersifat kumulatif,
sehingga apabila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka jasa angkutan yang
diserahkan bukan merupakan jasa kena pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
c. Atas penjualan aktiva PT KA berupa alat berat yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai mengingat PT KA menghasilkan
bukan Barang Kena Pajak, sehingga tidak wajib menjadi PKP.
Demikian untuk dimaklumi.
Direktur,
ttd.
A. Sjarifuddin Alsah
NIP 060044664