DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
10 Mei 1994
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1160/PJ.51/1994
TENTANG
PPn BM ATAS SIROP MANIS
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara No. : XXX tanggal 22 Nopember 1993, kami beritahukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Sesuai ketentuan dalam Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1286/KMK.04/1991 tanggal
31 Desember 1991 jo. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1452/PJ.52/1992 tanggal 18 Agustus
1992 jo. Lampiran II Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai Nomor : SE-15/PJ/1994 dan SE-06/BC/1994 tanggal 28 Februari 1994, sirop manis tergolong
dalam minuman yang tidak mengandung alkohol lainnya, yang dibotolkan/dikemaskan, mengandung
tambahan gula atau pemanis lainnya atau aroma.
2. Sehubungan dengan rencana pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam surat Saudara, perlu
kami tegaskan bahwa penyerahan sirop yang terutang PPn BM sebagaimana dimaksud dalam butir 1
adalah penyerahan yang dilakukan di dalam negeri (kecuali yang diusahakan oleh industri rumah dan
dikerjakan secara tradisional), sedangkan atas impor sirop memang tidak terutang PPn BM.
Namun demikian, sirop asal impor tersebut dikenakan PPn BM atas penyerahan dalam negerinya apabila
kemudian mengalami proses pengolahan (misalnya pembotolan kembali) di dalam negeri.
Dengan demikian, issue equal treatment dalam masalah ini harus dihubungkan dengan penyandingan antara
sirop produksi dalam negeri dan sirop asal impor yang sebelum dipasarkan mengalami proses pengolahan di
dalam negeri. Dengan perkataan lain, sirop asal impor yang tidak mengalami proses pengolahan lagi di dalam
negeri memang tidak diperlakukan sama dengan sirop produksi dalam negeri berdasarkan hukum positif yang
berlaku.
Mengenai pertimbangan yang mendasari perlakuan berbeda tersebut, Saudara dapat menonjolkan issue lain
yang dalam hal ini lebih dipentingkan daripada issue equal treatment, yaitu issue "penerapan azas timbal balik
yang dilakukan secara unilateral/sepihak" dalam kerangka sistem perpajakan internasional, dengan cara
mengkaitkan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983. Menurut ketentuan Pasal 10
ayat (3) tersebut, atas ekspor barang mewah dikenakan PPn BM 0% sehingga PPn BM yang telah dipungut,
bila ada dikembalikan. Jika diterapkan pada sirop, ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa Indonesia
menghendaki sirop produksi Indonesia memasuki pasar internasional dalam keadaan tidak dibebani PPn BM.
Selanjutnya, Indonesia menginginkan agar Negara tujuan sirop tersebut tidak membebani pajak yang serupa
dengan PPn BM Indonesia. Sesuai tata pergaulan umumnya dan tata pergaulan internasional khususnya,
karena Indonesia menginginkan sirop produksi Indonesia memasuki pasar negara lain tanpa beban PPn BM
Indonesia maupun pajak serupa itu di negara lain, maka secara konsekuen dan sepihak (unilateral),
Indonesia memperlakukan produk yang sejenis, yaitu sirop yang berasal dari negara lain dan yang memasuki
Indonesia, dengan cara yang sama seperti perlakuan negara lain yang diinginkan oleh Indonesia terhadap
sirop Indonesia yang memasuki negara lain tersebut, yaitu tidak dikenakan PPn BM Impor. Disini Indonesia
mempraktekkan sikap "tepa slira" dalam pergaulan internasional.
Demikian agar Saudara maklum.
A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA
ttd
SUNARIA TADJUDIN