DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
18 Januari 1993
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 02/PJ.52/1993
TENTANG
PEDOMAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI USAHA JASA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI
(SERI PPN-182)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Bersama ini disampaikan ketentuan mengenai Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan dan Penangguhan
Pembayaran PPN atas Impor Pesawat Terbang sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 818/KMK.04/1992 tanggal 23 Juli 1992, sebagai pengganti dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1441/KMK.04/1989 tanggal 29 Desember 1989.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri terutang PPN sebesar 10%.
Pengertian Pengusaha Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri (Pengusaha J.A.U.D.N) adalah Pengusaha
Jasa yang melakukan penyerahan salah satu atau beberapa dari jasa-jasa :
a. jasa angkutan udara untuk penumpang;
b. jasa angkutan udara untuk barang, hewan atau tanaman;
c. jasa kontrak borongan angkutan udara (charter flight) yang dilakukan di antara pelabuhan-
pelabuhan udara di dalam negeri;
d. jasa persewaan alat angkutan udara;
e. jasa lainnya yang melekat pada jasa-jasa huruf a s/d huruf d diatas.
2. Pengkreditan Pajak Masukan.
Pengusaha J.A.U.D.N. dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu :
a. Pengusaha J.A.U.D.N. yang kegiatan usahanya semata-mata hanya menyerahkan J.A.U.D.N.
sehingga seluruh penyerahannya terutang PPN.
b. Pengusaha J.A.U.D.N yang kegiatan usahanya selain J.A.U.D.N juga jasa angkutan udara luar
negeri (J.A.U.L.N) sehingga tidak seluruh penyerahannya terutang PPN. Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
818/KMK.04/1992 adalah :
2.1. Bagi Pengusaha J.A.U.D.N. yang kegiatan usahanya semata-mata hanya J.A.U.D.N.,
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang dibayar atas
impor atau perolehan dalam negeri BKP dan JKP yang berhubungan langsung dengan
kegiatan untuk menghasilkan J.A.U.D.N. (sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-undang PPN
1984 jo. Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
1441b/KMK.04/1989).
2.2. Bagi Pengusaha J.A.U.D.N. yang selain menyerahkan jasa yang terutang PPN juga
menyerahkan jasa yang tidak terutang PPN, maka Pajak Masukan yang dibayar atas
impor/perolehan BKP dan JKP yang :
2.2.1. nyata-nyata hanya digunakan untuk penyerahan jasa yang tidak terutang
PPN (J.A.U.L.N.), seluruhnya tidak dapat dikreditkan;
2.2.2. nyata-nyata hanya digunakan untuk penyerahan jasa yang terutang PPN
(J.A.U.D.N.), seluruhnya dapat dikreditkan;
2.2.3. digunakan bersama-sama baik untuk penyerahan jasa yang tidak terutang
PPN (J.A.U.L.N.) maupun untuk penyerahan jasa yang terutang PPN
(J.A.U.D.N.) dapat dikreditkan sebagian, yaitu sebesar bagian yang sebanding
dengan penyerahan yang terutang PPN terhadap penyerahan seluruhnya.
Pelaksanaan dari ketentuan angka 2.2.3. tersebut diatur sebagai berikut:
Pajak Masukan yang dibayar pada suatu masa pajak dalam masa pajak yang
bersangkutan hanya dapat dikreditkan sebagian yaitu sebesar bagian yang
dapat dikreditkan saja, yang besarnya dihitung dengan rumus:
A
--- x PM
B
A = jumlah penyerahan yang terutang PPN (J.A.U.D.N.)
sebagaimana tercantum dalam kolom "s/d bulan ini" SPT
Masa PPN formulir 1485 Masa Pajak yang bersangkutan);
B = Jumlah J.A.U.L.N + J.A.U.D.N dalam bulan januari s/d bulan
yang sama dengan masa pajak yang bersangkutan;
PM = Besarnya Pajak Masukan sebagaimana tercantum dalam
Faktur Pajak untuk masa Pajak yang bersangkutan.
Contoh :
Dalam bulan Oktober 1992 dibayar Pajak Masukan sebesar Rp. 50 juta
atas pembelian BKP maupun perolehan JKP yang digunakan baik untuk
penyerahan jasa yang terutang PPN maupun untuk penyerahan jasa yang
tidak terutang PPN. Jumlah J.A.U.D.N. bulan Januari s/d Oktober 1992 =
Rp. 9 milyar. Jumlah J.A.U.L.N bulan Januari s/d oktober 1992=Rp.1 Milyar.
Pengkreditan Pajak Masukan tersebut untuk Masa Pajak Oktober 1992 adalah
sebagai berikut :
9 milyar
----------------------- x Rp. 50 juta = Rp. 45 juta
9 milyar + 1 milyar
Pajak Masukan sebesar Rp. 45 juta tersebut harus dicantumkan pada
Lampiran SPT Masa PPN Masa Oktober 1992 yaitu :
"Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan". dan wajib ditambahkan
keterangan sebagai berikut :
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 818/KMK.04/1992
tanggal 23 Juli 1992 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :
SE-02/PJ.52/1993 tanggal 18 Januari 1993 Pajak Masukan sebesar
Rp. 50 juta hanya dapat dikreditkan sebesar :
9
--- x Rp. 50 juta = Rp. 45 juta
10
Sedang selisihnya sebesar Rp. 50 juta - Rp. 45 juta = Rp. 5 juta dicantumkan
pada Lampiran SPT Masa PPN berupa "Daftar Pajak Masukan Yang Tidak
Dapat Dikreditkan".
3. Dalam masa peralihan, yaitu dari tanggal 1 Juli 1992 sampai dengan 22 Juli 1992 dimana masih
berlaku Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1441/KMK.04/1989, sedang sejak tanggal 23 Juli 1992
sampai dengan 31 Juli 1992 berlaku Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 818/KMK.04/1992, maka
untuk penghitungan Pajak Masukan khusus untuk Masa Nomor : 818/KMK.04/1992, maka untuk
penghitungan Pajak Masukan khusus untuk Masa Pajak Juli 1992 Pengusaha Kena Pajak yang
bersangkutan dapat memilih cara pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan salah satu Keputusan
Menteri Keuangan dimaksud diatas.
4. Penangguhan dan pembayaran kembali PPN atas Impor Pesawat terbang Penangguhan Pembayaran
PPN - Impor yang diberikan kepada Pengusaha J.A.U.D.N. berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 818/KMK.04/1992 hanya terbatas atas impor pesawat terbang saja dan tidak termasuk suku
cadang dalam keadaan tidak terpasang atau peralatan lainnya. Karena penangguhan pembayaran
PPN Impor tersebut pada dasarnya adalah percepatan pengkreditan Pajak Masukan, maka
penangguhan pembayaran PPN atas impor pesawat terbang tersebut hanya diberikan sebesar Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan saja. Karenanya, PPN Impor yang ditangguhkan tersebut yang
berkaitan dengan penyerahan J.A.U.L.N. (yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan), harus
diperhitungkan kembali dan harus disetor ke Kas Negara pada Masa Pajak yang sama dengan bulan
pengimporan dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa yang bersangkutan. Penangguhan
pembayaran PPN Impor pesawat terbang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
818/KMK.04/1992 dapat dibedakan menjadi :
4.1. Penangguhan tanpa syarat, yaitu penangguhan PPN atas impor pesawat terbang oleh
Pengusaha J.A.U.D.N. yang kegiatan usahanya semata-mata hanya menyerahkan J.A.U.D.N.
sehingga seluruh penyerahannya terutang PPN. Penangguhan ini diberikan tanpa adanya
kewajiban membayar kembali sebagian dari PPN yang ditangguhkan. Termasuk dalam
kategori ini adalah Pengusaha J.A.U.D.N. yang baru memulai kegiatan usahanya (peredaran
brutonya masih nihil) yang mengimpor pesawat terbang.
4.2. Penangguhan bersyarat, yaitu penangguhan PPN atas impor pesawat terbang oleh Pengusaha
J.A.U.D.N. yang kegiatan usahanya selain menyerahkan J.A.U.D.N. juga J.A.U.L.N., sehingga
tidak seluruh penyerahannya terutang PPN. Penangguhan ini diberikan dengan syarat, bahwa
bagian PPN Impor yang tidak boleh dikreditkan, karena ikut diberikan penangguhan, harus
dibayar kembali ke Kas Negara dalam masa pajak yang sama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat 2 huruf c Jo. Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
818/KMK.04/1992.
5. Tata cara Penangguhan Pembayaran PPN atas impor pesawat terbang yang dilakukan oleh Pengusaha
J.A.U.D.N. adalah sebagai berikut :
5.1. Pengusaha J.A.U.D.N. mengajukan surat permohonan Penangguhan Pembayaran PPN atas
impor pesawat terbang yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak cq. Direktur PPN dan
PTLL dengan dilampiri dokumen-dokumen : Invoice, Kontrak jual beli, LPS dan/atau PIUD,
SSP atas pembayaran kembali PPN yang ikut ditangguhkan, SPT Masa PPN masa pajak
sebulan sebelum dilakukannya pengimporan pesawat terbang, dan surat pernyataan yang
berisi jumlah penyerahan J.A.U.D.N. dan jumlah penyerahan J.A.U.L.N. dalam masa pajak
tersebut dalam tahun berjalan. Untuk Permohonan penangguhan pembayaran PPN atas impor
pesawat terbang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 818/KMK.04/1992,
digunakan formulir seperti contoh formulir terlampir (Lampiran I)dalam rangkap 2.
Catatan :
Pada SSP yang digunakan untuk pembayaran kembali PPN, agar diberi catatan :
"PEMBAYARAN KEMBALI SEBAGIAN PPN YANG DITANGGUHKAN"
dibawah judul SSP, dan
- kolom jenis pajak diisi dengan : PPN Impor kode 0122,
- kolom jenis setoran diisi dengan : SPT Masa, dan bulan adalah bulan
dilakukannya pengimporan pesawat terbang.
