DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
21 Juli 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 285/PJ.312/2000
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK REKSA DANA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 8 Juni 2000 hal tersebut di atas bersama ini
disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut antara lain disampaikan bahwa :
a) Reksa Dana telah memperoleh perlakuan khusus di bidang perpajakan sebagaimana
ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-18/PJ.42/1996 tanggal
30 April 1996 tentang Reksa Dana. Meskipun telah ada penegasan secara khusus atas
ketentuan perpajakan mengenai reksa dana, namun masih terdapat perbedaan pendapat
mengenai perlakuan PPh yang berhubungan dengan portofolio efek obligasi. Dalam praktik,
Manajer Investasi sebagai pengelola Reksa Dana membeli obligasi di pasar dengan harga beli
yang lebih rendah dari nilai nominal (discount). Kemudian, atas pertimbangannya, Manajer
Investasi menjual obligasi tersebut sebelum jatuh tempo. Permasalahannya dari sudut
perpajakan, apakah selisih harga beli (beli dengan discount) dengan harga jual merupakan
realisasi diskonto atau keuntungan (kerugian). Terhadap hal ini terdapat beberapa pendapat
yaitu :
1) Karena diskonto merupakan bagian bunga dan bunga obligasi bukan merupakan
objek pajak penghasilan bagi reksadana, maka kenaikan atau penurunan nilai
portofolio efek obligasi tersebut, sebagai realisasi diskonto, juga bukan merupakan
objek pajak penghasilan;
2) Kenaikan atau penurunan nilai portofolio efek obligasi akibat mark to market dan
telah terealisasi merupakan keuntungan atau kerugian investasi terealisasi sehingga
merupakan objek pajak penghasilan, dalam hal ini dua pendapat mengenai
perhitungan keuntungan atau kerugiannya, yaitu :
(a) keuntungan atau kerugian investasi terealisasi merupakan selisih antara
harga pasar/jual dengan harga perolehan; dan
(b) keuntungan atau kerugian investasi merupakan selisih antara harga pasar/
jual dengan nilai buku setelah amortisasi diskonto.
b) Perbedaan pendapat di atas mempunyai dampak terhadap penghitungan Nilai Aktiva Bersih
(NAB) Reksadana dengan diterapkannya PSAK 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan bagi
Reksa Dana. Penerapan PSAK 46 dengan mengikuti pendapat ke dua di atas tidak
dimungkinkan karena penerapan pajak tertunggak (deferred tax) tidak dapat diterapkan pada
Reksa Dana yang diharuskan melakukan penutupan buku secara harian.
c) Berdasarkan hal tersebut, Saudara minta penegasan mengenai perlakuan PPh atas selisih
harga beli dengan harga jual obligasi dengan mengusulkan alternatif :
1) Selisih harga tersebut diperlakukan sebagai realisasi diskonto dan bagi reksadana
merupakan penghasilan yang dikecualikan (sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh,
yang ditegaskan dengan SE-18/PJ.42/1996); atau
2) Penerapan pajak atas nilai jual obligasi bersifat final dengan besarnya pajak yang
masih dapat menarik minat investor, sebagaimana yang diterapkan pada saham yang
diperdagangkan di bursa.
2. Dalam Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 antara lain diatur bahwa :
a) Pasal 4 ayat (1) huruf f, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang merupakan Objek Pajak Penghasilan;
b) Pasal 4 ayat (3) huruf i, bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana
tidak termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan.
3. Dalam Pasal 1 huruf c Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 587/KMK.04/1996 tanggal 23 September
1996 antara lain diatur bahwa yang dimaksud diskonto adalah selisih antara nilai nominal obligasi
dengan jumlah harga di bawah nominal yang dibayar oleh pembeli.
4. Dalam butir 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-40/PJ.4/1996 tanggal 20 Desember
1996 ditegaskan lebih lanjut bahwa "bunga obligasi adalah berkenaan dengan obligasi yang bunganya
dibayarkan (lazimnya secara periodik) selama jangka waktu obligasi. Bunga ini merupakan
penghasilan bagi pembeli obligasi pada saat jatuh tempo pembayaran bunga atau pada saat dijual
kembali. Dalam hal obligasi konversi, termasuk dalam pengertian bunga adalah selisih antara nilai
nominal obligasi dengan jumlah harga pasar saham pada saat konversi dilakukan. Diskonto obligasi
adalah berkenaan dengan obligasi yang selama jangka waktu obligasi tidak ada pembayaran bunga
(zero coupon bond). Diskonto ini pada dasarnya adalah bunga atas obligasi yang diperhitungkan
dengan harga obligasi pada waktu jual. Diskonto obligasi merupakan penghasilan bagi yang membeli
obligasi pada saat terjadinya transaksi jual beli, termasuk pada waktu penawaran umum perdana
(Initial Public Offering).
5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini dapat ditegaskan bahwa :
a) Dalam hal obligasi yang memberikan bunga secara periodik, selisih harga beli dengan harga
jual merupakan keuntungan/kerugian modal (capital gain/loss) yang adalah Objek Pajak
Penghasilan pengurang penghasilan bruto yang perlakuan pajaknya berdasarkan ketentuan
Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan;
b) Dalam hal obligasi yang tidak membayarkan bunga (zero coupon bond), selisih harga beli
dengan harga jual merupakan bunga yang adalah bukan Objek Pajak Penghasilan
berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i Undang-undang Pajak Penghasilan;
c) Atas masukan Saudara untuk memberlakukan pengenaan PPh yang bersifat final atas
transaksi penjualan Obligasi di Pasar Modal akan menjadi pertimbangan dan pembahasan
yang lebih mendalam dengan memperhatikan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Demikian kami sampaikan.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR,
ttd
IGN MAYUN WINANGUN