DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
2 Juli 1993
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1440/PJ.53/1993
TENTANG
PPN UNTUK BIRO PERJALANAN UMUM
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 28 Januari 1993 perihal tersebut pada pokok surat dengan ini
diberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 jis. Pasal 1 angka 2
Peraturan Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988, angka 3 huruf s Pengumuman Direktur Jenderal Pajak
Nomor : PENG-139/PJ.63/1989 tanggal 27 Maret 1989, jasa biro perjalanan adalah Jasa Kena Pajak
yang atas penyerahannya terutang PPN.
2. PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri, baik konsumsi berupa barang ataupun jasa. PPN tidak
dimaksudkan menjadi beban dari pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak,
oleh karena itu PPN dibebankan kepada konsumen (penerima jasa).
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ.3/1989 tanggal 26 April 1989 (Seri PPN - 140)
menentukan bahwa Dasar Pengenaan Pajak dan Penghitungan PPN yang terutang oleh Perusahaan
Perjalanan adalah sebagai berikut :
3.1. Dasar Pengenaan Pajak atas penjualan Paket Wisata baik dalam atau luar negeri, dan
penjualan produk pihak lain seperti jasa angkutan udara/laut dan darat ditetapkan 10% dari
nilai peredaran atau omzet (nilai invoice) tidak termasuk omzet dari penjualan tiket angkutan
udara dalam negeri.
3.2. Penghitungan PPN yang terutang dan harus disetor atas kegiatan penjualan Paket Wisata =
10% x 10% (nilai invoice tiket angkutan udara dalam negeri).
4. Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak pada angka 3 di atas sudah memperhitungkan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan. Dengan demikian maka Pajak Masukan dari Biro Perjalanan Umum maupun
Agen Perjalanan tersebut tidak dapat dikreditkan lagi dan oleh karenanya tidak diperkenankan untuk
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
5. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka dalam kasus yang Saudara kemukakan dapat
diberikan penjelasan sebagai berikut :
5.1. Kegiatan Perusahaan Perjalanan berupa penyerahan Jasa Paket Wisata dalam hal ini BPU
"XYZ" kepada pelanggan terutang PPN : 10% x 10% (Nilai invoice - tiket angkutan udara
dalam negeri).
5.2. Bahwa sebagian dari penyerahan Jasa Paket Wisata oleh BPU "XYZ" Jakarta telah diserahkan/
disub kepada BPU "ABC" Yogyakarta.
5.3. Tagihan BPU "ABC" Yogyakarta kepada BPU "XYZ" Jakarta atas pelaksanaan penyerahan Jasa
Paket Wisata tetap dikenakan PPN 10% x 10% (Nilai invoice - tiket angkutan udara dalam
negeri), dan kewajiban BPU "ABC" Yogyakarta untuk memungut serta melaporkannya
sebagai Pajak Keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5.4. Seperti dijelaskan pada angka 4 di atas, bahwa dalam penghitungan dasar pengenaan pajak
sudah diperhitungkan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, berarti semua Pajak Masukan
berupa apapun tidak dapat dikreditkan termasuk Pajak Masukan pada butir 5.3. di atas, maka
BPU "XYZ" Jakarta tidak dapat mengkreditkan dan tidak diperkenankan untuk membebankan
sebagai biaya perusahaan atas Faktur Pajak Masukan yang dibuat oleh BPU "ABC"
Yogyakarta.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA
ttd.
Drs. SUNARIA TADJUDIN