Penghitungan besarnya PPN yang harus dibayar kembali diuraikan pada butir 6 Surat Edaran
ini.
5.2. Direktur PPN dan PTLL atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Persetujuan
Penangguhan Pembayaran PPN selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah diterimanya surat
permohonan yang sudah dilengkapi dengan seluruh dokumen yang dipersyaratkan, dengan
menggunakan contoh Formulir terlampir (Lampiran II).
5.3. Apabila dokumen-dokumen yang dipersyaratkan belum lengkap, Direktur PPN dan PTLL atas
nama Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon agar
melengkapi dokumen yang dipersyaratkan dalam waktu 3 (tiga) hari setelah permohonan
diterima.
5.4. Dalam hal permohonan yang diajukan tidak memenuhi persyaratan, Direktur PPN dan PTLL
atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Penolakan atas permohonan
Penangguhan Pembayaran PPN selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah diterimanya
permohonan tersebut, dengan menggunakan contoh Formulir terlampir (Lampiran III).
6. Besarnya bagian PPN yang ditangguhkan yang harus dibayar kembali oleh Pengusaha J.A.U.D.N.
seperti yang dimaksud dalam butir 4.2. dihitung dengan rumus :
x
--- x PM
Y
X = jumlah J.A.U.L.N. dalam masa Januari s/d masa sebulan sebelum bulan dilakukannya
pengimporan pesawat terbang.
Y = jumlah J.A.U.L.N. + J.A.U.D.N. dalam masa Januari s/d masa sebulan sebelum bulan
dilakukannya pengimporan pesawat terbang.
PM = PPN impor yang terutang yang hendak dimintakan penangguhan pembayarannya.
(PM ini dapat berasal dari pengimporan satu pesawat terbang atau lebih).
Contoh :
Pada bulan Oktober 1992 Pengusaha J.A.U.D.N. melakukan impor pesawat terbang seharga
Rp. 25 milyar.
PPN impor yang seharusnya terutang namun ditangguhkan Rp. 2,5 milyar. Penyerahan jasa angkutan
udara pada Masa Pajak Januari s/d September 1992 besarnya Rp. 10 milyar, yang terdiri dari :
- Penyerahan J.A.U.D.N. (terutang PPN) Rp. 9 milyar.
- Penyerahan J.A.U.L.N. (tidak terutang PPN) Rp. 1 milyar.
PPN Impor yang harus dibayar kembali dalam Masa Pajak Oktober 1992 adalah :
1 milyar
----------- x Rp. 2,5 milyar = Rp. 250 juta
10 milyar
PPN Impor yang dibayar sebesar Rp. 250 juta ini merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat
dikreditkan.
PPN Impor yang ditangguhkan sebesar Rp. 2,5 milyar ini wajib dicantumkan dalam Lampiran SPT Masa
PPN berupa "Daftar Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan" dengan diberi keterangan sebagai
berikut :
Berdasarkan Kep.Men. 818/KMK.04/1992 jo. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-02/PJ.52/1993
tanggal 18 Januari 1993, atas penangguhan PPN Impor sebesar Rp. 2,5 milyar telah dibayar bagian
PPN yang tidak dapat ditangguhkan sebesar :
1
--- x Rp. 2,5 milyar = Rp. 250 juta
10
7. Tata cara pembebasan PPn BM atas impor atau perolehan dalam negeri pesawat terbang yang
digunakan untuk angkutan umum.
Dalam rangka pelayanan yang lebih baik, maka dalam hal pengusaha J.A.U.D.N. selain mengajukan
permohonan penangguhan pembayaran PPN juga mengajukan permohonan pembebasan PPn BM
atas impor pesawat terbang yang akan digunakan untuk angkutan umum sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1286/KMK.04/1991 tanggal 31 Desember 1991, pengusaha
J.A.U.D.N. tersebut dapat menggunakan formulir yang sama dengan formulir sebagaimana dimaksud
dalam butir 5.1. (lihat Lampiran I).
8. Dengan adanya ketentuan yang baru mengenai pengkreditan Pajak Masukan bagi pengusaha
J.A.U.D.N. agar Saudara segera memberitahukan para pengusaha J.A.U.D.N. yang terdaftar sebagai
PKP pada KPP Saudara untuk segera memperbaiki SPT Masa PPN-nya mulai dari SPT Masa PPN
masa pajak Juli atau Agustus 1992 sampai dengan SPT Masa PPN masa pajak terakhir yang telah
dimasukkan, apabila pengusaha yang bersangkutan dalam mengisi SPT Masa PPN tersebut masih
menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan yang lama berdasar Kep.Men.
1441/KMK.04/1989.
Perbaikan SPT Masa PPN dimaksud harus dilakukan selambat-lambatnya tanggal 20 Maret 1993.
Demikian penjelasan dan penggarisan yang berkenaan dengan usaha J.A.U.D.N. untuk diketahui dan
disebarluaskan kepada para Pengusaha J.A.U.D.N yang berada pada wilayah kerja KPP Saudara.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD