DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 9 Oktober 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 964/PJ.322/2006 TENTANG NPWP PEMUNGUT PPN ATAS IMBALAN JASA AGEN PENJUALAN ORI DIREKTORAT PENGELOLAAN SUN, DITJEN PERBENDAHARAAN, DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan surat Kepala KPP WP Besar Satu Nomor : XXX tanggal 21 September 2006 tentang hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Melalui surat tersebut, Saudara mengemukakan bahwa sehubungan dengan penerbitan dan penjualan Obligasi Negara Ritel Republik Indonesia (ORI) oleh Direktorat SUN Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan, maka dimohon penegasan atas hal-hal berikut : a. WP perbankan (sebagai agen penjual ORI) yang terdaftar pada KPP WP Besar Satu mengalami kesulitan dalam melaporkan pemungutan PPN atas penyerahan jasa sebagai agen penjualan ORI karena tidak adanya data Nomor Pokok Wajib Pajak pemungut PPN atas imbalan jasa dimaksud. Hal ini menyebabkan WP Perbankan tidak dapat membuat Faktur Pajak dengan benar sesuai dengan Pasal 14 Ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 jo. Pasal 2 Ayat (1) huruf b Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ./2000 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, Dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar (sehingga WP Perbankan merasa khawatir terkena sanksi Pasal 14 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000). b. Berdasarkan penjelasan Direktorat Pengelolaan SUN, diketahui bahwa transaksi pembayaran imbalan jasa selaku agen penjual ORI dilakukan oleh Direktur Pengelolaan SUN dengan menggunakan Surat Perintah Membayar (SPM) sebesar jumlah kewajiban pemerintah atas pembayaran imbalan jasa selaku agen penjual setelah dikurangi PPN atas imbalan jasa dimaksud. Dengan demikian Direktorat Pengelolaan SUN tidak dapat memberikan NPWP pemungut PPN atas imbalan jasa agen penjualan ORI tersebut. c. Permasalahan lain yang timbul adalah, WP Perbankan (yang diwajibkan menyampaikan SPT dengan media elektronik) yang terdaftar pada KPP WP Besar Satu tidak dapat melakukan input data Faktur Pajak tanpa adanya data NPWP pemungut PPN. d. Mengusulkan penelitian atas ketiadaan NPWP pemungut PPN pada Direktorat Pengelolaan SUN. 2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu : a. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tetang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000: - Pasal 14 Ayat (1) huruf f : "Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak." - Pasal 14 Ayat (4) : "Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, masing-masing dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak." b. Undang-Undang No. 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18 TAHUN 2000: - Pasal 1 Angka 27 : "Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut." - Pasal 16 A (1) Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. (2) Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan." c. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, menyebutkan bahwa : "Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: (14) Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. (15) Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. (16) Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum daerah. (17) Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. (18) Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/ satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah." d. Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 550/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Pemungutan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya: Angka 3 huruf a : "PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran." Angka 3 huruf d : "Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga): - lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai Pemungut PPN. - lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah. - lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN." e. Pasal 2 Ayat (1) huruf b Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ./2000 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, Dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar : "Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak." 3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada butir 2 dan memperhatikan isi surat Saudara Kepala Kantor pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara tidak lagi dikenal terminologi "Bendaharawan Pemerintah" sebagaimana telah lebih dahulu didefinisikan melalui Pasal 1 angka 27 Undang-Undang No.8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.18 TAHUN 2000. b. Sebagai solusi atas permasalahan ini, dan terkait dengan Rancangan Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya, maka menurut pendapat kami, NPWP pemungut PPN dalam kasus yang Saudara tanyakan, dapat diisi dengan NPWP Bendaharawan Pengeluaran, atau NPWP Pejabat Pembuat SPM pada Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan RI. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN, ttd. GUNADI