DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 26 September 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 872/PJ.53/2005 TENTANG PENGKREDITAN PPN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor 230/Dept.Akn/Pjk/VI/2005 tanggal 6 Juni 2005 hal sebagaimana tersebut diatas, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa : a. Asuransi XYZ adalah perusahaan yang bergerak dalam usaha pokok jasa asuransi jiwa. b. Selain bergerak dalam penyerahan jasa asuransi jiwa juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan, dengan pendapatan sewa per tahun sebesar 0.08% dari jasa asuransi jiwa, dan untuk itu telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. c. Berdasarkan hal tersebut, Saudara meminta penjelasan : - Apakah pajak masukan atas perolehan aktiva barang dan jasa yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan atas jasa asuransi jiwa tersebut dapat dikreditkan? - Apakah Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penjualan aktiva; jika pajak masukan atas perolehan aktiva untuk mendukung usaha asuransi jiwa tidak dikreditkan melainkan dikapitalisasi dengan aktiva tersebut ? 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 9 ayat (5) bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. b. Pasal 9 ayat (6) bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. c. Pasal 9 ayat (8) bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: 1. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 2. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Penjelasan untuk item ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha; 3. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 5. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; 6. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); 7. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); 8. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; 9. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. d. Pasal 16D bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. 3. Pasal 5 huruf d Peraturan Pemerintah No. 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Paiak Pertambahan Nilai menyatakan bahwa kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi. 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, antara lain mengatur : a. Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan barang modal untuk: - kegiatan usaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai; dan - kegiatan lain yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Modal tersebut, yang besarnya sebanding dengan persentase penggunaan Barang Modal yang digunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, b. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak yang antara lain melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang : 1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; 2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; 3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan." 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 5 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Asuransi XYZ selain melakukan jasa asuransi jiwa yang tidak dikenakan PPN, juga melakukan penyerahan jasa sewa ruangan yang terutang PPN. Atas Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak dapat dikreditkan sepanjang : - bagian penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan perusahaan Saudara; dan - Pajak Masukan tersebut tidak termasuk di antara jenis-jenis pengeluaran yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 2 huruf c di atas. b. Namun demikian, apabila bagian Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat diketahui dengan pasti (misalnya karena digunakan bersama- sama baik untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang maupun yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai), sepanjang Pajak Masukan tersebut tidak termasuk di antara jenis jenis pengeluaran yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 2 huruf d di atas, maka pengkreditan Pajak Masukan oleh perusahaan Saudara agar juga memperhatikan ketentuan pada butir 4 di atas. c. Penjualan aktiva pendukung usaha jasa asuransi jiwa oleh Asuransi XYZ termasuk ke dalam pengertian penyerahan aktiva yang tidak terutang PPN sepanjang pada saat perolehannya tidak terdapat PPN yang dibayarkan yang dapat dikreditkan, dan selama memiliki aktiva tersebut tidak terdapat PPN atas pemeliharaan aktiva yang telah dikreditkan. Dengan demikian, penjualan aktiva tersebut tidak dikenakan pajak apabila PPN yang dibayar pada waktu perolehannya tidak dapat dikreditkan karena memenuhi persyaratan pada butir 2 huruf c surat ini. Namun mengingat bahwa Asuransi XYZ adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang terutang PPN dan tidak terutang PPN maka apabila Asuransi XYZ selaku Pengusaha Kena Pajak menggunakan metode sebagaimana disebutkan pada butir 5 huruf b pada surat ini, penjualan aktiva dikenakan pajak karena Pajak Masukannya dapat dikreditkan. Demikian untuk dimaklumi. Direktur ttd. A. Sjarifuddin Alsah NIP 060044664