UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)
NOMOR 5 TAHUN 2004 (5/2004)
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR **14 TAHUN 1985**
TENTANG MAHKAMAH AGUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
<HTML><blockquote> Menimbang :
Mengingat :
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR **14 TAHUN 1985** TENTANG MAHKAMAH AGUNG.
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor **14 TAHUN 1985** tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1
Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 4
3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 5
4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 7
5. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 8
6. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 9
Sumpah :
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Janji :
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
<HTML><ol start=“3”></HTML> <HTML><li></HTML>Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung mengucapkan sumpah atau janji dihadapan Presiden.<HTML></li></HTML> <HTML><li></HTML>Hakim Anggota Mahkamah Agung diambil sumpah dan janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.<HTML></li></HTML><HTML></ol></HTML>
7. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
8. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
9. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
10. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera yang dibantu oleh beberapa orang panitera muda dan beberapa orang panitera pengganti.
11. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagi berikut:
Pasal 19
Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja kepaniteraan Mahkamah Agung ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Agung.
12. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
13. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21
Panitera Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
14. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
Sebelum memangku jabatan, Panitera Mahkamah Agung diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
15. Diantara Pasal 24 dan Bagian Keempat disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 24A, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 24A
16. Bab II Bagian Keempat tentang Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung diubah menjadi tentang Sekretaris Mahkamah Agung.
17. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
18. Pasal 26 dan Pasal 27 dihapus.
19. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
20. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 31
21. Diantara Pasal 31 dan Pasal 32 disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 31A yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 31A
22. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi.
23. Diantara Pasal 45 dan Paragraf 2 tentang Peradilan Umum disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 45A yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 45A
24. Diantara Pasal 80 dan Bab VII mengenai Ketentuan Penutup disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 80A, Pasal 80B, dan Pasal 80C yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 80A
Sebelum Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) terbentuk, pengajuan calon hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Pasal 80B
Jabatan kepaniteraan Mahkamah Agung yang dijabat oleh hakim harus disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-undang ini berlaku.
Pasal 80C
Ketentuan mengenai pembinaan personel militer pada Kepaniteraan Mahkamah Agung dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai personel militer.
25.Dalam Bab VII Ketentuan Penutup ditambah 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 81A yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 81A
Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal II
<HTML><blockquote> Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
<HTML><blockquote> <HTML><blockquote> <HTML><blockquote>
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
</blockquote></HTML></blockquote></HTML></blockquote></HTML>
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 9
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR **14 TAHUN 1985**
TENTANG MAHKAMAH AGUNG
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, di samping Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu, ditentukan pula Mahkamah Agung mempunyai wewenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting bagi Indonesia sebagai suatu negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak maupun dan dalam bentuk apapun, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali terhadap hukum dan keadilan. Guna memperkukuh arah perubahan menyelenggarakan kekuasaan kehakiman yang telah diletakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilakukan penyesuaian atas berbagai undang-undang yang mengatur kekuasaan kehakiman.
Undang-undang ini memuat perubahan terhadap berbagai substansi Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Mahkamah Agung. Perubahan tersebut, di samping guna disesuaikan dengan arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga didasarkan atas Undang-undang mengenai kekuasaan kehakiman baru yang menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Berbagai substansi perubahan dalam Undang-undang ini antara lain tentang penegasan kedudukan Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, serta beberapa substansi yang menyangkut hukum acara, khususnya dalam melaksanakan tugas dan kewenangan dalam memeriksa dan memutus pada tingkat kasasi serta dalam melakukan hak uji terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Dalam Undang-undang ini diadakan pembatasan terhadap perkara yang dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung. Pembatasan ini di samping dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan setiap perkara diajukan ke Mahkamah Agung sekaligus dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat.
Dengan bertambahnya ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Mahkamah Agung antara lain di bidang pengaturan dan pengurusan masalah organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, maka organisasi Mahkamah Agung perlu dilakukan pula penyesuaian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas
Angka 2
Pasal 4
Cukup jelas
Angka 3
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pengkhususan bidang hukum tertentu disesuaikan dengan kebutuhan, ketua muda perdata misalnya dapat terdiri dari ketua muda hukum perdata umum dan ketua muda hukum adat. Ketua muda hukum pidana dapat terdiri ketua muda hukum pidana umum dan ketua muda hukum pidana khusus.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Angka 4
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sarjana lain” dalam ketentuan ini adalah sarjana syariah dan sarjana ilmu kepolisian.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sarjana lain”, lihat penjelasan ayat (1) huruf c.
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Hakim Agung ad hoc antara lain hakim agung ad hoc hak asasi manusia berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan hakim agung ad hoc dalam perkara tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Angka 5
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “hari sidang” dalam ketentuan ini tidak termasuk masa reses.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Angka 6
Pasal 9
Cukup jelas
Angka 7
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan “sakit jasmani dan rohani secara terus menerus” dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan yang menyebabkan yang bersangkutan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya dengan baik.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “tidak cakap dalam melaksanakan tugasnya” adalah misalnya yang bersangkutan melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “prestasi kerja luar biasa” dalam ketentuan ini, diatur dalam ketentuan Mahkamah Agung sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Angka 8
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perbuatan tercela” adalah perbuatan atau sikap, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang dapat merendahkan martabat hakim.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Pasal 10” dalam ketentuan ini adalah Undang-undang Nomor **14 TAHUN 1985** tentang Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Angka 9
Pasal 13
Ayat (1)
Selama pemberhentian sementara, Hakim Agung yang bersangkutan tidak dapat menangani perkara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Angka 10
Pasal 18
Cukup jelas
Angka 11
Pasal 19
Cukup jelas
Angka 12
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf c.
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Angka 13
Pasal 21
Cukup jelas
Angka 14
Pasal 22
Cukup jelas
Angka 15
Pasal 24A
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas
Angka 17
Pasal 25
Cukup jelas
Angka 18
Cukup jelas
Angka 19
Pasal 30
Ayat (1)
Dalam memeriksa perkara, Mahkamah Agung berkewajiban menggali, mengikuti, dan memahami rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Angka 20
Pasal 31
Cukup jelas
Angka 21
Pasal 31A
Cukup jelas
Angka 22
Pasal 35
Cukup jelas
Angka 23
Pasal 45A
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Dalam ketentuan ini tidak termasuk keputusan pejabat tata usaha negara yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Angka 24
Pasal 80A
Cukup jelas
Pasal 80B
Cukup jelas
Pasal 80C
Cukup jelas
Angka 25
Pasal 81A
Cukup jelas
Pasal II
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4359
<HTML><blockquote>
</blockquote></HTML></blockquote></HTML></blockquote></HTML>