18 Juli 1995 SURAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR S - 956/MK.017/1995 TENTANG USUL YAYASAN PURNA BHAKTI (YARNATI) DIBERLAKUKAN SEPERTI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor 163/1074/PUOD Tanggal 6 April 1995 perihal tersebut di atas, dengan ini dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Seperti diketahui Dana Pensiun memiliki status sebagai badan hukum, yang pembentukan dan kegiatannya diatur dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan peraturan pelaksanaannya. Hal ini berarti untuk dapat diberlakukan seperti Dana Pensiun, maka segala ketentuan Yayasan Purna Bhakti yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri termasuk Anggaran Dasar Yayasan seperti terlampir dalam surat Saudara harus disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang dimaksud. 2. Hal-hal pokok yang harus dipenuhi Dana Pensiun menurut Undang-undang dimaksud, sekaligus merupakan kendala dalam hal perubahan status Yayasan Purna Bhakti menjadi Dana Pensiun, adalah sebagai berikut : a. Penyelenggaraan program pensiun hanya dapat dilakukan melalui wadah badan hukum Dana Pensiun. b. Badan hukum Dana Pensiun dapat didirikan oleh pemberi kerja untuk karyawannya. Dalam kaitan ini, bila suatu Dana Pensiun akan diselenggarakan untuk para anggota DPRD, perlu ada kejelasan siapa pemberi kerja dari anggota DPRD, yang tentunya bukan Pemerintah Daerah. Dengan demikian Pemerintah Daerah tidak memiliki kewenangan untuk mendirikan Dana Pensiun bagi anggota DPRD. c. Program pensiun harus memiliki ciri/karakteristik sebagai berikut : - ada rumusan yang jelas mengenai manfaat pensiun; - manfaat pensiun dibayarkan seumur hidup; - pembayaran manfaat pensiun dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu dan diberikan secara bulanan. Dalam kaitan ini, program sebagaimana yang diselenggarakan oleh Yayasan Purna Bhakti tidak memenuhi persyaratan untuk dinyatakan sebagai program pensiun. Program ini lebih tepat dikategorikan sebagai penyediaan tunjangan purna jabatan. Seandainya dilakukan penyesuaian sehingga memenuhi ketentuan peraturan perundangan Dana Pensiun, maka akan timbul konsekwensi-konsekwensi keuangan yang rumit, termasuk diantaranya adalah bahwa akan diperlukan dana yang jauh lebih besar. d. Badan hukum Dana Pensiun harus memenuhi ketentuan yang ada sebagai pengelola dana, yang belum tentu sesuai dengan kegiatan yang dimaksudkan oleh Yayasan. 3. Dari gambaran tersebut pada angka 2, kami berpendapat bahwa program yang diselenggarakan Yayasan Purna Bhakti dari sisi peraturan perundangan di bidang Dana Pensiun sulit untuk diberlakukan sebagai program pensiun. Hal ini mengingat karakter program dan dasar hukum yang berbeda serta konsekwensi pendanaan masing-masing Pemerintah Daerah. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, kami sarankan agar dalam rangka penyediaan tunjangan purna jabatan dimaksud dapat dikaji alternatif lainnya, misalnya melalui mekanisme asuransi. Demikian tanggapan kami, dan atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih. A.N. MENTERI KEUANGAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN ttd BAMBANG SUBIANTO