DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


4 Mei 1998

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR: S-1054/PJ.52/1998

TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN OBAT DI RUMAH SAKIT

 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

 

 

 

 

 

           Sehubungan dengan surat Saudara No. : XXX tanggal 16 Maret 1998 perihal tersebut di atas, dengan ini dapat kami jelaskan bahwa :

1.

Dalam surat Saudara dijelaskan :

 

1.1

Yayasan XYZ bergerak di bidang pelayanan kesehatan dimana sebagian besar (60%) pasien yang dilayani berasal dari warga masyarakat ekonomi lemah.

 

1.2

Pada Tahun 1995 Yayasan XYZ telah mendapat surat dari Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta Nomor S-686/WPJ.08/KP.13/1995 tanggal 31 Agustus 1995, perihal pengukuhan menjadi Pengusaha Kena Pajak bagi usaha apotik.

 

1.3

Sampai saat ini ternyata Yayasan XYZ belum melaporkan usahanya sebagai PKP dengan memohon menangguhkan pelaksanaan pembebanan PPN atas penyerahan obat-obatan pada pasien dengan alasan :

 

 

a.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Kesehatan R.I. Nomor : 806b/Menkes/SK/XIII/1987 tanggal 11 Desember 1987 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. Nomor : 0072/Yanmed/RSKS/SK/1988 tanggal 2 Pebruari 1998 dan Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor : 983/Menkes/SK/XII/1992 tanggal 12 Nopember 1992, instalasi farmasi rumah sakit merupakan bagian organik yang tak terpisahkan dari keseluruhan rumah sakit, dan dengan demikian seluruh kegiatan pelayanan instalasi farmasi rumah sakit termasuk penyerahan obat-obatan, merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan atau jasa rumah sakit.

 

 

b.

Telah terjadi kesepakatan antara Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dan jajaran Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa instalasi farmasi rumah sakit tidak dikenakan Pajak dan atas penyerahan obat-obatan di instalasi farmasi rumah sakit tidak dikenakan PPN.

2.

Sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 4A Undang-undang Nomor **11 TAHUN 1994** Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor **8 TAHUN 1983** Tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah jis. Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor **50 TAHUN 1994**, jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah :

 

a.

jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;

 

b.

jasa dokter hewan;

 

c.

jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, fisioterapi, dan sejenisnya;

 

d.

jasa kebidanan, dukun bayi, dan sejenisnya;

 

e.

jasa paramedis, perawat, dan sejenisnya;

 

f.

jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, sanatorium, dan sejenisnya.

3.

Sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 4A Undang-undang Nomor **11 TAHUN 1994** Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor **8 TAHUN 1983** Tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah jis. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor **50 TAHUN 1994**, obat-obatan tidak termasuk jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

4.

Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3 tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :

 

4.1.

Atas jasa-jasa perawatan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasien, tidak terutang PPN.

 

4.2.

Atas pemakaian obat-obatan baik yang diperoleh dari apotik rumah sakit itu sendiri, maupun yang diperoleh dari apotik di luar rumah sakit terutang PPN.

 

4.3.

Tidak pernah ada kesepakatan tertulis antara Pengurus Pusat PERSI dengan jajaran Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan R.I.

 

4.4.

Yayasan XYZ wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

 

           Demikian agar maklum.          

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

a.n. Direktur Jenderal Pajak

 

 

 

 

 

Direktur Pajak Pertambahan Nilai

 

 

 

 

 

dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ttd.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

A. SJARIFUDDIN ALSAH