DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
5 Juli 2005
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 614/PJ.51/2005
TENTANG
PENGHAPUSAN PPN SUSU SEGAR
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : xxx tanggal xxx hal tersebut diatas, dengan ini disampaikan hal-
hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut, secara garis besar, dikemukakan hal-hal antara lain sebagai berikut :
a. Koperasi susu dikenakan PPN atas penjualan produk primer kepada Industri Pengolahan
Susu.
b. Koperasi susu sebagai wadah ekonomi para peternak bukan memproduksi susu menjadi
produk lainnya tetapi hanya sebagai pengkoordinir pengumpulan susu dari peternak anggota
untuk diawetkan/diproses pendinginan di cooling unit agar tidak rusak yang selanjutnya
dikirim ke Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan harga yang telah ditetapkan oleh IPS
sehingga susu dari peternak sampai ke IPS tidak mengalami pertambahan nilai dan masih
berupa nilai dan masih berupa susu segar.
c. Meminta agar pengenaan PPN atas susu segar yang disetorkan peternak yang dikoordinir oleh
Koperasi/GKSI kepada Industri Pengolahan Susu dapat dihapuskan.
2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-undang Nomor
18 TAHUN 2000 :
a. Pasal 1 angka 15 jo. angka 14, Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang
memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
b. Pasal 3A ayat 1, Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah
Pabean, impor Barang Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak, wajib melaporkan
usahanya untukdikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
terutang.
c. Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena
Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
d. Pasal 4 A ayat (2) tentang penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai, Barang hasil pertanian tidak termasuk dalam jenis barang yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
3. Berdasarkan pasal 16 B UU jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang impor dan atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2003 mengatur antara lain :
a. Pasal 1 angka 1 huruf c menyatakan bahwa Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
strategis adalah barang hasil pertanian.
b. Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan
dari kegiatan usaha di bidang : pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan,
atau penangkapana, maupun penangkaran dan perikanan baik dari penangkapan atau
budidaya.
c. Pasal 2 ayat (2) huruf c menyatakan bahwa Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis berupa barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf c, oleh petani atau kelompok petani dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
d. Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Petani adalah orang yang melakukan kegiatan usaha di
bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan, atau penangkapan,
penangkaran, penangkapan, atau budidaya perikanan.
4. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai,
yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah :
a. Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000, Pengusaha yang
selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran
bruto tidak lebih dari Rp. 360.000.000,- berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 sampai dengan
31 Desember 2003.
b. Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003, Pengusaha selama satu tahun
buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus
juta rupiah) berlaku mulai tanggal 1 Januari 2004 sampai sekarang.
5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, serta memperhatikan isi surat Saudara dengan ini disampaikan
bahwa :
a. Susu segar sebagaimana dimaksud diatas adalah Barang Kena Pajak sehingga atas setiap
penyerahannya terutang PPN.
b. Koperasi susu tidak termasuk petani/kelompok petani sehingga atas setiap penyerahan susu
segar dari koperasi terutang PPN.
c. Apabila Koperasi susu memiliki kendaraan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,-
Rp 360.000.000,- sebelum 1 Januari 2004) dalam satu tahun buku, tidak diwajibkan
kepadanya menjadi Pengusaha Kena Pajak, sehingga tidak terdapat kewajiban memungut,
menyetor, melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan susu segar.
d. Berdasarkan UU PPN yang berlaku; pemungutan PPN dilakukan pada setiap tingkatan
penyerahan Barang Kena Pajak, tanpa harus mengubah bentuk. Oleh karena itu usulan
penghapusan PPN susu segar atas penyerahan dari Koperasi Susu kepada Industri Pengolahan
susu tidak dapat diberikan berdasarkan UU yang berlaku, dan hanya dapat diberikan apabila
UU yang berlaku sekarang diubah.
e. Usul Saudara mengenai penghapusan PPN atas penyerahan susu segar diterima sebagai
masukan dan bahan pertimbangan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang PPN yang
sedang dibahas.
Demikian agar Saudara maklum.
Direktur Jenderal,
ttd.
Hadi Poernomo
NIP 060027375
Tembusan :
1. Menteri Keuangan;
2. Direktur PPN dan PTLL;
3. Direktur Peraturan Perpajakan.