DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               30 Oktober 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 751/PJ.313/2003

                            TENTANG

                      PERLAKUAN PPh PASAL 26 ATAS FORMULA

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX perihal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan hal-hal 
sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa:
    a.  Dalam pemeriksaan terhadap PT ABC, diketahui pada tahun 2000 PT ABC melakukan 
        perjanjian dengan XYZ, non treaty partner country, untuk penyediaan formula yang akan 
        digunakan dalam proses produksi PT ABC. Hal-hal yang dicantumkan dalam kontrak tersebut 
        antara lain:
        1)  Article 2 : XYZ harus menyediakan formula kepada PT ABC untuk tujuan komersial 
            oleh PT ABC dengan syarat:
            a)  XYZ setuju bahwa PT ABC berhak menggunakan formula tersebut untuk 
                produksi dan penjualan produk akhir ke konsumen untuk periode satu tahun 
                sebelum pembelian formula tersebut. Hak tersebut untuk membuktikan 
                bahwa formula tersebut berhasil;
            b)  PT ABC tidak berhak untuk menjual kembali formula tersebut ke pihak ketiga 
                tanpa ijin tertulis dari XYZ.
        2)  Article 6 : XYZ menjamin bahwa formula tersebut benar-benar dimiliki oleh XYZ. 
            Untuk kepentingan pengawasan oleh XYZ, PT ABC wajib menyampaikan laporan 
            kemajuan (progress report) setiap semester mengenai penggunaan atau pengujian 
            formula tersebut.
        3)  Article 13 : PT ABC harus merahasiakan semua informasi, termasuk dokumen teknis, 
            perhitungan, spesifikasi, manual yang diperoleh dari XYZ sehubungan dengan 
            perjanjian ini.
        4)  Semua pajak atas transaksi dalam perjanjian ini ditanggung oleh PT ABC dan 
            keseluruhan pembayaran atas formula tersebut dilakukan pada tahun 2001.
    b.  Saudara menanyakan perlakuan PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut.

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur:
    a.  Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h, pada dasarnya imbalan berupa royalti terdiri dari tiga 
        kelompok, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan:
        1)  hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, 
            formula, atau rahasia perusahaan;
        2)  hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu  
            pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri, komersial dan ilmu 
            pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya 
            peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan 
            pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;
        3)  informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin 
            belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha 
            lainnya. Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia 
            sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi 
            tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang 
            diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan 
            bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar 
            belakang disiplin ilmu yang sama.

    b.  Pasal 26 ayat (1) huruf c, atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan royalti, sewa 
        dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dengan nama dan dalam bentuk 
        apapun yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam 
        negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri 
        lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak 
        sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan dan 
        bersifat final.

3.  Berdasarkan Pasal 4 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan 
    Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan beserta 
    penjelasannya, diatur bahwa pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung 
    besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam Negeri dan bentuk usaha tetap termasuk Pajak 
    Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh tetapi tidak termasuk dividen, sepanjang Pajak Penghasilan 
    tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak.

4.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini kami tegaskan bahwa:
    a.  Imbalan atas penggunaan formula milik XYZ oleh PT ABC, termasuk dalam pengertian royalti 
        atas penggunaan harta tak berwujud, dan dikenakan pemotongan pajak di Indonesia (negara 
        sumber) dengan tarif sebesar 20% dari jumlah bruto;
    b.  Dalam hal PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran royalti tersebut ditanggung oleh 
        PT ABC, maka PPh Pasal 26 tersebut dapat dibebankan sebagai biaya PT ABC sepanjang 
        ditambahkan (digross-up) pada pembayaran royalti sehingga dasar pemotongan PPh Pasal 26 
        menjadi 100/80 X royalti.

Demikian agar Saudara maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

SURJOTAMTOMO SOEDIRDJO