DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
23 April 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 227/PJ.42/2003
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN SELISIH KURS PADA PIUTANG PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 2 Desember 2002 perihal Permohonan Penegasan
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Keuntungan/Kerugian Selisih Kurs Bagi Wajib Pajak yang Menyelenggarakan
Pembukuan dalam Bahasa Inggris dan Mata Uang Dollar Amerika Serikat, bersama ini kami sampaikan hal-hal
berikut:
1. Dalam surat tersebut Saudara menjelaskan bahwa:
a. PT ABC telah mendapat ijin dari Direktur Jenderal Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan
dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat sejak tahun 1993;
b. Pada akhir tahun pajak 1997 (31 Mei 1998), jumlah Pajak Masukan perusahaan lebih besar
dari Pajak Keluarannya sehingga terdapat PPN lebih bayar. Perusahaan mengkonversi nilai
PPN lebih bayar tersebut dari mata uang Rupiah ke mata uang Dollar Amerika Serikat dan
membukukannya dalam perkiraan piutang. Nilai hasil konversi tersebut lebih kecil dari saldo
piutang PPN per 31 Mei 1998 menurut pembukuan perusahaan sehingga terdapat kerugian
selisih kurs. Perusahaan membebankan kerugian selisih kurs tersebut sebagai pengurang
penghasilan bruto;
c. Pada tahun pajak 1999, perusahaan mendapat restitusi PPN dalam mata uang Rupiah dan
membukukannya dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan kurs yang berlaku pada
saat penerimaan. Nilai restitusi setelah dikonversi lebih besar dari saldo menurut pembukuan
sehingga terdapat keuntungan selisih kurs. Perusahaan memperlakukan keuntungan selisih
kurs tersebut sebagai Objek Pajak;
d. Pada tahun pajak 1997, perusahaan mengalami kerugian fiskal dan mempunyai piutang PPh
yang berasal dari pajak dibayar di muka dan kelebihan pembayaran pajak tahun-tahun
sebelumnya yang belum selesai direstitusi. Pada akhir tahun (31 Mei 1998), perusahaan
menyesuaikan saldo piutang PPh-nya sesuai dengan kurs yang berlaku dan mengalami
kerugian selisih kurs. Perusahaan membebankan rugi selisih kurs tersebut sebagai pengurang
penghasilan bruto;
e. Pada akhir tahun pajak 1998 (31 Mei 1999), perusahaan menyesuaikan saldo piutang PPh-nya
sesuai dengan kurs yang berlaku dan mendapat keuntungan selisih kurs. Perusahaan
memperlakukan keuntungan selisih kurs tersebut sebagai Objek Pajak;
f. Saudara mohon penegasan bahwa perusahaan telah memperlakukan keuntungan dan
kerugian selisih kurs tersebut sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1991, antara lain diatur bahwa:
Pasal 4 ayat (1) huruf l
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
Pasal 6 ayat (1) huruf e
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
Dalam penjelasan pasal ini dijelaskan bahwa kerugian selisih kurs mata uang asing yang disebabkan
oleh fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut, dan harus
dilakukan secara taat azas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs
tetap (kurs historis), pembebanan kerugian selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas
perkiraan mata uang asing tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun,
pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau
kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
3. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa:
a. Perkiraan/akun PPN tidak dapat disamakan dengan utang piutang pinjaman dan atau utang
piutang dagang, karena PPN merupakan kewajiban pajak kepada negara dan bukan dalam
rangka kegiatan mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan;
b. PPN Keluaran yang dipungut bukan merupakan penghasilan dan PPN Masukan yang dibayar
bukan merupakan biaya (kecuali untuk PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam hal
tertentu) karena Wajib Pajak sebagai PKP PPN pada dasarnya hanya menyalurkan uang pajak
dari konsumen kepada Negara;
c. Keuntungan/kerugian selisih kurs pada perkiraan/akun PPN semata-mata terjadi karena
konsekuensi perlakuan akuntansi dalam pembukuan yang tidak ada pengaruhnya terhadap
pelaksanaan kewajiban pajak kepada negara baik dalam hal PPN kurang bayar maupun dalam
hal PPN lebih bayar. Oleh karena itu perlakuan Pajak Penghasilan terhadap keuntungan/
kerugian selisih kurs yang melekat pada perkiraan/akun PPN adalah sama dengan perlakuan
terhadap perkiraan/akun PPN (under account) itu sendiri yaitu bukan sebagai penghasilan dan
bukan sebagai biaya/kerugian.
Demikian penegasan kami harap maklum.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,
ttd
SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN