DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 4 September 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 908/PJ.53/2002 TENTANG PEMENUHAN KEWAJIBAN MEMUNGUT, MENYETORKAN, DAN MELAPORKAN PPN YANG DIPUNGUT OLEH PEMUNGUT PPN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 17 Juli 2002, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa, berkaitan dengan posisi PT XYZ sebagai agen penjualan tiket penerbangan PT ABC, Saudara meminta penjelasan mengenai PPN atas komisi agen yang diterima oleh PT XYZ : apakah merupakan beban PT XYZ sebagai agen, atau merupakan beban PT ABC, dan siapa yang seharusnya menyetor PPN tersebut. 2. Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, menyatakan bahwa Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur sebagai berikut: a. Pasal 1 angka 22 menyatakan bahwa penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut. b. Pasal 1 angka 24 menyatakan bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Badan-badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur sebagai berikut: a. Pasal 1 menyatakan bahwa dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Badan-badan Tertentu adalah Pertamina, Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang minyak, gas bumi, panas bumi, dan pertambangan umum lainnya, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, termasuk Bank Pemerintah dan Bank Daerah, dan Bank Indonesia. b. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan Badan-badan Tertentu dipungut dan disetor oleh Badan- badan Tertentu, baik Kantor Pusat, Cabang-cabang maupun Unit-unitnya yang melakukan pembayaran atas tagihan rekanan atas nama rekanan yang bersangkutan. c. Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Badan-badan Tertentu adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual atau nilai penggantian yang diminta oleh rekanan. d. Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan cara pemotongan secara langsung dari pembayaran atas tagihan rekanan. e. Pasal 5 ayat (2) dan (3) menyatakan bahwa penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan, dan dalam hal hari kelima belas jatuh pada hari libur maka saat penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. f. Pasal 6 menyatakan bahwa Badan-badan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor, ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan paling lambat pada hari ke-20 (dua puluh) setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan rekanan. g. Lampiran II huruf a tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran, menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak rekanan Badan-badan tertentu membuat Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak pada saat menyampaikan tagihan kepada badan-badan tertentu, baik untuk pembayaran sebagian maupun seluruhnya. 5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.32/2000 tanggal 4 Mei 2000 hal Penegasan PPN atas Jasa Keagenan (Penjualan Tiket), antara lain mengatur: a. Butir 6 huruf a menyatakan bahwa atas penyerahan jasa keagenan oleh perusahaan jasa keagenan kepada Pemungut PPN, pajak yang terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pemungut PPN. b. Butir 7 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan pajak atas jasa keagenan adalah jumlah imbalan jasa keagenan yang diterima atau seharusnya diterima oleh perusahaan jasa keagenan. Besarnya PPN yang terutang adalah 10% (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak tersebut. 6. Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.3/1995 tanggal 14 Februari 1995 hal Pengertian Penanggung Pajak, dinyatakan bahwa pengertian Penanggung Pajak termasuk pula pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu, dan kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak dan atau surat ketetapan pajak. 7. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 6, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa: a. PPN atas jasa keagenan merupakan beban bagi pihak yang menerima penyerahan jasa keagenan, dalam hal ini adalah PT ABC, yang selanjutnya PPN dimaksud merupakan Pajak Masukan bagi PT ABC. b. Karena PT ABC merupakan Badan Usaha Milik Negara, maka PT ABC termasuk dalam pengertian Pemungut PPN sebagaimana diatur dalam ketentuan pada butir 4, dan sebagai Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 6 di atas. Dengan demikian atas penyerahan jasa keagenan kepada PT ABC, PPN-nya dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh PT ABC sesuai dengan batas waktu sebagaimana ketentuan pada butir 4 huruf d sampai dengan f di atas. c. Walaupun demikian, PT XYZ sebagai Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan jasa keagenan wajib membuat Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak atas penyerahan jasa keagenan penjualan tiket, yakni pada saat PT XYZ menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN tersebut. Demikian disampaikan untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR PPN DAN PTLL ttd I MADE GDE ERATA