DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 13 Nopember 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 896/PJ.322/2002 TENTANG PENEGASAN TENTANG PPN ATAS KOMPENSASI KERUGIAN DARI PENGHENTIAN PERJANJIAN PEMASARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxx tanggal 4 April 2002 hal sebagaimana pada pokok Surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat Saudara tersebut dikemukakan antara lain : a. PT. AI pernah mengikatkan diri dalam perjanjian pemasaran dengan PT. AHM yang dahulu bernama PT Federal Motor, dimana AI ditunjuk sebagai distributor tunggal dari semua hasil produksi dari AHM. Berdasarkan Cpomopensasi Agreement tanggal 3 November 2000, perjanjian tersebut hanya berlaku sampai dengan 31 Desember 2000, dan mulai tanggal 1 Januari 2001, AI berubah menjadi salah satu penyalur/dealer utama dari produk AHM. Kompensasi kerugian atas penghentian perjanjian telah dibayarkan oleh AHM pada tanggal 8 Januari 2001 senilai Rp. 1.120.000.000. b. Berdasarkan temuan hasil pemeriksaaan Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanjung Priok, AI dengan ragu telah menerbitkan Faktur Pajak kepada AHM atas kompensasi kerugian tersebut pada tanggal 26 Desember 2001 dan Faktur Pajak tersebut telah dikreditkan oleh AHM. c. Saudara meminta penegasan atas pendapat Saudara bahwa kompensasi kerugian yang dibayarkan AHM kepada AI tersebut tidak terutang PPN, karena AI tidak melakukan penyerahan apapun, baik barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak kepada AHM. Oleh karena itu, atas penerbitan Faktur Pajak dan penyetoran PPN yang seharusnya tidak terutang tersebut, tidak diterapkan saksi administrasi sesuai Undang-undang No. 16 TAHUN 2000, Pasal 14 ayat (4). 2. Dalam Compensation Agreement tanggal 3 November 2000, Article 3. Covenants of AI, antara lain disebutkan : " While after Closing Date, Al will use resonable efforts to let AHM use Al's existing warehousing focilities for keeping Honda motorcycle units in the event of overflow or stock, but only for a period fo not longer than 2 (two) years from January 1,2001, provided that (i) such exiting warehousing facilities ate available for use by AHM an (II) AI shall nor be abliged to make any additional investment in such warehousing facilities. AI shall not charge any expense for the use of the warehousing focilities by AHM hereunder. AHM shall use its best efforts to prevent overflow of stock. In the event that AHM still needs to utilize such warehousig facilities after the expiration of the said two-year period, it may request AI to continue to let AHM use such facilities. If AHM's request is acceptable to AI, both parties shall discuss the term and conditions of the use of such focilities by AHM." 3. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf f dan ayat (4) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 diatur bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) persen dari Dasar Pengenaan Pajak, apabila Pengusaha yang teleh dikuhkan sebagai Pengusaha kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. 4. Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Paja Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 diatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b. impor Barang Kena Pajak; c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 5. Berdasarkan Pasal 1 huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ/2000 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyamapian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jederal Pajak Nomor KEP-433/PJ./2002 diatur bahwa Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan penerimaan pembayaran. 6. Berdasarkan Pasal 1 keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 424/PJ./2002 tentang Penerbitan dan Pengkreditan Faktur Pajak yang Dibuat Tidak Tepat Waktu yang mulai berlaku pada tanggal 16 September 2002, antara lain diatur sebagai berikut : a. Ayat (1), Faktur Pajak yang diterbitkan sebelum melewati 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya batas waktu penerbitan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ/2000 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-323/PJ./2001 dianggap sebagai Faktur Pajak Standar. b. Ayat (2), Faktur Pajak yang diterbitkan setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dianggap sebagai Faktur Pajak Standar. c. Ayat (3), Pengusaha Kena pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. 7. Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 3 sampai dengan butir 6 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 dan data pada butir 2, dengan ini ditegaskan sebagai berikut : a. Sesuai dengan perjanjian pemabayaran kompensasi kerugian (compensation agreement) seperti tersebut pada butir 2 terdapat kewajiban AI untuk menyediakan gudang (warehousing) dan fasilitas yang tersedia didalamnya selama 2 (dua) tahun kepada AHM. Hal tersebut berkaitan langsung dengan penyerahan jasa persewaan gudang dan fasilitasnya dari AI ke AHM yang terutang PPN. Sehinggal AI wajib menerbitkan Faktur Pajak atas seluruh kewajibannya yang terkait dalam perjanjian pembayaran kompensasi kerugian tersebut berupa jasa persewaan gudang dan fasilitas yang tersedia didalamnya dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp. 1.120.000.000,- b. Atas keterlambatan penerbitan Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi perpajakan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 3. Demikian untuk dimaklumi. A.n. Direktur Jenderal Direktur ttd. IGN Mayun Winangun NIP 060041978 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur PPN dan PTLL; 3. Kepala KPP Jakarta Tanjung Priok.