DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Juli 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 706/PJ.53/2002 TENTANG PERLAKUAN PPN ATAS KEGIATAN USAHA PT. PBU DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara kepada Kepala Kantor Wilayah XIV Ditjen Pajak nomor DPD-496/973/KB-V/2002 tanggal 15 Mei 2002 hal Pajak Hotel dan Pajak Restoran PT. PBU, dimana salah satu tembusannya Saudara tujukan kepada kami, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa berdasarkan hasil rapat pada tanggal 7 Mei 2002 antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Barat dan PT. KEM tentang penyelesaian masalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah antara lain atas Pajak Hotel dan Pajak Restoran PT. PBU, dan Saudara telah memerintahkan kepada PT. KEM dan PT. PBU untuk menangguhkan proses pembayaran Pajak Pertambahan Nilai maupun Pajak Hotel dan Pajak Restoran bulan Juni 2002 dan seterusnya sampai ada kejelasan status pajak dimaksud antara Pemkab Kutai Barat dan Kanwil XIV Ditjen Pajak. 2. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002, antara lain mengatur :   a. Pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.   b. Pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan itu disampaikan.   c. Pasal 9 ayat (2a) menyatakan bahwa apabila pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.   d. Pasal 9 ayat (4) menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 541/KMK.04/2000 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak, antara lain mengatur :   a. Pasal 1 ayat (9) menyatakan bahwa PPN dan PPn BM yang terutang dalam satu Masa Pajak harus disetor paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.   b. Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagal Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan, PPN dan PPn BM, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (9) diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.   c. Pasal 7 menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya pada waktunya. 4. Pasal 1 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 325/PJ./2001 tentang Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak, menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar antara lain untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yarig harus dibayar bertambah, yakni apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya pada waktunya. 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 4, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini disampaikan bahwa langkah Saudara dengan memerintahkan kepada PT. KEM dan PT. PBU untuk "menangguhkan proses pembayaran PPN" tidak sesuai dengan Undang- undang perpajakan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas. Dengan demikian PT. PBU dan PT. KEM tetap harus memenuhi kewajiban PPN sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Demikian untuk dimaklumi. Direktur Jenderal, ttd Hadi Poernomo NIP 060027375